24: Package

1.1K 164 20
                                    

"Naya," sapa seseorang yang baru saja datang dengan penuh senyum ketika melihatku. "Kamu ngapain udah di depan aja? Nunggu aku ya?" tanya lelaki itu.

Canggung. Begitulah situasi yang tercipta ketika Jayden datang ke kostku bersamaan dengan Jeno. Jayden melirik Jeno yang berdiri di sampingnya membawa tentengan berupa makanan. Aku tidak mengira Jayden akan datang lagi setelah tadi pagi dia sudah datang untuk mengantarkanku sarapan.

Oh, aku sudah kembali ke kost satu minggu yang lalu. Tidak banyak yang berubah, selain Jayden yang terlalu sering mengunjungiku hanya untuk mengantar makanan. Aku juga belum beranj untuk memulai percakapan dengan lelaki itu.

Aku memainkan kukuku. Kenapa aku merasa ketahuan selingkuh begini sih? Ada-ada saja. Aku menatap Jeno dan menjawab, "Temenku dateng, bukan nungguin kamu."

Entahlah aku jadi canggung berbahasa aku-kamu dengan Jeno. Padahal biasanya juga begitu, nanun kehadiran Jayden yang menatap kami dengan tatapan yang tajam itu membuatku merasa canggung sekali.

"Ah, sorry, gue cuma mau kasih makanan aja," ucap Jayden dengan senyum yang tidak dapat kuartikan sambil memberikan satu plastik yang berisikan makanan. Lelaki itu menatap Jeno dengan pandangan yang lagi-lagi tak dapat aku pahami.

Aku menerima plastik itu dan berkata, "Thank you ya, Jay."

Jeno hanya tersenyum ramah kepada Jayden dan bergantian menatapku bingung tanpa menghilangkan senyum. Ia tampak bertanya melalui mata, seperti bertanya apakah lelaki yang berdiri di sebelahnya adalah Jayden yang ia tahu. Aku hanya melempar kode dengan kedipan mata sedikit lama tanda aku mengiyakan.

Jayden menghela nafas pelan sebelum dia pamit. Kemudian entah kenapa Jeno menyapa Jayden dengan sok akrab. "Jayden ya?" tanya Jeno.

Jayden berhenti dan membalikkan badan. Ia menatap Jeno lalu mengangguk. "Kok tau?" tanya lelaki itu.

Aku menelan saliva. Takut-takut Jeno berkata macam-macam. Walaupun aku tahu sih lelaki itu bukan tipe yang tidak bisa menjaga rahasia.

Jeno tersenyum dan mengulurkan tangan. "Gue Jeno. Gue temenan sama Juan juga," ucap lelaki itu. "Dia sering nyebut nama lo sama Jonathan gitulah kalau alesan nggak mau ikut ngegame."

Jayden mengernyit, lalu mengangguk dan menyambut uluran tangan tersebut. "Jayden. Sejak kapan kenal Juan?" tanya Jayden.

Jeno melepas jabat tangan tersebut, kemudian ia menjawab, "Beberapa bulan yang lalu gitu deh. Dikenalin sama si Ranaya. Sering PUBG bareng sama Ranaya dan temen gue yang namanya Jaemin juga. Jadi cepet akrab."

Aku membelalakkan mataku mendengar hal tersebut. Aduh, Jeno ... itu 'kan salah satu rahasiaku dari Jayden. Maksudku ..., Jeno tidak tahu sih, hanya Juan yang tahu.

Malam itu, aku sedang penat dengan segala tugasku. Maka dari itu ketika Jeno dan Juan mengajak untuk main PUBG aku mengiyakan. Aku memang cukup sering main game tersebut dengan mereka. Paling tidak seminggu tiga kali. Aku ini cukup sering membunuh lawan dan membuat tim kami bisa makan ayam alias menang.

Lalu malam itu aku melihat nama Jayden muncul sebagai salah satu pemain. Langsung saja aku keluar dari game dan menelepon Juan.

"Lo kenapa ajak Jayden, Ju?" tanyaku dengan nada tak terima.

"Eh? Kenapa, Ran?"

Aku berdecak kesal. "Gue capek Jayden selalu banding-bandingin sama Edrea. Perkara gue main Homescapes nggak pake mikir aja dia bandingin sama Edrea yang main Homescapes pake mikir. Kalau Jay tau gue main PUBG nanti gue dibandingin lagi sama Edrea secara Edrea juga pro main PUBG. Gue males, Ju."

Shadow of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang