Tatapan

123 27 2
                                    

Hay pren i'm come back!!

Absen kuy, kamu askot mana?

Bantu promosi ke temen-temen kalian, ya! Biar makin rame, biar aku juga makin semangat up nya.

*****

"DEAN! KEMBALIIN HP GUE!" teriak Bulan menggelegar ke penjuru kelas. Bahkan si Fathan yang tidurnya seperti orang mati pun ikut terkejut.

"Lima menit lagi deh, janji." Dean mengacungkan dua jarinya.

"Nggak! Nggak bisa, lo jadi cowok modal diki kek, Motor pinjem, jajan ngutang, sekarang nyolong hotspot lagi. Katanya doang sultan, pantesan Bu Erin ngatain lo gembel, " kata Bulan mencoba merebut ponselnya.

"Diem kek, gue beli juga mulut lo." Dean menangkis tangan Bulan.

"Halah, sok-sokan mau beli mulut gue. Beli kuota aja nggak sanggup." Bulan semakin ngotot.

"Gue donatur terbesar di sekolah ini kalau lo lupa."

"Nggak nanya, Buruan balikin!"

Mereka sedang berebut ponsel milik Bulan. Dean sebenarnya terlahir di keluarga yang berada, tetapi bukan berarti dia suka menghamburkan uang. Bahkan untuk hal sepele saja tidak mau keluar biaya. Prinsip hidupnya 'kalau ada yang gratis, kenapa harus bayar' saking seringnya minta hotspot dia samapi dijuluki pengabdi tethering oleh teman-temannya.

"Duh, bentar lagi elah. Ntar cewek gue ngambek kalo gue jawab lewat satu menit."

"Bodoamat, cewek lo kan banyak. Buruan siniin, atau gue penggal leher lo," ancam Bulan.

Aksi tarik-menarik pun terjadi. "Jurus yamate kudasi, ara-ara kimoci. Kaburr!" Dean melarikan diri setelah berhasil mempertahankan ponsel milik Bulan.

Dean berlari mengitari kelas, lapangan basket dan terakhir di taman sekolah. Namun Bulan masih tetap mengejarnya. Karena kehabisan ide, Dean sampai memanjat sebuah pohon mangga di hadapannya.

"AYAN, TURUN! KUOTA GUE HABIS NTAR," teriak Bulan dari bawah. Dia terlalu kesal dengan lelaki itu sampai mengubah nama panggilannya.

"Elah, pelit amat sih lo. Inget pelit-pelit otaknya sempit."

"Itu kuburan sempit, bege."

"Emang o mau dikubur sekarang? Enggak kan?"

"Banyak omong ya lo, gue lempar batu, mampus lo."

Bulan kehabisan kesabaran, dia mengambil sebuah batu lalu melemparkan ke arah Dean. Saking kesalnya dengan lelaki itu Bulan mengumpulkan segenggam kerikil dan melemparkannya sekaligus.

"Ampun-ampun," kerikil tadi mengenai badan Dean.

"Omjiee! Bulan, lo ngapain? Nyolong mangga? Heh ini masih pagi, lo dah kriminalitas aja." Tessa datang dengan gaya centilnya. Dan bisa-bisanya dia menuduh Bulan maling.

"Mana ada! Justru niat gue itu baik, gue mau nangkep monyet," jawab Bulan.

"Ih, masa sih sekolah kita ada monyet?"

Tessa mendongak. Memastikan monyet itu benar-benar ada. Kan tidak lucu bila hewan tersebut tiba-tiba turun dan mengejarnya. Namun yang Tessa lihat bukanlah monyet, melainkan Dean. Seketika Tessa tertawa.

"Pfftt, Dean lo lagi cosplay jadi monyet sekarang? Dah capek ya jadi manusia dibully mulu?"

"Nggak ya, ini tuh gegara nenek Tapasya," sahut Dean dari atas pohon. Bulan dijuluki nenek Tapasya karena galaknya melebihi tokoh antagonis di cerita sinetron dari India yang sampai sekarang masih booming di Indonesia, terutama di kalangan ibu-ibu.

Rembulan untuk AltairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang