Kilas balik

136 27 3
                                    

Hay, prend I'm come back!!

Gimana-gimana? Masih lanjut nggak?

Kalian komen dong! Satu kalimat aja lah, kalo nggak satu kata. Satu huruf deh penawaran terakhir🙂

"Hal yang paling aku takuti dari sebuah mimpi adalah ketika aku terbangun dan kehilangan semuanya"

~Rembulan untuk Altair~


*****

Dalam posisi sedekat itu, Bulan dapat merasakan deru nafas berbau mint milik Alta. Butuh waktu beberapa saat untuk memutuskan kontak mata dengannya.

Gadis itu mendorong pelan tubuh Alta. Tangannya dilipat didepan dada, sudah menjadi kebiasaan jika dia marah akan melakukan itu.

"Asal lo tau ya, kak Alta. Kalau aja lo nggak ngulah, gue juga ogah ngikutin lo," kata gadis berambut ponytali itu.

"Apa urusannya sama lo?" ketusnya.

"YA KARENA, SEMUA MASALAH YANG LO BUAT. GUE SELALU TERLIBAT," Bulan berteriak tepat di wajah cowok itu.

"SETIAP KALI LO NGULAH, GUE SELALU DISALAHIN,"dia menunjuk dirinya sendiri.

"Apa perduli gue?" katanya enteng.

Bulan merendahkan suaranya. " Kapsek nitipin lo ke gue, guru BK udah angkat tangan dan semua murid nyalahin gue. Katanya gue nggak becus jadi ketos. Padahal baru jalan dua bulan gue pegang jabatan ini." Dia berkaca-kaca, meluapkan isi hatinya yang dia simpan sendiri. Setiap kali dia marah hingga lelah, dia akan menangis.

"Lo nggak pernah lihat itu kan? Lo itu batu! Nggak punya otak, nggak punya hati. Diem mulu, sekalinya gerak bisanya nyakitin. Dasar! Manusia kurang didikan orang tua."

Alta menarik kerah kemeja gadis itu. Dia paling sensitif mengenai kata orang tua. "Apa lo bilang tadi?"  cowok itu merebut satu cup kopi yang dibawa seseorang yang lewat lalu menyiramkannya tepat di kepala Bulan. Kejadiannya sangat cepat, gadis itu belum sempat menghindar. Sementara pemilik kopi tadi hanya diam mematung.

Padahal kopi itu masih dalam keadaan panas. Bisa dibayangkan apa yang dirasakan Bulan? Alta memang sangat kurang ajar. Bahkan pernah dia hampir menabrak lelaki buta. Namun dia tidak mau disalahkan. Katanya salah lelaki itu karena tidak melihat-lihat sekitar ketika hendak menyebrang.

Runtuh sudah dinding pertahanan yang Bulan bangun. Dia menangis sejadi-jadinya di tempat itu. Sakitnya tak seberapa, tetapi malunya luar biasa. Di sini masih tempat umum, tentu banyak manusia yang menyaksikannya.

"Lo, kurang didikan orang tua," tegasnya sekali lagi.

Jangan harap menyakitkan Bulan semudah itu! Dia tidak akan diam saja. Ditariknya rambut pirang Alta sekencang mungkin. Cewek itu paling tidak suka penindasan. Meski dalam segi manapun dia pasti akan kalah dengan manusia dihadapannya. Setidaknya Bulan masih bisa membalas perbuatannya.

Alta tak mau kalah juga, dia ikut menarik rambut Bulan. Aksinya itu membuat beberapa orang menghampiri mereka berdua. Mencoba melerai mereka berdua.

"Sabar dek, kalau ada masalah sama pacarnya dibicarakan baik-baik, jangan pakai kekerasan!" kata salah satu dari mereka.

Tunggu! Apa tadi katanya? Pacar? Demi apapun, Bulan tidak akan sudi menjadi kekasih cowok gila ini.

****

Seorang remaja dengan membawa sebuah mendali berjalan ke arah ibunya. Senyum tercetak jelas di wajah tampannya. Tanpa ia sadari ada sebuah pot bunga melayang di atas kepalanya.

Rembulan untuk AltairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang