9: A Confusing Homework

952 171 42
                                    

Ujian Tengah Semester atau UTS telah usai. Aku benar-benar senang. Ditambah lagi, di hari terakhir UTS ini aku dapat jadwal pagi sehingga aku telah menyelesaikan ujian di pagi hari juga. Namun baru saja aku mau melangkah pulang ke rumah, tanganku sudah ditahan.

Aku menoleh ke arah Winter yang menahan tanganku. Dia merengutkan bibir dan memberi sinyal bahwa aku tidak boleh pulang terlebih dahulu. "Jangan pulang dulu! Main sama yang lain dululah," ajak Winter yang sebenarnya terdengar memaksa sih.

Aku menaikkan sebelah alis. "Sama siapa aja?" tanyaku.

"Kita berempat sama temen-temen Jayden," jawab Winter.

Aku menghela nafas. Edrea dan Jayden yang sedang bermesraan bukanlah pemandangan yang ingin kulihat saat ini. Aku baru tidur di pagi hari setelah melaksanakan kewajiban salat Subuh, yang mana aku hanya mendapatkan waktu tidur sebanyak 2 setengah jam saja. Jadi mataku saat ini meronta-ronta untuk kupejamkan, bukan malah dipergunakan untuk melihat pemandangan yang mencubit perasaanku.

"Gue skip dulu deh, Win," tolakku. "Gue ngantuk banget." Aku benar-benar sampai menguap. Bahkan dari sebelum masuk ruangan hingga keluar ruangan, aku tidak berhenti menguap. Untung saja ketika mengerjakan soal tubuh dan mataku bisa bekerja sama.

"Ah, nggak seru. Kalau lo nggak ikut, gue juga nggak ikut," kata Winter yang membuatku bingung. Untuk apa mengikutiku?

"Ikut aja sih, Win. 'Kan ada yang lain."

Winter menggeleng kemudian memeluk sebelah tanganku dan menatapku dengan melas. Aku tetap menggeleng. Duh, nggak mempan untuk membujukku begitu. Aku ini tidak dididik dengan kelembutan, jadi di mataku tatapan itu tidak berarti. Maaf, Winter.

Winter melepas pelukanku ketika melihat aku yang keukeuh menggeleng. Ia memberengutkan bibir. Tak lama seseorang merangkulku dan berucap, "Udah dia pasti ikut, Win. Entar lo tidur aja sih di kamar Jayden."

Aku mengerjapkan mata kemudian menoleh ke arah Juan yang kini masih mengalungkan tangannya di leherku. Sementara Jayden dan Jonathan berdiri di hadapanku. "Lah? Ke rumah Jay?" tanyaku memastikan.

Jayden mengangguk. "Iya, makanya ikut. Nyokap gue udah masak banyak makanan rumah. Rasanya lebih enak daripada Warteg, gue jamin," hasut Jayden. Dasar. Dia selalu tahu kelemahanku. Aku sangat suka makan, terlebih lagi makanan rumahan. Itulah mengapa aku suka sekali membeli makanan di Warteg daripada di restoran ternama.

Juan kemudian berbisik, "Lumayan bisa deketin mamanya Jay 'kan." Aku lantas menyikut Juan. Seram sekali kalau tiba-tiba Jayden atau Winter mendengar itu. Aku benar-benar merinding.

Tak lama Edrea dan Neena datang dengan sedang menertawakan sesuatu. Entahlah apa, aku tidak mau tahu. Yang aku lihat sekarang adalah Jayden langsung merangkul Edrea dan merapikan rambut Edrea yang tergerai.

Otakku memerintahkan diri untuk berbalik arah dan memesan ojek online, namun aku yang masih sangat mengantuk ini tidak sanggup untuk mengungguli tenaga Juan yang tengah merangkulku.

"Lo pada mau nebeng Jay aja atau ada yang mau nebeng gue?" tanya Jonathan. "Cuma sorry banget gue hari ini lagi bawa yang satu penumpang aja."

Juan sontak menyahut, "Rana aja dong, Jo!"

Jonathan mengangguk saja dan membuat Juan melepaskan rangkulannya padaku. Aku menoleh ke arah Juan dan mengernyit. "Gue nggak bareng lo?" tanyaku.

"Gue naik motor, Ran."

"Gue juga biasa naik motor kali?"

Juan mengangguk kemudian menyentil pelan keningku. Aku menatap lelaki itu bingung. "Lo lagi ngantuk gitu naik motor yang ada nyusahin gue kalau lo ketiduran," sergah Juan yang membuatku berpikir sejenak kemudian mengangguk paham.

Shadow of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang