Air mata akan selalu terjadi akibat perbuatan yang dilakukan. Setiap tindakan pasti ada balasan. Apa yang di tanam, pasti itu yang dituai. Kebaikan pasti akan mendapatkan kebaikan pula. Begitu juga sebaliknya, kejahatan akan mendapatkan kejahatan pula.Itulah yang saat ini dirasakan Zhao Lusi. Surat perceraian sudah dalam genggaman. Berita mengenai dirinya tersebar luas dalam media sosial. Wanita pembohong, perusak rumah tangga orang, aib dan kata-kata menusuk lain terus menghunjami tiada henti. Setiap hari akan selalu ada berita baru yang membuatnya tidak bisa bernapas bebas.
Kedua orang tuanya pun sampai terbang dari Inggris untuk menemui sang putri. Raut wajah kecewa, marah dan tidak percaya nampak di sana. Ayah dan ibu Zhao Lusi tidak habis pikir dengan cara putrinya ini. Mereka malu dan merasa bersalah terhadap keluarga Wang. Keduanya sudah tidak punya muka untuk bertemu Nyonya Besar tersebut.
"Apa yang kamu lakukan, hah? Kamu mau membuat keluarga kita malu?" teriak sang ayah tepat di depan wajahnya.
"Kamu sudah membuat Mama dan Papa kecewa, Lusi," timpal ibunya.
"Perusahaan kita bangkrut seketika. Banyak investor yang menarik dananya dari perusahaan. Kamu benar-benar mengecewakan," ucap ayahnya lagi.
Lusi hanya menunduk menyembunyikan wajah berair. Saat ini ia tengah menerima pil pahit dari hasil perbuatannya sendiri. Tidak ada rasa iba ataupun kata sabar yang diterima, yang ada hanyalah caci maki dan air mata tidak pernah surut mengalir dikedua pipi.
Rasa penyesalan dan kecewa begitu kentara terlihat di wajah orang tuanya. Zhao Lusi tidak bisa melihat mereka yang terus mengatakan kata-kata menyakitkan. Ia hanya bisa menangis dalam diam tanpa bisa membantah.
"Sekarang kamu pergi dari sini! Terserah mau pergi ke mana asal menghilang dalam pandanganku. Kamu adalah aib untuk keluarga Zhao." Sang ayah pun murka dan seketika membanting koper yang sebelumnya sudah disiapkan.
"Mama tidak bisa menolak keinginan Papamu sekarang. Kamu harus merenungkan kesalahanmu sendiri, Lusi. Akibat perbuatanmu perusahaan kita bangkrut. Apa yang akan kita lakukan nanti? Tidak ada, Mama harap kamu mengerti." Setelah mengatakan itu ibunya pun pergi dari hadapannya.
Dengan berat hati dan air mata menganak bagaikan sungai, Lusi menarik koper keluar dari rumah.
Langit terlihat gelap siang ini. Tetes demi tetes air membasahi tanah gersang. Di tengah cuaca dingin nan hujan wanita itu tengah menikmati hasil apa yang sudah ia tuai.
Samar-samar ia juga bisa mendengar suara orang-orang tengah membicarakan. Para tetangga dan orang tidak dikenal yang hilir mudik menatap nyalang dan memberikan kata-kata menyakitkan itu lagi.
Sakit. Sudah tidak bisa menggambarkan keadaannya saat ini. Jika bisa memilih lebih baik ia tidak merasakan perasaan pedih itu. Namun, kenyataan tidak mengizinkan hatinya akan terus semakin terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSHA ✓ (END)
Fiksi PenggemarKandasnya pernikahan Xiao Zhan dengan ahli waris keluarga Wang, Wang Yibo membuat perasaannya luluh lantak. Terlebih sang ibu mertua, Wang Ziyi menghadirkan Lusi sebagai pengganti menantu di keluarga itu, memberikan luka teramat dalam. Xiao Zhan men...