Mencintainya bagaikan menelan air di gurun sahara, menemukan sebuah oase di padang pasar tandus.Bagaikan bunga sakura di musim semi, dan angin sejuk kala panasnya terik matahari. Keberadaannya memberikan ketenangan juga kedamaian dan berjauhan darinya memberikan malapetaka kerinduan tiada tara.
Jatuh cinta pada seseorang sudah menjadi hal lumrah. Setiap insan perasa pasti memiliki sebuah perasaan yang dilabuhkan pada siapa saja. Namun, pada siapa diberikan akan menjadi tanggung jawab sang pemberi. Cinta kadang kala memberikan rasa sakit, tetapi juga menimbulkan kebahagiaan.
Berada di satu waktu bersama orang terkasih seperti menelan manisnya madu. Setiap saat hanya ada senyum menghiasi wajah cantik itu, tetapi, saat waktu memisahkan maka pahitnya empedu lah yang datang.
Itulah yang saat ini dirasakan oleh Xiao Zhan. Hampir satu minggu ia menahan diri dari rasa rindu yang tak berkesudahan. Itu lebih berat dari pada perceraiannya kemarin, ia tidak memikirkan terlalu dalam, sebab pada dasarnya sudah ada surat perpisahan. Namun sekarang, ia terikat lagi akan janji pernikahan maka cinta mengambil alih sepenuhnya.
"Sayang, Mama sangat merindukan ayahmu." Jujur Xiao Zhan pada sang putra.
Ia baru saja pulang dari imunisasi, bayi yang berada dalam buaian merengek seketika. Sepertinya Xiao Zhan tidak sengaja menekan bekas suntikan di paha sebelah kanan Wang Jian. Ia terkejut dan sedikit melonggarkan pelukan.
"Mama, minta maaf Sayang. Mama lupa jika Jian habis disuntik," ucapnya menyesal.
Jam sudah menunjukan pukul setengah enam sore. Sebentar lagi malam akan datang mengganti siang yang sudah memberikan kenangan baru padanya. Kepergian Wang Yibo memberikan kesepian tiada tara. Selama empat bulan ini Xiao Zhan sudah terbiasa akan keberadaan sang suami, maka jika sosoknya tiba-tiba menghilang membuatnya tidak bisa menerima kenyataan.
Kembali Xiao Zhan menelan pil pahit saat ponsel Wang Yibo belum juga aktif. Ia khawatir dan juga takut sang suami mengalami hal buruk. Perasaan itu hadir ketika tidak ada kontak satu sama lain.
Ia duduk di tempat tidur seraya menyandar pada kepala ranjang dengan masih memangku Wang Jian. Xiao Zhan melupakan makan malam dan terus memikirkan Wang Yibo.
"Apa kabarmu di sana Wang Yibo? Apa kamu tahu aku sangat merindukanmu?" lirihnya sambil memandangi jendela kamar yang terbuka.
Pemandangan luar terlihat jelas, kegelapan hadir membiarkan cahaya bulan mengambil alih. Di tengah kesunyian keritasl bening meluncur di pipi mulusnya. Xiao Zhan lagi-lagi menangis menahan rindu.
"Oowwwaaaaaaaa!"
Xiao Zhan terkejut kala Wang Jian menangis dengan kencang. Ia panik dan menimang-nimangnya pelan, tetapi sang anak tidak menghentikan tangisannya.
Ia pun mencoba untuk memberinya asi. Wang Jian pun sempat menyusu dan kembali dilepaskan. Hal itu terus berulang sampai Xiao Zhan tidak tahu harus berbuat apa. Namun, pada akhirnya sang anak bisa terus menyusu entah sampai berapa lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSHA ✓ (END)
Fiksi PenggemarKandasnya pernikahan Xiao Zhan dengan ahli waris keluarga Wang, Wang Yibo membuat perasaannya luluh lantak. Terlebih sang ibu mertua, Wang Ziyi menghadirkan Lusi sebagai pengganti menantu di keluarga itu, memberikan luka teramat dalam. Xiao Zhan men...