Ia memegangi perutnya seperti orang yang sedang kesakitan.
Aku segera menghampirinya dengan keadaan panik. "K-kamu kenapa???"
"Gak tau... Tiba-tiba sakit..." Ia semakin meringis.
"U-um k-kita ke UKS!!! Aku merangkulnya, lalu berjalan menuju ke UKS dengan gerakan tidak tenang. "Tahan yaaa!" Aku benar-benar takut Salwa kenapa-napa.
"Rhea."
Ku tolehkan kepalaku padanya. Di sana, tidak ada ekspresi kesakitan lagi, melainkan ekspresi menahan tawa.
"Ternyata, kalo aku kenapa-napa, kamu langsung sigap ya? Daritadi kamu nyuekkin aku seolah lagi marah sama aku. Giliran aku kesakitan, kamu langsung nyamperin dan panik banget."
Aku melepaskan rangkulanku padanya, lalu berdehem. "Gak lucu."
"Aku gak lagi ngelucu. Aku cuma pengen tau, apa yang bakal kamu lakuin pas liat aku kesakitan, sedangkan kamu posisinya lagi marah sama aku."
Kenapa gadis itu harus melakukan hal semacam ini? Apakah dia tidak sadar, jika dia kenapa-napa, aku akan jadi orang pertama yang sangat panik dan bersedih. Dia segalanya bagiku, dan aku tak mungkin membiarkannya kesakitan maupun kesulitan.
"Kamu masih marah?"
"Gak marah."
"Maaf ya udah bercanda kayak gitu. Aku cuma gak ngerti kenapa kamu tiba-tiba kayak gini sekarang. Aku kira, kamu bakal tetep cuek dan ninggalin aku pas tau aku kenapa-napa. Ternyata, kamu gak kayak gitu. Kamu ini sahabat yang baik banget deh!"
Apakah aku harus terus memperhatikan, melindungi, menyayangi Salwa dengan berkedok sebagai sahabat? Aku memberikan itu semua karena aku mencintainya! Kata 'sahabat' yang membuat ini semua jadi terhalang.
Salwa kini diam sembari menunduk dan memainkan jarinya.
Aku semakin tak tega. Apakah aku harus mengakhiri ini dan bersikap biasa lagi? Bagaimana jika aku semakin mencintainya dan membuat ia tahu akan perasaanku? Tapi bagaimanapun juga, Salwa tak pantas didiamkan seperti ini. Di sini aku yang salah. Aku salah karena sudah mencintainya.
Aku mengusap kepalanya dengan sedikit mengacak. "Selamat, kamu kena prank!"
Salwa tercengang.
"Hehehe, maaf udah cuekin kamu dari tadi pagi. Aku lagi iseng aja nge-prank kamu." Sebaiknya aku sudahi saja. Lagipula, aku tak tahan harus diam terus seperti ini.
Gadis itu mengerucutkan bibirnya. "Ish! Gak lucu, Rhea! Aku kira, aku ada salah sama kamu, makannya kamu marah!"
"Hahahaha. Enggak kok. Maaf ya."
"Huh! Lagian random banget! Masa prank-prank kayak gini!"
"Aku cuma pengen tau aja, apa respon kamu pas aku cuekin. Sama hal-nya kayak kamu, mau ngetes aku dengan cara pura-pura sakit perut. Kita impas, 'kan?"
"Aku kan ngetes karna kamu tiba-tiba diemin aku!"
"Iya iya, ini salah aku."
"Jangan kayak gini lagi..." Nada bicaranya sedikit pelan. "Gak enak tau dicuekin sama kamu. Berasa ada yang hilang."
Senyumku memudar. Entahlah, kalimat itu rasanya mengandung sedikit luka yang tak lama lagi akan datang.
"Sekarang ayo ke kelas! Bentar lagi udah mau masuk tuh!"
Aku mengangguk sembari tersenyum tipis.
***
Tidak terasa, sebentar lagi aku akan meninggalkan sekolah ini, lalu melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Can't I Hold You?
Teen Fiction(Completed) Bersahabat denganmu adalah hal yang paling menyenangkan di dalam hidupku. Namun memilikimu, mungkin akan menjadi hal yang paling terindah di dalam hidupku. Tapi sayang, sebab hal indah itu mungkin tidak akan terjadi. Kau tidak akan bisa...