27. Agni
"Ga,"
"Hmm,"
"Kamu cinta aku kan?"
Ruangan senyap seketika.
Arga terdiam. Ia tak bersuara apapun. Ekspresi wajahnya pun kelewat datar.
Kamu nggak sabar amat sih, Ai!
Ck, lagian kamu tuh cewek, kok nekat?
Biarin, daripada nunggu lebih baik bergerak
Udah sok yakin, huh? Harusnya kamu bersyukur sikap Arga sudah lebih hangat dan perhatian. Jadi bersabarlah!
Batinku berperang. Namun apa daya nasi sudah menjadi bubur. Tak mungkin kan aku menarik pertanyaanku lagi.
"Tidurlah!"
Hah?
Aku melongo. Bengong. Arga megecup keningku kembali lalu memejamkan matanya. Dalam hati aku merutuk, menyesali tindakan terburu-buru.
Sabar makanya, Aina! Sabar!
Argh, aku mengerang frustasi. Berkata sabar memang mudah tetapi implementasinya selalu sulit bukan?
Ah, sudahlah! Lebih baik tidur.
***
"Mbak, bagus yang ini apa yang ini?"
Aku mendesah panjang. Entah untuk keberapa kalinya, Agni memperlihatkan dua pasang baju ke hadapanku. Gadis ini benar-benar ya, gerutuku dalam hati. Nyaris sejam sudah kami masih berada di toko yang sama.
Gerr... cewek!
"Gimana, Mbak?"
"Yang kanan manis tuh!" tunjukku padanya. Sebuah dress selutut berwarna peach cocok untuk Agni yang berkulit putih. Sejujurnya adik iparku ini memakai pakaian apapun akan tetap terlihat cantik. Emang dasarnya sih! keluarga Arga memang dikaruniai kesempurnaan fisik yang menawan. Mama saja diusia yang tidak muda masih tetap cantik.
"Tapi yang kiri juga keren loh, Mbak. Entar deh aku coba dulu ya!"
Aku memutar bola mata jengah. Agni berlalu dan menghilang di balik bilik ganti. Kuhela napas panjang sebelum akhirnya menyadarkan diri di sofa. Aku masih lelah, baru kemarin kami tiba di tanah air dan hari ini Agni sudah memintaku untuk menemaninya shopping. Sebenarnya aku ingin menolak, tapi tak kuasa karena ia yang terus merengek. Ia mengatakan, ingin merasakan memiliki kakak perempuan. Memang sejak dirinya tiba di tanah air, aku belum pernah sekalipun pergi dengannya. Pesta resepsi yang menguras tenaga juga perjalanan bulan madu yang tak terduga sudah cukup menghabiskan waktuku.
Ngomong-ngomong bulan madu, aku jadi ingat setelah malam itu tak ada yang berubah dari Arga. Perhatian dan sikapnya masih sama. Justru yang canggung diriku, merasa bersalah karena seakan-akan memaksanya.
Ah, seharusnya aku tidak bersikap seperti itu. Seharusnya aku tak menggebu- gebu memaksakan pernyataan cinta Arga. Seharusnya aku bersyukur sih karena mendapatkan suami seperti Arga.
Seharusnya... seharusnya... seharusnya....
Sesal memang selalu di belakang.
"Aaaaarrrrrgggghhh,"
Tanpa sadar bibirku mengerang frustasi. Sejurus kemudian wajahku memerah. Aku nyaris lupa dimana diriku saat ini. Toko memang tak ramai tapi tetap saja beberapa pasang mata memandangku aneh.
"Kenapa, Mbak?"Agni muncul dengan raut cemas. Ia bahkan belum berganti baju.
Aku nyengir. "Eh, nggak. Mbak nggak papa kok,"

KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Cinta Aina
De TodoCinta tak pernah dapat ditebak kapan dan darimana asalnya.... Hak Cipta Dilindungi Undang- Undang. Nggak ngelarang kalau mau copas atau ngeshare tapi tetep tolong cantumkan nama PENULIS. STOP PLAGIARISME! Jika ingin dihargai, belajarlah menghargai k...