Seorang anak laki-aki duduk saling berhadapan dengan pria dewasa berbaju orange. Lima menit berlalu, namun keduanya hanya bungkam tanpa ada yang sudi membuka suara. Hingga tak lama seorang petugas datang, setidaknya itulah suara pertama yang terdengar.
"Waktu besuk sudah habis. Pak Marsel, mari ikut saya."
Marsel melirik petugas lapas, lalu beralih pada anak laki-laki yang tak lain adalah Devanka.
"Maafkan om,"
"Om benar-benar menyesal, Devanka." tutur Marsel dengan berlinang air mata, tapi lawan bicaranya justru diam tak bergeming.
Marsel tersenyum pedih, sebulan sudah ia mendekam dibalik jeruji besi dan ini kali pertama Devanka sudi untuk menjenguknya. Ada sebongkah rasa bahagia, bercampur sedih dan penyesalan ketika anaknya itu hanya bungkam seribu bahasa.
"Devanka pasti nggak sudi ya punya papah seperti om?"
Marsel terkekeh hambar "Nggak papa kok kalo Devanka nggak mau mengakui om, tapi terima kasih karena mau datang."
"Dan... maaf untuk segalanya,"
Perkataan beruntun Marsel menarik atensi Devanka, kepalanya terangkat dan pandangan pertamanya jatuh pada Marsel yang hendak dibawa kembali kedalam lapas.
"Papah!"
Deg
Derap langkah Marsel terhenti, tubuhnya serasa kaku bahkan untuk menoleh saja rasanya sangat sulit. Pria itu hanya diam, takut jika telinganya berkhianat. Tapi Marsel bahagia, dia bahagia jika memang indra pendengarannya berkhianat.
"Pak, bisa tolong beri kami 3 menit lagi untuk bicara?" tanya Devanka memohon.
"Tapi..."
"Please, cuma tiga menit pak. Devanka janji,"
Petugas mengangguk pasrah "Baiklah. Pak Marsel saya beri anda waktu tiga menit lagi,"
"Terima kasih."
Kembali terjadi keheningan, Marsel takut untuk menoleh. Sedangkan Devanka berupaya mengumpulkan segala keberaniannya, serta mengesampingkan segala perilaku buruk Marsel.
"Tadi, Devanka manggil om..."
"Papah,"
Deg
Lagi. Jantung Marsel serasa berdetak kencang, kristal bening yang mengisi pelupuk matanya sudah meleleh tak bersisa. Pria itu berbalik, lalu memeluk tubuh Devanka sambil terisak.
"Terima kasih, hiks."
Devanka menggeleng "Devan tau papah salah, semua orang pernah berbuat kesalahan."
"Sebenarnya Devanka sulit memaafkan papah Marsel. Namun ajaran papah Devan terlalu sulit untuk dilawan, meski sebanyak apapun luka yang papah Marsel kasih sama kami."
"Maaf, hiks... maafkan papah, Devanka. Maafkan papah karena sudah menyakiti kalian, bahkan menyia-nyiakan kamu dan Renata. Hiks,"
"Papah tenang aja, meski sulit Devanka berusaha memaafkan papah kok. Lagi pula posisi papah Devan dan papah Marsel kan sama,"
"Papah Devan yang selalu mengurus Devanka, sedangkan papah Marsel?"
Marsel merasakan sesak didadanya, kalimat tanya Devanka membuat hatinya serasa ditikam belati penyesalan.
"Tanpa papah Marsel, Devanka nggak akan pernah ada."
Devanka membalas pelukan Marsel tak kalah erat, air matanya jatuh merembes diatas baju tahanan Marsel.

KAMU SEDANG MEMBACA
RENATA (END)
General Fiction❗GANTI JUDUL ❗ Perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, tak heran mereka sering menjadi target kejahatan yang dilayangkan orang-orang tak bertanggung jawab. Tak terkecuali dengan Rania Mahendra, gadis 17 tahun yang harusnya hidup dalam selimu...