16. Happiness and Sadness

4K 463 95
                                    

Aku mengerutkan alisku, "Kenapaa?"

"Soalnya kamu nyebelin."

"Nyebelin nyebelin gini, kamu mau juga tuh temenan sama aku."

"Iya, soalnya kamu langka. Susah dapetin temen kayak kamu."

"Langka, dikira satwa liar kali."

"Haahhaha! Kenapa sih ngomongnya jadi ngelantur gini? Katanya mau makan. Udah ah ayok!" Salwa menggandengku.

"Ehhh, itu anak kamu gak kebawaaa!"

Salwa menganga. "Oh iya lupa!" Lantas ia pun menghampiri anak gadisnya yang sedang anteng memakan gulali ayam. "Sayang, kamu jajan apa aja?"

"Ini ajaaa!" Ucapnya lucu.

Salwa tersenyum lalu mengeluarkan dompetnya. "Berapa, Mang?"

"2.000, Neng."

Lantas, ia pun mengeluarkan uangnya lalu membayar. Sesudah itu, tangannya menggandeng anak kecil itu dan membawanya berjalan ke arahku. "Ayo, Rhe!"

Aku tersenyum, lalu kami pun pergi ke rumah makan terdekat.

***

Sampailah kami di salah satu rumah makan yang terbilang cukup besar. Semua menu makanan di sini, berasal dari Indonesia. Tapi interiornya, tak jauh beda dengan rumah makan bergaya western. Entah apa konsepnya, aku pun tak tahu.

"Silahkan pesen yang kalian mau."

"Makasiii." Salwa pun membuka buku menu dan dan melihat-lihat bersama anaknya.

Sementara aku di sini, memperhatikan mereka yang saling berbincang, memutuskan makanan apa yang akan di pesan. Pemandangan yang indah~

Setelah beberapa menit memilih, akhirnya kami pun memesan. Salwa memesan nasi liwet dan ayam geprek. Hanya dirinya yang memesan, sebab Salwa takut makanan anaknya itu tidak akan habis jika memesan sendiri.

Aku sendiri memesan rendang. Sudah lama juga, aku tidak memakan makanan khas Minangkabau itu. Dulu, Mama cukup sering memasakkan rendang untukku. Jadi rindu.

Sembari menunggu makanan siap, kami pun berbincang terlebih dahulu.

"Yakin gak mau pesen buat anak kamu juga?"

Salwa menggeleng. "Dia makannya jarang diabisin. Nanti kalo dia masih laper, bisa pesen lagi yang lebih simple."

Aku pun mengangguk sebagai jawaban. "Oh iya, nama anak kamu siapa sih?"

Salwa tersenyum lalu mengusap kepala anaknya. "Tanya sendiri gih."

Aku pun mencondongkan tubuhku pada anak itu, berusaha memasang wajah seramah mungkin. "Haloo,,, nama kamu siapa???"

Anak itu menegakkan kepalanya. "Feby Agustin." Lucu sekali!

Aku tersenyum. "Pasti kamu lahir bulan Februari ya? Atau Agustus?"

Dia menggeleng. "Aku lahil bulan Aplil."

Kualihkan pandanganku pada Salwa. "Gimana konsepnya nama Feby sama Agustin, tapi lahirnya April, Sal???"

Gadis itu cengengesan. "Hehehehe, aku gak tau kenapa ngasih nama itu. Bagus aja..."

Aku geleng-geleng kepala. "Ada-ada aja..." Lalu kembali menatap Feby. "Feby umur berapa?"

"4 tahun!" Serunya sembari menunjukkan 5 jari.

Aku tertawa. Lalu, menurunkan satu jarinya, "Kalo 4 tuh.... kayak gini..."

Dia manggut-manggut. "Ohhhh..."

"Lucu banget!" Kucubit pelan pipinya karena gemas. Yang dicubit, justru tersenyum lebar, menampakkan giginya yang masih kecil-kecil. "Kamu anak siapa sih? Kok bisa se-lucu ini?"

Why Can't I Hold You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang