17. Let Me Help You

3.7K 463 52
                                    

"Tante gak mau ngerepotin dia." Ucapnya sembari tersenyum tipis.

"Tapi kan, dia harusnya inisiatif sendiri buat bantu tante. Lagipula tante ini buka orang lain, tapi mama mertuanya dia."

"Dia... dia sempet mau bantu, tapi tante tolak."

Aku menaikkan satu alisku. "Kenapa?"

"Ya kayak yang tante bilang tadi, tante gak mau ngerepotin dia."

"Ini gak ada hubungannya sama hutang tante di masa lalu kan?"

Wanita itu nampak terkejut. "Rhe--"

"Aku udah tau, Salwa sendiri yang cerita semuanya. Sebenernya, aku sempet kecewa sama kalian. Masalah se-berat itu, kenapa kalian tega nutup-nutupin dari aku? Iya aku tau, waktu itu aku cuma anak-anak yang mungkin gak ngerti apa-apa. Tapi Tan, seenggaknya kalo kalian kasih tau, aku bakal berusaha bantu."

Tante Intan mulai mengeluarkan air matanya. "Maaf... D-dulu, tante juga bingung harus apa. Tante udah berusaha larang Salwa buat nikah sama Arsen. Hiks. Tante tau betul, kalo anak itu pasti belum siap buat nikah. Salwa jadi harus ngorbanin masa remajanya, cuma gara-gara nolong tante sama om. Di situ, tante udah gak tau lagi harus ngapain. Akhirnya, mau gak mau tante setuju sama pernikahan mereka. Hiks." Ia mengusap pipinya yang dibanjiri air mata. "Tapi tante sekarang bersyukur. Arsen ini, bisa jadi sosok suami yang baik buat Salwa. Di sisi lain, hutang kita juga lunas. Dan di sisi lain, kehidupan Salwa sekarang jadi lebih terjamin. Arsen pernah berkali-kali mau ngasih tante uang, tapi tante tolak karena tante takut, suatu saat pinjaman yang dia kasih, bakal dihitung hutang lagi sama mereka. Tante tau niat Arsen baik, tapi tante juga gak mau ngambil resiko."

Aku terdiam. Bagaimana cara memberitahu Tante Intan, bahwa Arsen bukanlah pria yang baik? Aku tak ingin membuat Tante Intan juga semakin merasa bersalah. Aku sekarang merasakan apa yang Salwa rasakan. Pasti, gadis itu tidak akan tega jika Mamanya harus mengetahui hal ini dan malah menyalahkan dirinya.

"Um... Tante..."

Wanita itu menegakkan kepalanya.

"Tante sama om mau gak, tinggal sama aku aja? Tante gak usah jualan-jualan lagi. Om juga gak usah kerja jadi supir angkot lagi."

Tante Intan menggeleng cepat. "Enggak, Rhe... Gak apa-apa... Tante sama om masih bisa kerja. Lagipula, selama ini keuangan kita juga cukup-cukup aja."

Bukan itu permasalahannya. Tante Intan dan Om Hadi ini umurnya sudah terbilang tua. Aku tak tega jika membiarkan mereka terus bekerja, sementara di sini, aku punya cukup banyak uang untuk membiayai beberapa orang lagi. "Tapi, aku gak mau kalian capek-capek kerja kayak gitu. Mau ya tinggal sama aku?"

Lagi-lagi, beliau menggeleng. "Kamu cukup pikirin diri kamu sendiri, jangan pikirin kita. Walaupun uang kamu banyak, kan lebih baik dipake buat buka usaha atau yang lainnya. Coba bayangin, pasti suami kamu nanti bangga bisa punya istri mandiri kayak kamu."

Mendengar itu, aku hanya bisa tersenyum tipis. Aku memang bermimpi untuk menikah, tapi bukan dengan pria yang akan menjadi suamiku nanti. Aku hanya mencintai Salwa, dan aku juga tau, bahwa mimpi itu tidak akan pernah terwujud.

"Tante lanjut bikin kue dulu, ya... Kamu duduk sini aja."

"Um, Tan. A-aku kayaknya pulang aja, soalnya ini juga udah malem. Lain kali, aku kesini lagi."

Tante Intan tersenyum. "Yaudah kalo gitu. Hati-hati ya..."

Aku mengangguk, lalu bangkit dari dudukku dan berjalan ke arah pintu. Tapi, langkahku terhenti, dan aku pun berbalik menatap wanita itu lagi. "Aku harap, tante sama om mau nerima ajakan aku buat tinggal bareng."

Why Can't I Hold You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang