2. Wife?

40.1K 2K 21
                                        


Mataku memandang lekat sosok di depan cermin. Sosok seorang gadis dalam balutan kebaya putih yang pas membalut tubuh kurusnya. Rambutnya digelung sederhana, menyisakan beberapa helai menjuntai di sisi telinga. Wajahnya pun terias natural. Tidak menor. Benar- benar penampilan yang cantik.

Seharusnya.

Kuhela napas panjang. Sosok di depan cermin tak lain tak bukan diriku sendiri. Yapp, the girl is me. Kamila Aina.

Aina yang malang dan tiga hari yang luar biasa menakjubkan. Dalam kurun waktu tiga hari sudah menjadikanku seperti ini?

Tiga hari??

Argh, desahku frustasi. Apa sih yang kupikirkan hingga mengiyakan keputusan tersebut. Bodoh! Bodoh! Aina tolol!

Tiba- tiba terdengar bunyi pintu terbuka. Refleks aku berbalik dan mengarahkan pandangan ke depan pintu kamar. Di sana tampak berdiri menjulang, sosok pria dalam balutan jas hitam yang pas melekat di tubuhnya. Tubuhnya cukup tinggi dengan bentuk badan yang porporsional. Tidak kurus dan juga tidak gemuk. Terasa pas dengan baju yang dikenakannya. Rahangnya terlihat kokoh, ditunjang pula hidung yang mancung serta kedua alis berwarna hitam sempurna. Tanpa cela. Benar- benar menggoda iman.

Langkah panjangnya kini menghampiriku dengan mata yang mengarah tajam. Aku berjengit. Alarm tanda bahaya berbunyi di otakku dan tepat saat ia berada di hadapanku, senyum mengembang di bibirnya.

Senyum?

Sepertinya mataku salah lihat. Ia lebih tepat disebut menyeringai.

"Hello, my lovely my wife,"

Aku mendengus sebal. Tersadar akan sesuatu. Sungguh bukan ini cerita yang kuharap dalam hidup.

"Nggak usah sok manis," jawabku ketus.

Ia tertawa keras. "Hey baby, kamu kan yang mau? And now, kamu berhasil!"

Sindiran telak.

Kugeleng kepala perlahan. Bukan, bukan scenario seperti ini yang kususun dalam hidup. Menikah? Iya! Tapi bukan dengan dirinya.

"LALU MAU KAMU APA, KAMILA AINA? OH TUHAN, BAHKAN NAMA LENGKAPMU SAJA BARU KUKETAHUI PAGI TADI?"

Aku bergidik. Wajahnya memerah. Kilat matanya menatapku tajam. Pun dalam amarahnya ia masih terlihat sexy. Ya Tuhan apa yang kupikirkan, rutukku dalam hati.

Hentikan pemikiran anehmu, Ai!

Ia melangkah mendekat lalu merapat. Dari sorot matanya kutahu ia memendam emosi padaku. Kurasa ia ingin membunuhku. Segera aku berdiri, tidak aku tidak boleh kalah. Harga diriku terlalu tinggi untuk diperlakukan secara tak hormat.

Kami berhadapan. Tapi sayang ia terlalu tinggi, aku hanya sedagunya. Tapi tak apa, memang hanya dia yang bisa menunjukkan kemarahan, aku pun bisa marah. Dia frustasi? Aku juga. Bahkan kurasa sudah sampai tahap stress.

"Apa yang kamu inginkan sebenarnya, HAH? Uang, Perhiasan, mobil atau apa. Cih, apakah ini hasil didikan orang tuamu?"

Plakkk

Refleks, kutampar dia. Tak terima untuk semua tuduhannya. Lelaki sialan! Kurang ajar!

"KAUUU...."

Ia mengusap pipi kirinya yang terlihat memerah. Matanya terlihat semakin tajam. Aku bergidik. Ups, apakah aku melakukannya sekuat tenaga.

"TUAN ARGANTA YUDHA YANG TERHORMAT JANGAN PERNAH MENGHINA SAYA ATAUPUN KEDUA ORANG TUA SAYA."

Senandung Cinta AinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang