27: The Last Fall

1.9K 167 19
                                    

Kolam renang tampak jernih di tengah cuaca yang sedang terik-teriknya membuat es kelapa muda yang aku dan Edrea beli menjadi begitu nikmat. Winter dan Neena belum sampai karena masih ada kelas. Jadilah aku dan Edrea berdua di kostku, duduk di depan kolam renang dengan meminum es kelapa muda tanpa gula tambahan.

"Gue liat lo jatuh, jadi keinget pertemuan pertama kita deh," ucap Edrea sambil tertawa membayangkan sesuatu. Aku langsung mengingat pertemuan pertamaku dengan Edrea.

"Malu banget sampe sekarang kalau gue inget-inget," kataku sambil menggeleng, menghalau ingatan tersebut masuk ke dalam pikiranku. Malu sekali.

Edrea semakin terbahak-bahak. "Waktu itu gue sama Winter lagi tunggu Neena di kantin, terus gue kaget banget lo tiba-tiba nyusruk sampe es kopi lo tumpah semua. Mana rame banget pada liatin lo. Akhirnya gue sama Winter nolongin lo dan ke kost gue biar lo mandi dan ganti baju," cerita Edrea yang membuatku tertawa juga. Meskipun kejadian itu sangat memalukan karena keadaan kantin sangat ramai dan bahkan banyak orang yang menertawaiku, kejadian itu pula yang memperkenalkan aku dengan teman-teman yang baik ini.

"Gue baru sadar gue jatuh mulu ya," ucapku sambil terkekeh.

Edrea juga menyetujui itu. "Theo juga pernah liat lo jatuh di depan warung ayam geprek di belakang kampus tau, Ran," ungkap Edrea yang membuatku membelalakkan mata.

Aku memang sering jatuh atau hampir terjatuh di depan warung tersebut karena banyak batu-batuan di depannya. Aku tidak menyangka ada orang yang mengingatku jatuh. Memalukan.

"Eh by the way," ujar Edrea. "lo sama Jayden mutusin buat HTS ya?" tanya Edrea yang kemudian meminum es kelapanya.

Aku mengernyit, kemudian mengendikkan bahu. "Temenan aja sih, tapi ya ada rasa. Gue belum bisa lebih dari itu dan Jayden ngertiin," jawabku.

Edrea mengerjapkan mata, lalu ia mengangguk paham. "Bokap ya, Ran?" tanya Edrea yang jelas langsung aku mengerti maksud dari pertanyaan gadis itu. Aku mengangguk. "Sedih ya, Ran. Bokap-bokap kita nyakitin kita tanpa mereka sadar dan yang harus nanggung rasa sakitnya bukan cuma kita aja, tapi ada cowok-cowok baik lain yang jadi disakitin atau dibuat nunggu sampe kita sembuh."

Aku memiringkan kepala menatap Edrea. Tiba-tiba mata Edrea terlihat menggelap, ada kesedihan terpancar di mata gadis itu. Aku menghela nafas ketika menyadari gadis di sebelahku ini sedang tidak baik-baik saja. Aku mengangguk saja dan mengiyakan. Tidak bertanya atau meminta Edrea cerita, namun hanya berusaha memberikan kenyamanan dan ruang bagi Edrea apabila ia mau bercerita.

Edrea menghela nafas. "Hubungan gue dan Theo nggak baik-baik aja. Theo baik banget, tapi gue yang brengsek buat dia, Ran. Gue selalu overthinking kalau dia main sampe di titik di mana gue selalu minta foto dia sama siapa aja. Bahkan gue minta video call kalau lagi di tongkrongan cuma buat mastiin nggak ada cewek di sana. Gue selalu ngehubungin temen-temennya buat nanya kalau Theo beneran nongkrong apa nggak atau ada cewek lain apa nggak. Gue marah terus ke Theo kalau dia jalan sama cewek meskipun untuk keperluan kerja kelompok. Theo berusaha ngertiin bahkan dia sampe berantem sama temennya gara-gara temennya capek harus nanggepin gue yang ngechat dia terus buat nanyain Theo begini atau Theo begitu," cerita Edrea. Aku diam. aku mengerti bagaimana sudut pandang baik Edrea maupun Theo.

Aku sekarang mengerti kenapa Theo belum lama ini mengirim chat kepadaku yang mana ia berpesan agar aku jaga Edrea. Kupikir itu karena dia sudah lulus kuliah, tapi ternyata tidak sesimpel itu.

Edrea mulai menitikkan air mata. "Dua hari lalu, Theo diajak nongkrong sama temen-temennya, tapi ternyata Theo dikenalin sama cewek. Temennya Theo ngefoto mereka pas duduk berdua bareng terus dikirim ke gue. Gue langsung ngamuk. Gue pikir kalau Theo selingkuh. Gue berantem hebat. Theo udah jelasin, tapi gue tetep marah dan bawa-bawa bokap. Theo tersinggung karena gue nyamain dia dengan bokap gue, Ran. Akhirnya Theo yang mutusin gue duluan," ungkap Edrea dengan air mata yang sudah tumpah. Aku hanya bisa memeluk Edrea dan mengelus kepala temanku itu. "Gue baru sadar kalau gue terlalu posesif ke Theo, Ran. Gue mau minta maaf dan ajak balikan, tapi tadi gue liat Theo di kampus udah deket sama cewek itu. Mereka ketawa-ketawa. Gue jadi merasa ... do I really deserve him? Doesn't he deserve someone better than me?"

Shadow of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang