Wasiat Kakek

64 12 0
                                    

Hai prend, aimkombek!!

Are you ready?

。◕‿◕。


Tepat satu Minggu Bulan merawat Alta. Semua berjalan baik-baik saja. Bahkan mereka sudah terbiasa dengan kehadiran masing-masing, mengingat keduanya tak pernah akur sebelumnya.

Kondisi Alta juga kian membaik meskipun masih kesulitan untuk berjalan. Mungkin sebentar lagi semua akan kembali normal. Dan tugas Bulan untuk menjaga Alta pun berakhir.

Mata Bulan terfokus pada pemandangan di depannya. Dibalik sebuah kaca, terpampang sosok lelaki yang memegang tangan seorang wanita. Genggamannya begitu erat seakan besok tidak ada hari lagi. Sudah dapat ditebak tempat ini adalah rumah sakit dan Alta sedang menjenguk mamanya.

Sebenarnya tujuan awal mereka datang kemari untuk mengganti perban pada kaki Alta. Namun, tiba-tiba lelaki itu merindukan mamanya. Semenjak cidera dia sudah lama tak mengunjungi wanita yang terbaring koma itu.

Terkadang Alta membuat Bulan merasa iba. Dari luar, lelaki itu tampak biasa saja. Bahkan bisa dikatakan beruntung, karena apa yang dimilikinya. Terlahir tampan, pintar dan berasal dari keluarga terhormat. Namun, siapa sangka selama ini dia menyimpan dukanya sendiri. Benar kata Jazz, Alta hanya lelaki yang kesepian.

"Udah?" tanya Bulan saat Alta keluar dari ruangan itu. Namun, seperti biasa lelaki itu tak menyahut sama sekali.

Bulan membantu Alta berjalan dengan menggandeng lengannya. Sang empu menatapnya tak suka, tetapi juga tidak menolak.

Sekarang mereka berpindah di taman rumah sakit. Duduk dengan berjarak pojok kanan dan pojok kiri. Bulan mencoba mencairkan suasana dengan bertanya, "Kalau boleh tau, nyokap lo kenapa bisa koma?"

"Kepo lo, kayak Dora," jawab Alta.

"Bisa bercanda juga ternyata," kekeh Bulan tak menyangka dengan jawaban yang dilontarkan Alta.

"Lo pasti kangen berat, sama nyokap lo?" tanya Bulan lagi.

"Sekali lagi lo nanya-nanya, gue sumpel mulut lo pakai kerikil."

"Nah, gitu dong! Kalau ditanya itu jawab, jangan cuman melengos nggak jelas!"

Alta meliriknya malas, menyadari bahwa sedari tadi gadis itu hanya memancingnya untuk bicara. Dia membalas dengan nada ketus "Kenapa nggak lo aja yang diam?"

Orang-orang selalu memaksa si pendiam untuk banyak berbicara. Memang apa salahnya? sesulit itu kah menerima kepribadian orang lain? Padahal katanya diam itu emas.

Alta berdiri dari tempat duduknya, lalu berjalan menjauhi Bulan. Gadis itu ikut berdiri dan memanggil, "Kak Alta, mau kemana?"

"Pulang."

Bulan berlari ke arah Alta, tangannya meraih tangan lelaki itu untuk digandeng. Tanpa disadari keduanya, kedekatan antar mereka mulai terjalin. Mereka yang awalnya saling membenci.

。◕‿◕。

Disibukkan dengan kegiatan organisasi serta harus memantau Alta setiap harinya membuat Bulan melupakan tujuan awalnya berada disini. Bahkan gadis itu sudah lupa sepenuhnya.

Dulu Bulan mau merawat Alta karena dia ingin tau kelemahan lelaki itu supaya tunduk padanya. Sekarang malah menjadi rutinitasnya. Rasa bersalah telah mengubahnya. Alta sendirian di rumah sebesar itu, kakinya juga sakit dan mamanya koma. Meskipun dia memiliki pembantu, tetapi tetap saja rasanya berbeda.

Bulan mengulurkan tangannya, "Ayo sini gue bantu!"

Lelaki yang berlatih berjalan dengan berpegangan pada tembok itu menepis tangannya, "Gue bisa sendiri."

Rembulan untuk AltairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang