20: Explosion

1.1K 183 40
                                    

Aku merasa aneh dengan atmosfer yang tercipta di antara aku dan Jayden saat ini. Benar-benar canggung. Kami seolah meminimalisir percakapan dengan satu sama lain tanpa ada perseteruan. Terasa seperti teman sekelas saja.

"Ribut ya sama Jayden?" tanya Neena ketika duduk di sampingku. "Udah seminggu lebih kalian canggung banget."

Aku menoleh dan menggeleng. "Nggak tuh. Tadi juga masih ngobrol," elakku. Kemudian Winter yang duduk tepat di sampingku menyenggol lenganku.

"Ngobrol sih ngobrol, tapi kayak orang baru kenal," kata Winter.

Neena menyahut, "Nggak berantem juga lagi."

"Lagi males ribut aja sih." Aku menyengir. Sementara mereka bertiga menggeleng. "Win, lo udah oke 'kan?" tanyaku kepada Winter untuk mengalihkan perhatian. Oh, astaga. Tidak seharusnya aku menanyakan ini.

Winter terkekeh. "Gue oke atau nggak, nggak akan mengubah kenyataan dia udah jadi suami orang sih, Ran," kata Winter yang membuat kami terdiam. "Justru lo nih yang masih bisa diusahakan karena Jayden belum jadi suami orang."

Aku tertawa saja. "Nggak ada apa-apa asli," elakku lagi. Sementara mereka menggeleng.

"Keliatan kalian tuh ada apa-apanya, tapi kalau emang nggak mau cerita ya nggak apa-apa, Ran," ucap Winter. Aku hanya bisa tersenyum. Kemudian tanpa sengaja bersitatap dengan Edrea yang memandangku dalam. Seolah ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun berhenti di ujung lidah.

Tiba-tiba saja telepon genggamku berdering. Oh bapak driver yang mengantar pesanan minuman kami sudah sampai di depan kos Edrea. "Gue ambil minum dulu bentar," ucapku. Kemudian aku melangkah keluar kamar Edrea menuju pintu gerbang berwarna hitam.

Setelah mengambil pesanan dan tidak lupa berterima kasih, aku kembali ke kamar Edrea. Sebelum masuk, tentu aku diam dulu mendengarkan percakapan mereka di dalam. Oh, ternyata mereka tidak membicarakan tentang aku. Oleh karena itu, aku lantas masuk ke dalam kamar Edrea.

Aku meletakkan minuman di meja makan kecil yang berada tepat di depan sofa. Kami mengambil minum masing-masing. Lalu mereka bertiga mulai masuk dengan pembicaraan terkait kerja kelompok. Kebetulan bagianku sudah aku kerjakan semalam dan aku akan menunggu mereka selesai mengerjakan bagian mereka, lalu dapat merapikan jurnal tersebut.

Kalau kalian penasaran mengenai Jayden dan diriku, jawabanku akan membuat kalian kecewa. Seperti yang sudah kubilang di awal, atmosfer di antara kami bahkan sangat berbeda. Jayden lebih pendiam, sementara aku pun begitu. Setiap melihat Jayden, aku cenderung akan mengambil arah berlawanan agar tidak bertemu lelaki itu.

Tentu saja tidak mudah menghindari Jayden karena 24 SKS yang kumiliki semester ini pun 22-nya bersama Jayden. Setiap hari dalam satu minggu aku akan bertemu Jayden di kelas. Bahkan di kantin juga kami kerap kali makan bareng apabila teman-temanku makan bareng dengan Jonathan dan Juan.

Sebenarnya, ada satu pesan yang Jayden kirim kepadaku, namun aku tidak pernah ada keberanian untuk membacanya. Aku malu. Aku adalah Ranaya si cupu yang selalu lebih memilih kabur dari masalah. Gengsi dan harga diriku terasa dicabik-cabik oleh diriku sendiri. Terlebih melihat respons Jayden yang menurutku dingin, aku jadi semakin malu.

Aku menghela nafas yang membuat ketiga temanku mengalihkan fokus mereka. Ketiga pasang mata itu menatapku penuh tanya. Aku akhirnya bersuara, "Gue nggak sengaja confess ke Jayden."

Mereka sontak menatapku terkejut. Pun Edrea yang kupikir tahu soal itu. Hanya saja mereka memilih diam tak bersuara, seolah menunggu aku yang menyelesaikan ceritaku. Aku lagi-lagi menghela nafas berat. "Gue 'kan sebelumnya sempet ribut juga sama dia. Ada satu kejadian pas dia sakit dan nyokapnya telepon gue buat rawat dia. Terus yaudah gue denger hal yang nggak harusnya gue denger. Gue buat salah juga ke dia. Akhirnya dia berusaha bicara baik-baik ke gue, tapi jujur sampe sekarang perasaan gue masih campur-aduk. Bingung, marah, dan kecewa juga. Nggak tau deh. Gue bilang ke dia, gue suka sama dia dan gue nggak bisa kalau masih harus deket sama dia. Terus ya udah jadi begini. Dia juga risi karena tau gue suka sama dia sih kayaknya kalau diliat dari gelagat dia."

Shadow of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang