"K-kamu gimana???" Salwa mondar-mandir di hadapanku dengan perasaan paniknya.
"Yaudah, aku tinggal keluar."
"Lewat mana???"
"Atep!"
"Rhea ih! Seriusss!"
"Lewat pintu lah, Sal. Lewat mana lagi?"
"Nanti kalo Mas Arsen papasan sama kamu gimana???"
"Tinggal bilang, aku kangen sama sahabat aku, soalnya udah lama gak ketemu."
Mendadak, gadis itu berhenti mondar-mandir. "Bener juga..."
"Salwaaa!!!"
"Hah???" Kulihat Salwa yang kembali panik. Tangannya bahkan sampai tremor. Kali ini, aku tahu gadis itu bukan panik lantaran masih ada aku di sini. Tapi, dia panik sebab Arsen yang memanggilnya dengan nada lantang. Se-takut itukah Salwa pada pria itu? Berarti, apa yang Arsen lakukan, sudah benar-benar membuat Salwa tersiksa.
Aku pun bangkit dari dudukku lalu menggenggam tangannya. "Tenang ya..."
Gadis itu menarik nafas berkali-kali.
"Salwaaa!!!"
Matanya terpejam kuat. Aku semakin tak tega padanya.
"A-aku samperin Mas Arsen dulu."
"Aku ikut."
Ia hanya mengangguk, lalu mulai berjalan di depanku.
"Salw--"
"Iya, Mas?" Kami sudah berada di hadapannya.
"Loh? Ada Rhea juga?" Pria itu tersenyum lalu berjalan mendekatiku. "Kenapa gak bilang kalo mau ke sini? Tau gitu, saya pulang cepet. Masa tamu dateng, tapi pemilik rumahnya gak ada."
Kupasang wajah se-datar mungkin. "Saya ke sini buat ketemu Salwa. Maaf kalo lancang datang ke rumah anda tanpa bilang."
"Oh hahahaah! Gak apa-apa. Saya ngerti, kamu pasti rindu pengen ketemu sama sahabat kamu." Cih, pencitraan. "Oh iya, sekarang kamu mau kemana?"
"Pulang."
"Loh? Salwa... Ini udah mau malem, Rhea-nya gak ditawarin buat makan malam dulu di sini?"
Gadis itu melirikku dengan tatapan takut-takutnya. "U-um, emang gak apa-apa?" Tanyanya pada Arsen.
"Gak apa-apa dong! Jarang-jarang juga kan dia ke sini. Kalian juga biar sekalian ngobrol banyak karena jarang ketemu."
"U-um, Rhea, kamu mau kan makan malam di sini?"
Aku diam sejenak. Aneh sekali! Untuk apa Arsen terus membiarkanku di sini? Secara logika, harusnya pria itu mengodeku untuk pulang, agar ia bisa puas melakukan tindakan semena-menanya lagi pada Salwa. Atau mungkin, ini hanya bagian dari sikap sok baiknya itu agar aku tak curiga? Sepertinya.
"Iya." Jawabku akhirnya.
"Oke kalo gitu, kalian tunggu di ruang makan aja duluan. Ajak anak kita juga ya, Sal. Mas mau mandi dulu."
"I-iya. Ayo, Rhe." Salwa pun menarik tanganku, berjalan menuju ruang makan.
Aku pun langsung duduk di salah satu kursi yang tersedia saat tiba di ruang makan.
"Rhe, bentar ya, aku panggil Feby dulu. Sekalian mau suruh bibi buat masak."
"Oh, oke."
Gadis itu pun mulai melangkahkan kakinya.
"Eh, Sal."
"Iya?"
"Toilet di mana, ya?"
"Oh,,, kamu lurus aja ke sana, terus nanti ada belokan ke kanan, nah di situ toiletnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Can't I Hold You?
Teen Fiction(Completed) Bersahabat denganmu adalah hal yang paling menyenangkan di dalam hidupku. Namun memilikimu, mungkin akan menjadi hal yang paling terindah di dalam hidupku. Tapi sayang, sebab hal indah itu mungkin tidak akan terjadi. Kau tidak akan bisa...