6. Pindah Rumah

30.6K 1.7K 20
                                    

6. Pindah Rumah

"Pindah?"

Gerakan tanganku yang sedang menyisir rambut pun terhenti seketika. Aku memutar tubuh sembari menautkan kedua alis.

Pindah?

Kemana?

Aku menatap Arga lekat- lekat. Alih- alih menjelaskan Arga justru menunjukkan seringaian yang membuat bulu kudukku meremang. Jangan- jangan...

"Supaya kita lebih bebas, Sayang!"

Aku melotot horror. Sudah kuduga. Isi otaknya tak jauh- jauh dari aktivitas yang sangat kuhindari. Ya Tuhan, aku gadis yang memiliki prinsip hanya menyerahkan harta berhargaku pada lelaki yang kucintai dalam hubungan halal baik hukum dan agama.

Halal?

Eh? Arga kan suamiku. Jelas dia...

"What do you think, Honey?" Arga tersenyum miring, "Ehm, biar kutebak kamu sedang berpikir lingerie warna apa untuk memikatku kan? Astaga, Sayang. Aku tak masalah kau memakai warna apapun, karena yang terpent...Aw!"

Refleks aku melempar sisir yang berada di tanganku ke arahnya dan... Gotcha! Tepat sekali mengenai dahinya membuatnya mengaduh kemudian. Aku mencibir, rasakan!

"Sakit, Ai!" Ia mengusap dahinya yang memerah.

"Makanya jaga tuh mulut sama pikiran!" ujarku galak.

Arga terbahak, "Kan pengantin baru kita, Honey! Nggak ada salahnya dong." Matanya mengedip sebelah kepadaku, "Biar segel kamu resmi bisa aku buka."

Aku mendelik. Duh, itu mulut!

"Bisa nggak sih isi otak kamu diperbaiki dulu," Sepertinya berbicara dengan Arga akan menaikkan tekanan darahku lebih cepat.

Argh...

"Loh, aku si bujangan tampan nomor satu di Indonesia. Siapa yang menolakku, Sayang,"

Aku terbelalak. Bujangan tanpan nomor satu katanya? Cih, aku mendesis gusar memandangnya. Mesum, narsis. Kombinasi yang amat menyebalkan!

"Sok pede,"

"Loh benar kan aku tampan?" seringainya kembali muncul. Aku bergidik.

"TERSERAHLAH!" kataku menyerah. Arga tertawa. Aku kembali memutar tubuh menghadap cermin, memperhatikan riasanku sejenak sebelum akhirnya bangkit dan melangkah menuju pintu. Mengabaikan Arga yang masih saja tertawa kecil.

Ke laut saja sana kamu, Ga!

***

"Duh, Ibu lagi Ibu lagi!" Suara menggerutu menyambutku tepat saat berada di depan meja resepsionis. Pagi ini memang aku sudah berada di kantor Arga. Sudah kubilang, aku akan kembali. Takkan kubiarkan dia lolos. Enak saja, Mahira sudah sengsara karenanya.

"Dimana- mana tuan rumah itu sopan kalau ada tamu, " dengusku kesal.

Siska, nama resepsionis itu masih kuingat. Dia mendelik matapku. "Itu kalau tamunya sopan!"

Aku balas melotot. Ini cewek nggak ada manis- manisnya sih! Sialan...

"Heh, Mbak. Aku datang baik- baik ya jadi tolong perlakukan saya juga baik- baik. Atau anda mau citra perusahaan buruk kalau perilaku sepihak anda."

Gertakanku sepertinya sedikit berhasil. Siska terdiam. Dia hanya menatapku dengan wajah bertekuk. "Jadi bisa ada yang bisa saya bantu, Ibu?"

Senandung Cinta AinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang