22: Broken Glass

1.2K 198 27
                                    

Songs for this part:
Perfect — Simple Plan
Welcome to My Life - Simple Plan

⚠️ blood ⚠️

***

Kepalaku benar-benar seolah ingin pecah. Beberapa hari yang lalu aku baru saja memiliki tekad untuk berdamai dengan semuanya. Aku sedang menata diriku agar benar-benar bisa menyelesaikan masalah secara dewasa dan tanpa emosi. Hanya saja, seorang pria yang telah berusia lebih dari setengah abad memasuki rumah sembari berteriak.

Pria itu terus memanggil nama kakak laki-lakiku, Rayyano berkali-kali dengan suara yang menggelegar. Aku keluar kamar ingin mencoba untuk menghentikan beliau. Ini sudah malam, aku ingin mengerjakan tugas.

"Pa, bisa nggak teriak dulu nggak ya? Aku—"

Belum selesai aku berbicara, pria yang sering kupanggil papa itu memotongku. "Diam kamu! Kamu itu nggak tau apa-apa," ujarnya yang membuatku menarik nafas dan menghembuskan nafasku kembali dengan berat.

Tidak ada jawaban juga dari Rayyano. Papaku melangkah ke lantai atas dan membuka pintu kamar Rayyano dengan kencang. Aku lihat lelaki itu tengah menutup kedua telinganya dengan headphone. Ia tengah bermain game.

Sontak papaku menarik headphone dan membantingnya. Tidak ketinggalan juga ia membanting laptop gaming Rayyano yang bernilai fantastis itu. Tidak hanya laptop, gelas yang diletakkan di sebelah laptop pun telah hancur berantakan. Sampai-sampai aku yang sudah mundur karena telah mengantisipasi hal tersebut pun harus terkena serpihan kaca di bagian betisku yang tak tertutupi helaian kain.

Aku memunguti serpihan kaca yang menempel dan menggores kakiku. Ah. Tidak perlu khawatir. Ini hanya luka kecil yang tidak akan membuatku merasa sakit atau ingin menangis kok. Jangan lupakan kebiasaan buruk yang sedang kuusahakan untuk aku hilangkan ya. Karena kebiasaan itu aku jadi lebih kuat hehe.

Aku sedikit terlonjak kaget ketika pria itu melemparkan kertas-kertas itu ke depan wajah Rayyano. "Malu-maluin! Berani kamu apply ke kantor papa dengan nilai dan pengalaman seperti ini?!" bentaknya. Sementara ekspresi Rayyano masih terlihat tenang memandang pria itu.

Aku menghela nafas. Lagi-lagi perihal nilai dan pekerjaan. Aku muak. Aku baru saja ingin berbalik untuk melangkah menjauh, namun mamaku baru saja datang dengan mengerutkan kening. Ia hampir saja memasuki kamar Rayyano kalau tidak aku tahan. Meskipun kaki mamaku masih mengenakan sepatu yang sepertinya lupa ia lepas karena panik, tetap saja lebih baik mamaku memantau dari luar saja.

Tak mendapatkan jawaban, pria itu melangkah semakin mendekat dan mencengkram kerah Rayyano. Kemudian ia mengangkat tangan untuk menempeleng kepala Rayyano. "Berani kamu memandang saya dengan tatapan songong kamu?! TIDAK PERNAH DIAJARKAN ADAB YA?!"

Tangan mama terlepas dari tanganku. Iya, beliau maju untuk berhadapan dengan pria itu. Sudah pasti akan semakin memanas pertengkaran ini. Lihat saja sekarang mamaku sudah angkat suara. "Kamu apa-apaan sih, Pa? Kenapa harus seperti ini sih ke anak sendiri?" tanya mamaku yang langsung menarik kakak laki-lakiku ke dalam pelukannya.

"KAMU YANG APA-APAAN! Sumber masalah ini semua ada di kamu yang nggak bisa mendidik anak! Anak-anak menjadi manja! Yang satu gamer, yang satu lagi hobi banget pulang malem! ITU KARENA KAMU YANG MANJAIN ANAK-ANAK!" bentak pria yang rambutnya sudah dipenuhi uban itu.

Aku melengkungkan senyum miring. Hahahaha. Sudah kubilang. Prestasiku tuh tidak pernah berguna.

"Anak laki-laki sudah lulus bukan kerja malah game terus! Masa-masa sekolah nilai jelek! Pengalaman apa-apa nggak ada! Saya bilang cari pengalaman segala macem nggak pernah didenger! Sekarang bisa-bisanya apply di kantor saya sampe saya dijadiin bahan omongan!" Pria itu menunjuk-nunjuk Rayyano.

Shadow of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang