13. What???

4.1K 539 67
                                    

Jika ya, untuk apa Salwa menaruh ini di sini?

Aku diam sejenak, mencerna apa maksudnya. Cukup lama aku berpikir, akhirnya aku pun memutuskan untuk menghubungi nomor ini.

Tut! Tut!

Tidak diangkat. Aku pun mencobanya sekali lagi. Tapi sayang, hasilnya sama.

Apa benar ini nomor Salwa? Bagaimana jika kertas ini diletakkan oleh orang iseng? Mengingat, rumah ini yang tidak kukunci.

Tapi, bagaimana jika ini benar nomor Salwa? Lalu, kenapa saat aku menghubunginya, Salwa tidak mengangkat? Apakah dia sedang sibuk sekali?

Lebih baik kucoba lagi nanti malam. Siapa tahu, gadis itu sudah santai dan bisa mengangkat teleponku.

***

Aku baru saja selesai makan. Tadi aku memesan, karena di rumah tidak ada makanan sama sekali. Ingin keluar pun, rasanya malas.

Sekarang, aku sedang menuju ke kamarku. Dan saat berjalan inilah, ponsel yang kutaruh di dalam saku celana, bergetar. Segera saja aku mengangkatnya.

"Halo? Ini siapa?"

Tidak ada namanya di sana.

"Ternyata ini kamu, Rhe?"

"Salwa???"

"Maaf ya, tadi aku gak sempet angkat telepon kamu. Oh iya, kamu dapet nomor aku dari kertas yang ada di atas nakas, 'kan?"

"Iya.."

"Untung kertasnya gak ilang. Tau gak? Aku nyimpen itu satu taun yang lalu. Hahahaha."

"...."

"Ngomong-ngomong, kamu nelepon aku ada apa emangnya tadi?"

"Um,,, ngetes."

Terdengar decakan dari sebrang sana. "Aku kira kamu kangen."

Sebetulnya, aku sangat tak tahan ingin mengatakan itu padanya. Lalu setelah mengatakannya, aku ingin memeluknya erat, dan bercerita banyak tentang kehidupanku di Jakarta. Tapi, mengingat kondisi sekarang ini, rasanya aku tak berani untuk mengatakan itu. Terlebih....bukankah Salwa sudah mengetahui perasaanku?

"Kapan kamu bakal ke sini?"

"Ngapain ke sana?"

"Emangnya kamu gak mau ketemu aku? Ternyata bener ya, sekarang kamu jadi ngehindar dari aku. Kamu kayak gini juga karena benci kan sama aku?"

"...."

"Aku mau bahas soal buku itu."

Mendadak, jantungku berdebar hebat.

"Kalo bisa, lusa kamu ke sini ya. Bagusnya sih besok, tapi aku gak bisa."

"A-aku gak janji."

"Aku mohon, Rhe..." Suaranya terdengar melemah.

"U-um, ak--"

"Salwaaa???" Aku mendengar suara pria dari balik telepon, sepertinya suara Arsen--suaminya itu.

"Ck haduh..." Kudengar, Salwa yang berucap sangat lirih.

"Ada apa?"

"A-aku tutup dulu teleponnya, ya. A-aku dipanggil Mas Arsen."

Why Can't I Hold You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang