Epilog

43.1K 2K 95
                                    

EPILOG

"I love you, Ai!"

Aku tersenyum simpul lalu mengernyit dan menggerakkan jemari seakan menghitung sesuatu. Kontan gerakanku mengundang dengusan Arga.

"Nyindir?"

Aku tergelak, "Ngambek ni yee!"

Arga mengusap puncak kepalaku lembut lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku, "Nggak boleh?"

"Yakin bisa marah sama aku?" balasku menantang.

Arga tersenyum. Ia semakin mendekatkan wajahnya, membuat hidung kami bersentuhan. "Hmm, kayaknya yakin banget aku nggak bisa marah sama kamu, Ai?"

Kusunggingkan senyuman untuk semakin menggodanya, "Yakin dong!" Kataku bangga. "Sangat- sangat yakin malah!"

"Kamu tuh ya!" Dengan gemas Arga mencubit hidungku membuatku merengut. "So, berapa kali?"

Kugelengkan kepala. "Lupa. Nggak kehitung kayaknya," seringaiku lebar.

Arga tertawa. "Kalau gitu aku udah bisa disebut suami romantis dong."

"Sering mengucapkan kata cinta, belum bisa juga dibilang suami romantis, Ga." Cibirku kemudian. Sejak pernyataan cinta di depan temannya dulu, Arga memang tak lagi canggung mengucapkan kata itu. Lebih obral malah, hingga membuatku sering menggodanya.

Sepertinya lebih banyak pernyataan cintanya daripada aku.

"Tapi suami siaga kan?"

Aku tergelak. Arga ngotot. Tapi baiklah, menyenangkan suami itu pahala. Aku pun menganggukkan kepala. Lagipula Arga memang suami yang bisa diandalkan. Kapanpun dimanapun.

Tiba-tiba kurasakan sebuah kecupan di keningku lembut. Dengan perlahan Arga mengecup punggung tanganku dengan lembut. "Makasih ya, Yang. "

"Untuk?"

"Untuk semua kebahagiaan ini." senyumnya merekah. Diciuminya kembali punggung tanganku.

"Aku pernah bilangkan nggak pernah menyesal dengan pernikahan ini?" ujarnya yang kujawab dengan anggukan. "Dan aku benar-benar tak pernah menyesal. Aku justru bersyukur karena kejadian itu, kamu jadi istriku."

Aku diam. Kutatap Arga lekat-lekat lalu tersenyum. "Memang cara pertemuan kita aneh,"

"Aneh. Tapi seru kan? Jadi cerita menarik."

Aku tergelak. "Tapi ngomong-ngomong kamu belum pernah bilang sejak kapan cinta sama aku,"

Bahu Arga mengedik. "Nggak tahu. Perasaannya tumbuh aja, Ai. Kamu kan tahu aku punya trauma pernikahan," Di awal-awal pernikahan sikap Arga memang menyebalkan, aku ingat sekali. Tapi seiring berjalannya waktu, ia memang berubah menjadi lebih peka dan peduli.

"Kamu itu hebat,"

"Hah?"

"Ya kamu tahan ngadepin sikap aku," sambungnya yang membuat bibirku mencebik. Nggak tahu aja dia, betapa galaunya aku saat itu. Masa-masa sulit yang hanya bisa kutanggung sendiri.

Tapi sudahlah, itu masa lalu. Kini saatnya aku meraih masa depanku yang bahagia...

"Wow! Yang begini ni bikin sirik!"

Pintu terbuka. Refleks aku dan Arga menoleh. Saka muncul dengan sebuket bunga dan cengiran khasnya. Diberikannya bunga tersebut padaku. "Selamat ya, Ai. "

Aku tersenyum dan mengangguk. "Makasih ya, Ka." Kataku sambil mencium wangi bunga.

"Kemana aja lo baru nongol?" tanya Arga ketus

Senandung Cinta AinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang