21. Kencan

29.4K 1.8K 29
                                    

21. Kencan

"Cu—cu!"

Wajahku pias. Kalau Arga ngomong soal cucu itu berarti kami harus...

"Ibadah loh, Ai!" seringainya kembali muncul. Aku berdecih. Modus!

Tapi emang bener juga sih. Ibadah! Tapi kan...

"Udah ah jangan dipikirin! Aku bercanda. Aku tahu kamu butuh proses." Gelak Arga yang membuatku merengut seketika. Tidak tahukah dia rasanya jantungku mau copot gara- gara kata- katanya. Intensitas hubungan kami memang kian dekat. Arga malah beberapa kali menciumku, tapi untuk menuju ke hubungan suami istri yang sesungguhnya kok aku belum rela.

Perasaanku aja masih sepihak...

"Jalan- jalan yuk!"

Aku mengernyit. "Jalan- jalan?"

Arga mengangguk. "Mumpung weekend,"

"Males ah, macet." jawabku enggan.

"Naek motor kalau gitu,"

"Mo-tor?"

Arga kembali mengangguk. "Kenapa? Nggak pernah naik motor ya?"

"Sering." sahutku cepat. "Cuma...,"

"Cuma apa?"

Aku membuang napas pendek. Di garasi rumah ada sebuah motor sport yang tak pernah digunakan Arga. Jarang tepatnya, karena aku pernah melihatnya beberapa kali keluar menggunakan motor tersebut. Sejujurnya aku tak terlalu menyukai bentuk motor seperti itu. Di bagian belakangnya agak menungging itu yang jadi masalah. Tak nyaman.

"Ayo, ah! Nggak ada penolakan."

Aku manyun. Arga ya Arga. Tetap aja dictator nomor wahid. Ia bahkan menarikku mengikutinya.

"Ga, malas tahu." Aku menggerutu. "Lagian yang benar aja masa pergi pake baju rumahan gini." Protesku lagi.

"Ya udah sana! Aku tunggu di depan. Nggak boleh lama- lama. Makin siang makin panas. Kan kamu juga yang susah nanti."

Astaga! Aku menepuk jidat. Arga bagaimana bisa demikian bawel sih! Pribadi Arga itu benar- benar beda. Di satu waktu menyenangkan, di lain waktu menyebalkan bukan main.

"Aina! malah bengong!"

"Emang harus ya pergi?"

Arga mengerut. "Panas. Macet. Enakan di...,"

"Ganti baju, Aina!"

Aku manyun. Tak lama berbalik menuju kamar. Melihat ekspresi wajahnya yang mengeras, lebih baik dituruti permintaannya kan?

"Lama deh!"

Aku merengut. Ini sudah rekor tercepat aku berganti baju. Aku hanya mengganti bajuku dengan blouse maroon panjang dengan aksen polos serta mengenakan jeans sebagai bawahan. Simpel. Tak banyak gaya, karena aku tahu Arga sudah tak sabar.

"Jaket kamu mana?"

"Hah?"

"Kok hah sih?" Arga menggeram gusar.

"Emang seriusan naik motor?" tanyaku sembari menggigit bibir bawah ragu.

"Ck, kan kamu yang bilang malas macet, Ai!" Arga menggerutu. Tak lama ia berbalik masuk kembali ke dalam rumah. Meninggalkan aku yang melongo bingung karena sikapnya.

Ini orang kenapa sih ya?

"Nih pakai!"

Arga kembali dengan membawakan jaket untukku. Tak sampai di situ, ia membantuku mengenakannya lalu melanjutkan dengan memasangkan helm. Wajahnya memang terlihat gusar, berbanding terbalik dengan perlakuannya padaku. Manis.

Senandung Cinta AinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang