14. Miliknya?

29.2K 1.8K 23
                                    

14. Miliknya?

"Wey Ai, bengong mulu!"

Aku terkesiap kaget. Gita muncul di depan mejaku dengan wajah cengar- cengir. Aku pun mendengus gusar. "Apaan sih, Git? Bikin kaget aja!"

Gita mencibir lalu menarik kursi yang ada di depan mejaku dan menghempaskan tubuhnya dengan cepat, "Lo tuh yang kenapa? Gawe dari tadi ngelamun mulu sih!"

Keningku mengerut sesaat, namun tak lama aku mengendikkan bahu untuk terlihat acuh.

Please ya, ini masalah pribadiku! Tak elok rasanya membongkar urusan rumah tangga pada Gita sekalipun. Meski berat, biar kupikirkan sendiri, kataku dalam hati.

"Haloo! Hoi, Aina!" Tangan Gita melambai- lambai di depan wajahku. Aku meringis, "Tuh kan ngelamun lagi," ujar Gita dengan raut cemberut.

Aku terkekeh tetapi tetap tak berkeinginan menjawab pertanyaannya.

"Ada masalah?" tanya Gita kembali. Alisnya bertaut dengan wajah sedikit condong ke hadapanku. Antara perhatian dan penasaran beda tipis ternyata!

Aku pun memilih mendekatkan wajahku lagi membuat aku dan Gita nyaris tanpa jarak, "Mau tau aja atau mau tau banget?" kerlingku jahil. Kalimat menjengkelkan yang pernah kulihat di sebuah iklan TV ini pasti mampu membuat wajah Gita makin bertekuk.

"Ah lo mah! orang serius malah diajak bercanda," Gita berdecak sebal sembari menarik mundur tubuhnya, bersandar pada kepala kursi.

Aku terkikik geli melihat ekspresi wajah frustasinya lalu menggelengkan kepala.

"Lagian lo heboh amat sih ya? Gue nggak papa kok. Masalah- masalah sedikit dalam hidup itu wajar kali, Git!"

"Ish lo ini, kelihatan banget sih bohongnya!"

Aku meringis kemudian mengangkat bahu. Tak peduli sekeras apa Gita berusaha memaksaku berbicara, aku takkan pernah membuka masalah rumah tanggaku dengan orang lain. Apalagi ini mengaitkan Mahira. Aku tak mau orang berpikir buruk dengannya atau dengan diriku sendiri.

Seruwet apapun pasti akan ada solusi kan?

"Tuh kan ngelamun lagi!"

Aku tersenyum kecut, "Sorry, Git!"

"Ok! Ok! Gue ngerti, " tukas Gita dengan tangan terangkat ke atas, "Lo yakin bisa menyelesaikan masalah lo sendiri. It's Ok. Gue nggak akan maksa. Ada waktu dimana kita berpikir semua akan bisa terselesaikan sendiri,"

"Well, yang pasti lo harus ingat Ai, kapanpun dimanapun lo butuh bantuan, gue siap kok," sambung Gita yang sejenak membuatku ternganga.

"Lo kerasukan apa hari ini, Git?"

Dahi Gita berkerut, "Kerasukan? Maksud lo?"

"Tumben omongan lo benar gitu,"

"Sialan lo, Ai!" Aku tergelak melihat ekspresi wajah Gita yang kembali manyun. "Nggak asik ah lo!"

Tawaku makin lebar. "Aish, gampang amat lo ngambek, Git. Kenapa? PMS ya?" godaku di sela tawa, "Tapi thanks ya, Git!"

Wajah Gita kembali berubah. Senyum lebar menghias di bibirnya. Aku menggeleng geli.

"Makan yuk! Lapar gue," ajakku kemudian.

"Gue lagi diet, Ai!"

Aku mengerut bingung, "Diet?" Gita mengangguk. Kerutanku bertambah. Gita itu doyan makan, jadi kalau dia diet agak sedikit jangg...

Tak lama aku tersenyum saat tanpa sengaja melirik calendar di atas meja kerjaku. Hem akhir bulan?

"Kalau gue traktir, diet lo bisa..."

Senandung Cinta AinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang