Salwa bingung. "Kok nyuruh pergi? Kamu ngusir? Aku bakal di sini temenin kamu. Kondisi kamu lagi gak baik sekarang."
"Maksud aku, pergi ke sekolah. Bentar lagi masuk."
"Aku hari ini gak akan sekolah."
"Kenapa? Jangan gitu lah. Berangkat sana."
Salwa keukeuh menolak. "Pokoknya, aku mau di sini temenin kamu." Lalu, ia bangkit dari duduknya. "Udah makan belum?"
Aku hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Mau aku masakin apa?"
"Eh? Gak usah... Mending kamu ke sekolah aja, Sal. Masa kamu mau bolos cuma gara-gara nemenin aku? Aku gak apa-apa kok. Berangkat gih."
"Udah gak apa-apa. Sekali-kali bolos, gak masalah. Lagian, aku bolos bukan buat main, tapi buat temenin sahabat aku yang lagi berduka." Ia mulai melangkah, hendak meninggalkan kamarku. "Aku masakin nasi goreng aja ya yang gampang." Lalu, ia pun pergi. Sepertinya menuju dapur.
Lantas, aku pun menyusulnya. "Jangan, Sal... Aku bisa masak sendiri nanti kalo mau makan."
"Sssuttt! Kamu gak bisa masak. Udah ya, diem. Masak air aja gosong."
"Tapi, Sal--"
"Kamu duduk aja di meja makan." Kenapa sekarang jadi Salwa yang keras kepala? Aku tak mau gadis itu membolos hanya demi aku.
"Tapi--"
"Kamu gak inget? Bentar lagi kan kita lulus. Sekarang, sekolah tuh cuma bebas doang. Dateng gak dateng, ya gak apa-apa." Betul juga apa katanya. Aku tidak sadar bahwa sekarang kami sudah berhenti belajar karena materi pun sudah selesai dipelajari semuanya. Tapi kehadiran tetaplah kehadiran. Walaupun saat ini di sekolah pun bebas--tidak belajar, tetap saja, absen masih berlaku. "Duduk gih! Aku gak akan lama masaknya."
Akhirnya, aku pun hanya bisa menurut. Saat ini, Salwa sepertinya sedang tidak ingin dibantah. Biarlah ia melakukan apa yang ingin ia lakukan. Di sini, aku hanya bisa merasa senang dan bersyukur, sebab masih ada orang yang peduli padaku ketika kedua orangku sudah pergi meninggalkanku. Dan tentu saja, orang yang peduli itu adalah orang yang kucintai.
Beberapa menit berselang, Salwa pun selesai dengan acara memasaknya. Ia menghidangkan sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi setengah matang di atasnya, persis seperti kesukaanku. Baunya sangat harum, tapi tetap saja, nafsu makanku sedang tidak ada saat ini.
"Dimakan ya..."
Aku hanya menatap nasi goreng itu.
"Rhea... Ayo dimakan..."
Dengan terpaksa, aku pun akhirnya memakan nasi goreng itu. Aku tak ingin membuat Salwa bersedih karena masakannya tidak kumakan.
Lihatlah, kini gadis itu tersenyum saat aku memakan nasi gorengnya. Manis sekali senyumnya itu.
***
Hari demi hari, akhirnya aku sudah mulai bisa berdamai dengan keadaan. Hidup sendiri di rumah, tanpa mengandalkan siapapun lagi. Sedih dan kehilangan, tentu masih aku rasakan. Tapi, aku sudah bisa mengontrol itu semua, sehingga aku tidak berlarut-larut dalam kesedihanku.
Seperti biasa, ketika aku bosan di rumah, tentu aku akan mendatangi kediaman Salwa. Bertemu dan bermain dengannya, tentu sangat mengobati rasa kesepianku.
Tapi, saat tinggal beberapa langkah lagi aku sampai ke rumahnya, aku melihat bahwa di sana sedang ada tamu. Banyak sepatu pria, dan juga motor-motor besar yang terparkir di sana. Tunggu! Di depan rumah Salwa, juga ada mobil yang cukup mewah. Aku sebetulnya tak yakin jika mobil itu adalah salah satu tamu yang datang ke rumahnya, sebab mobil itu, berada di depan dan agak jauh dari halaman rumah Salwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Can't I Hold You?
Fiksi Remaja(Completed) Bersahabat denganmu adalah hal yang paling menyenangkan di dalam hidupku. Namun memilikimu, mungkin akan menjadi hal yang paling terindah di dalam hidupku. Tapi sayang, sebab hal indah itu mungkin tidak akan terjadi. Kau tidak akan bisa...