17: Gray

1.1K 161 15
                                    

⚠️ sexual harassment, toxic and abusive relationship, abortion, suicide attempt, harsh words⚠️

Rated 🔞 with no sexual scene at all. Please, be wise ya untuk bab 17 dan bab 18 akurate 18+ karena terlalu banyak warning. Kalau kalian under 18, nggak apa-apa asal ambil positifnya dan buang negatifnya okay.

***

Hari ini adalah hari di mana aku dan teman-teman akan pergi ke Malang. Liburan telah tiba. Akhirnya untuk sementara aku bisa keluar dari neraka dunia. Tentu saja aku hanya izin kepada mamaku kalau tidak ya aku tidak akan duduk di sebelah Edrea saat ini.

Aku merasa ada situasi canggung antara Edrea dan Jayden. Mungkin, dikarenakan Jayden yang belum bisa melupakan perempuan cantik di sebelahku. Sementara Edrea datang ke stasiun saja diantar oleh Theo. Jangan lupakan ekspresi Theo yang selalu tersenyum tanpa dosa ketika bertemu Jayden. Menurutku, itu terkesan seperti kesombongan terpendam.

"Mau, Ran?" tanya Edrea menyodorkan satu plastik baso goreng alias basreng pedas kepadaku. Aku menggeleng dan menyeruput kopi luwak saja, kemudian menatap ke arah pemandangan di luar.

Hal yang kusuka dari berpergian adalah sepanjang perjalanan hingga sampai tempat tujuan. Melihat pemandangan yang indah, penuh dengan hijau yang membuat mataku lebih nyaman. Aku terkejut ketika suara notifikasi masuk dan terdengar di tengah-tengah suara Matthew Healy, vokalis The 1975.

Aku membaca sekilas pesan yang masuk dari Jayden. "Itu Edrea diingetin buat nggak makan basreng terlalu banyak. Takut gerd dia kambuh." Pesan itu membuatku melirik Jayden yang berada di pojok sebelah kiri. Hanya berselang satu kursi dari Edrea yang dipisahkan oleh Juan.

Aku tersenyum pahit ketika menyadari Jayden masih sangat peduli dengan Edrea. Ya, bagaimanapun melupakan bukanlah hal yang mudah. Aku lebih dari paham soal hal itu. Oleh karena itu aku berucap, "Re, udah jangan makan terus. Nanti gerd lo kambuh."

Edrea mengerjapkan mata. "Kok tau gue punya gerd?" tanya Edrea.

Aku terdiam sebentar. Kemudian berkata jujur. "Jayden." Jawabanku itu membuat Edrea terdiam cukup lama sebelum ia mengukir senyum. "Dia masih peduli sama lo, Re," tambahku yang membuat Edrea menoleh ke arahku kemudian beralih menatap Jayden lama.

"I'm glad to know that he doesn't hate me," ujar Edrea yang membuatku menyunggingkan senyum. Bagaimana Jayden bisa membenci Edrea di saat Edrea masih kuat bertahta di hatinya? Jayden akan selalu peduli dengan Edrea.

***

Aku terkejut ketika Juan menepuk pundakku. Kami sudah berada di villa yang dimiliki keluarga Jonathan. Villa yang sangat luas dan dikelilingi oleh taman yang indah. Tante Jessica pasti merupakan pribadi yang hangat, terlihat dari bagaimana ia memerhatikan tumbuhan yang hidup. Begitu cantik dan indah.

"Kenapa?" tanyaku kepada Juan yang tengah menyengir.

"Lia putus," kata Juan. Aku tertawa melihat Juan yang terlihat tersenyum lebar. Seolah-olah dia benar-benar mau seluruh dunia tau kebahagiaan yang dia rasakan sekarang.

"Parah, orang putus malah seneng," ucapku sambil geleng-geleng kepala. "Pepet lah, Ju."

Juan mendengus. "Gimana deh caranya deketin sahabat sendiri?" Juan menyenderkan badan di kursi tepat di sebelahku.

Aku tertawa. "Ya, giving her the best version of you aja sih." Juan tersenyum. Juan kini menoleh ke arahku sembilan puluh derajat. Ia menatapku tepat di mata yang membuatku mengangkat kedua alis. "Kenapa?"

"Lagi ada masalah?"

Aku tertawa ringan. Kemudian menghindari kontak mata dengan Juan, aku mengalihkan pandangan dengan menatap tumbuh-tumbuhan di depanku. "Nggak ada, Ju. Don't worry," ucapku.

Shadow of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang