Aku sangat berterima kasih kepada Juan yang telah menaikkan mood-ku dengan mengajak makan sate taichan yang sangat enak. Selain itu, berkeliling kota Jakarta benar-benar membuatku senang. Maklum saja, aku tergolong anak rumahan. Selama ini kegiatanku hanyalah kuliah, main di kost atau rumah teman, rapat organisasi, lalu pulang ke rumah.
Menghabiskan waktu beberapa jam dengan Juan membuatku lebih mengenal lelaki itu. Di luar pribadi jenaka yang ia miliki, Juan memiliki suara yang begitu indah dan pribadi yang juga hangat. Ia merupakan tipe orang yang dapat dengan mudah untuk nyambung dengan banyak orang. Sebagai bukti, aku dan Juan tidak terjebak dalam situasi canggung sekali pun. Menurutku, ia pandai menghadirkan suasana yang menyenangkan.
Aku dibuat terpingkal-pingkal mendengar lawakan yang Juan lontarkan sembari menunggu pesanan sate kami. "Tapi, Ju, ikan pari tuh gemes tau. Ekspresinya mirip orang ketawa!" ujarku. Entah bermula dari mana obrolan tentang ikan pari ini, yang jelas sudah tiga jam kita berbincang dan bercanda tidak ada habisnya.
Kami terlalu banyak memperbincangkan hal-hal dari yang penting hingga tidak penting. Beralih dari satu topik ke topik lain pun seolah tanpa jeda yang membuatku senang menghabiskan waktu dengan Juan. Ia ternyata seasik itu, pantas saja ia memiliki banyak teman, bahkan di luar lingkungan kampus. Anak ini benar-benar bisa masuk ke dalam segala jenis obrolan.
Juan membulatkan matanya. "Ih, iya! Mirip salah satu maba yang anak Teknik," sahut Juan dengan semangat. Juan membuka handphone dan menunjukkan salah satu foto Juan bersama dengan beberapa lelaki lain. Lalu Juan membesarkan layar dan menunjukkan salah satu wajah tampan di sana. "Namanya Jevano. Mirip nggak sih senyumnya sama ikan pari yang lagi digelitikin?"
Aku lantas tertawa. Dasar anak ini. Ya, meskipun harus kuakui memang mirip. Jevano yang menurutku ganteng itu juga mempunyai wajah menggemaskan ketika tertawa seperti ikan pari yang sedang digelitiki.
Juan sangatlah ekspresif. Ketika ia bercerita, ia akan menunjukkan semangat seolah-olah ia sedang berlomba story-telling. Yang lebih lucu lagi, ketika ia melempar sebuah candaan, Juan akan berekspresi polos. Tentu saja itu yang membuatku semakin tertawa.
"Lho, Rana? Juan?" sapa seseorang. Aku menahan nafas beberapa detik sebelum kuhembuskan perlahan begitu mendengar suara lembut itu.
Bisa kurasakan Juan tersenyum ke arah si Pemanggil, sebelum aku menoleh ke arah perempuan berambut panjang itu. Ia tersenyum lebar. "Eh ya ampun. Udah jauh ke Blok M, masih ketemu kalian lagi," canda perempuan itu.
Aku tersenyum. "Eh, Edrea," sapaku. Lalu aku melihat Jayden menatapku dan Juan dengan tatapan bingung. Tentu saja tidak kugubris.
"Kita pesen dulu ya. Nanti gabung aja boleh 'kan?" tanya Edrea dengan senyum lebarnya.
Aku melirik Juan, sedangkan Juan hanya menaikkan kedua bahunya dan berbisik "terserah" padaku. Aku hanya bisa tersenyum kepada Edrea. "Boleh-boleh aja kalau kalian mau." Ya, aku memilih berkata begitu, aku yakin Jayden akan memilih untuk berdua dengan Edrea.
***
Aneh. Itu yang ada di benakku saat ini ketika mendapati pesan dari Jayden yang ia kirim semalam. Aku mengernyit saat membaca pesan dari lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow of The Moon
Fiksi PenggemarRanaya Gisella Mahreen harus menelan pil pahit bernamakan patah hati tiap kali Jayden Ivander Diratama menitipkan barang untuk diberikan kepada Edrea Gauri Yudistia -teman dekat Rana di kampus. Rasa yang Rana pendam itu semakin terasa sakit ketika E...