25. HoneyMoon
"Ngapain sih buang- buang duit, Ga?"
Aku manyun. "Lagian ya seingat aku nggak ada tuh kamu bilang- bilang mau pergi bulan madu. Only party! Enough!"
"Aina Sayang, dimana- mana namanya orang abis nikah ya bulan madu lah," Arga mendengus geli.
Bibirku makin mencebik. Arga keras kepala. Kembali lagi ke kehidupanku yang 'biasa', hal seperti ini terasa aneh dan janggal untukku. Bulan madu. Luar negeri.
Ya Tuhan, entah berapa uang yang akan Arga habiskan untuk semua ini?
Hura- hura, huh! Buang- buang uang saja!
Bayangan pesta resepsi yang digelar semalam saja sudah membuat kepalaku mendadak pusing. Pesta yang terlampau mewah untuk ukuran orang sepertiku.
Dan secara keseluruhan, sangat bertentangan dengan hati nuraniku.
Aku sadar dengan keberuntunganku menikah dengan Arga. Pengusaha muda yang sukses di usia yang masih terbilang muda. Tetapi aku juga tau diri, ah aku tak suka disebut memanfaatkan kekayaan suami.
"Kamu mikirin apa sih?" Arga mengusap dahiku lembut. "Kamu tuh banyak banget sih, Ai yang dipikirin. Nikmati saja!"
Aku melengos. Mengabaikan tatapan Arga. Memilih melihat pemandangan dari balik kaca pesawat yang membawa kami ke tempat bulan madu. Langit biru yang cerah sepertinya dapat menenangkan gejolak hati ini.
"Aina!" Arga menarikku ke dalam pelukannya. Wajahku bersandar pada dada bidang miliknya. Hangat.
"What's going on, Hon?"Arga berkata pelan. "Kamu itu ya kebiasaan apa- apa dipendam sendiri. Ngomong dong, Ai kalau ada apa- apa."
Aku diam. Sejenak kupejamkan mata. Hidup sendiri menjadikan pribadiku yang introvert. Meski berkawan karib dengan Mahira, aku tak serta merta bisa bercerita apapun padanya. Ada banyak hal yang hanya bisa kupendam sendiri. Pun saat keberadaan nenek masih ada. Aku segan jika bercerita apapun padanya, bukan hanya karena sikap beliau yang cukup galak tetapi juga aku sudah cukup iba dengan dirinya yang harus bekerja keras untuk membesarkanku.
Ah, sudahlah, Aina!
Cepat- cepat kutepis lintasan masa lalu yang berputar di benakku. Selalu sesak mendapati kenyataan masa laluku yang jauh dari arti kata bahagia.
"Kamu kayaknya butuh istirahat." Arga mengecup puncak kepalaku, "Tidurlah! Jangan berpikir macam- macam!"
Kugelengkan kepala sesaat lalu menghela napas panjang. "Maaf," ujarku lirih.
Arga tertawa. "Kenapa kamu minta maaf sih?"
Aku mengendikkan bahu. Bibirku terkatup. Hidup itu berproses, pun denganku. Statusku yang kini sebagai istri Arga, seharusnya tidak menyulitkan dirinya. Tapi merubah sikap dan pribadi itu juga tak semudah membalik telapak tangan kan?
"Aku tuh nggak suka ya kamu kayak gini,"
Aku mendongak. Arga menatapku dan tersenyum. Dicubitnya hidungku dengan gemas. "Kamu galak kayaknya lebih baik deh, Ai!"
"Nggak usah ngerusak suasana deh. Ini istri bapak jarang- jarang ya dipeluk begini." Cibirku kemudian.
"Oh ya?" sebelah alis Arga terangkat. "Bukannya semalam pua...,"
"Arga!" Kontan tanganku terangkat untuk menutup mulutnya. Aku celingukan sejenak. Beberapa penumpang yang masih dapat kulihat sepertinya sedang berkutat dengan kesibukan masing- masing. Aku pun menghela napas lega. Kulirik Arga yang justru terkekeh geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Cinta Aina
AcakCinta tak pernah dapat ditebak kapan dan darimana asalnya.... Hak Cipta Dilindungi Undang- Undang. Nggak ngelarang kalau mau copas atau ngeshare tapi tetep tolong cantumkan nama PENULIS. STOP PLAGIARISME! Jika ingin dihargai, belajarlah menghargai k...