3. Looking for

33.9K 1.8K 7
                                        



Mataku terbuka perlahan. Kurasakan sebuah cahaya masuk ke mataku dari balik tirai yang berada di sisi kiri. Dahiku mengerut. Jendela kamarku bukan di sisi kiri.

Eh?

Ini dimana? Aku bergumam pelan.

Ruangan ini jelas bukan kamarku. Kukerjapkan kedua mataku memastikan. Benar ini bukan kamarku. Langit- langit kamarku berwarna putih polos, tak ada ukiran. Lalu cat kamarku pun putih usang. Sudah lama. Maklumlah hanya kontrakan sederhana. Berbeda jauh dengan kamar yang sekarang kutempati. Luas. Didominasi warna cokelat di setiap sudut.

Ini dimana?

Mendadak aku tersadar sesuatu. Refleks kubuka selimut yang menutupi diriku. Utuh. Masih berpakaian. Aku menghela napas lega. Masih aman.

Ingatanku pun kembali mundur ke belakang.. Semalam hal yang terakhir kulakukan adalah mandi. Dan itu terjadi setelah perang yang dengan bernama Arga. Lelaki yang menikahiku secara tiba- tiba. Aku jelas masih ingat kejadian kemarin.

Aku lari ke kamar mandi karena seringai mesumnya membuatku ketakutan. Lalu mandi, berendam air hangat dan...

Tiba- tiba wajahku memucat. Aku kembali menyibak selimut dan seketika mataku terbelalak tak percaya.

Si—siapa yang mengganti bajuku?

.

"Sudah bangun, honey?

Aku mendongak dan mendapati lelaki sialan itu berdiri di depan pintu dengan tangan dimasukkan kedalam kantong celananya. Ia menatapku intens sebelum akhirnya melangkah dengan tenangnya menghampiriku.

Ish,

Kutegakkan tubuh. Menatapnya waspada. Tetapi hanya sebentar, karena selanjutnya aku mengerang menahan pusing dan berat yang mendadak muncul di area kepalaku. Benda di sekitarku terlihat berputar. Aku pun mendesis menahan sakit. Spontan tubuhku mundur untuk kemudian mencari tempat yang pas untuk menyandar pada sisi kepala ranjang.

Arga, lelaki sialan itu mendekat. Ia duduk di tepi ranjang menatapku lekat- lekat . Jarak kami yang teramat dekat membuatku jengah. Ku buang muka namun gerakku terhenti saat tangan Arga memegang dahiku. Refleks kutepis tangannya.

Alih- alih marah, dia justru tersenyum dengan sikapku. Dan senyumnya itu mampu sungguh menawan dan....

Tidak- tidak apa yang kupikirkan sih, Ai!

Sebuah tangan menyentuh kembali dahiku. Aku manyun. Huft, ternyata Arga menggunakan kesempatan saatku melamun untuk menyentuh dahiku lagi. Dan kali ini berhasil!

"Panasnya udah turun, nanti makan terus minum obat ya,"

Aku bengong. Kenapa suaranya jadi terdengar lembut dan manusiawi. Tak seperti semalam yang sangat menakutkan dan menyebalkan?

"Nggak usah mikir aneh-aneh. Istirahat lagi aja," Tangan Arga mengusap dahiku berulang kali, menghapus kebingungan yang kurasa. Kepalaku mengangguk mengiyakan. Meski sejujurnya banyak pertanyaan memenuhi otakku. Errrr.....

Aku mendongak dan mata kami beradu pandang. Sesaat kuhirup napas panjang sebelum akhirnya memberanikan diri bertanya, "Ehmm, kok bisa gue di sini?"

Arga tertawa pelan. Kepalanya menggeleng. "Kamu nggak ingat?"

Kini giliranku yang menggeleng.

"Semalam kamu pingsan di kamar mandi. Lalu demam semalaman,"

Pingsan? Kamar mandi? Demam?Kok bisa?

Senandung Cinta AinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang