"Rhea???"
Kumundurkan tubuhku, sedikit menjauh darinya. "S-Salwa..."
Gadis itu tersenyum sangat lebar, lalu dalam hitungan detik, ia langsung memelukku dengan sangat erat. "Rhea ini beneran kamu??? Ya ampun aku kangen banget!!!"
Aku masih mencerna ini semua? Bagaimana bisa, aku dan Salwa kebetulan bertemu di sini?
Ia melepaskan pelukannya, menatapku dengan matanya yang berbinar. Wajah cantik itu, masih sama seperti dulu. Malah menurutku, Salwa yang sekarang jauh lebih cantik dan menawan. Aku benar-benar tak menyangka akan bertemu dengannya lagi. Selama ini, aku sudah berusaha untuk melupakannya. Tapi di sisi lain, aku juga sangat merindukannya. Jadi, dari pertemuan ini, aku harus bahagia atau tidak?
"K-kamu kenapa bisa ada di sini?" Tanyaku akhirnya.
"Aku tinggal di sekitaran sini sekarang. Dan kebetulan, aku sama anak aku, lagi belanja bulanan di sini."
'Anak?' Kulirik gadis kecil yang sedari tadi hanya diam menatapku. Apakah itu anak Salwa? Anaknya bersama suaminya itu? "I-ini anak kamu?"
Salwa mengangguk masih dengan menampilkan senyumnya.
Aku menghela nafas pelan. Inilah hasil dari cinta Salwa bersama suaminya. Seharusnya aku tidak pulang ke sini dan mencari penyakit lagi.
"Um, sebentar ya. Aku mau bayar dulu. Kita ngobrol di luar aja."
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
***
Sekarang, kami sedang duduk di kursi yang berada di depan supermarket. Entahlah kenapa aku tak bisa menolak ajakan dari Salwa untuk berbincang. Padahal saat ini, posisiku sedang merasa kecewa padanya. Mungkin, rasa cintaku lebih besar sehingga bisa mengalahkan rasa kecewa itu.
"Rhea..." Aku tersadar dari lamunanku dan langsung menoleh padanya. "Dulu kamu bilang bakal hubungin aku selagi di sana. Jangankan ngehubungin, bahkan pulang pun kamu enggak. Kamu bener-bener pergi dan seolah lupa tempat tinggal kamu di sini. Apa kamu sengaja, mau pergi dari sini ninggalin semuanya? Atau kamu emang sengaja, pengen ninggalin aku?"
Pertanyaannya itu, sempat membuatku tercekat. "H-hp aku hilang pas di sana. Aku gak inget nomor kamu jadi gak bisa hubungin kamu. Aku juga sibuk banget, jadi gak keburu pulang."
"Coba aja aku tau tempat tinggal kamu di sana, aku pasti bakal nyusul buat nengokin kamu sesekali."
Aku tersenyum tipis.
Tiba-tiba, Salwa memposisikan tubuhnya menghadapku, sedikit mencondongkan badannya ke arahku. "Kamu berubah ya sekarang."
Ditatap seperti ini, aku hanya bisa menelan ludahku. "B-berubah gimana?"
"Jadi kaku. Kamu gak kangen sama aku? Dulu, kita gak ketemu seminggu aja, kamu sampe teriak-teriak bilang kangen. Tapi sekarang, kamu bahkan kayaknya gak berharap buat ketemu sama aku lagi."
"..."
"Kamu marah kan sama aku?"
"..."
"Kamu juga kecewa sama aku?"
Kenapa dia terus menanyakan fakta? Bagaimana jika fakta-fakta lainnya akan terungkap?
"Rhea, kamu kecewa kan sama aku? Kamu kecewa aku." Tatapannya melemah.
"..."
"Alasan utama kamu pergi dari sini, karena aku, 'kan?"
Aku membulatkan mataku.
"Rhea... kenapa diem aja?"
"Ekhem. Kamu ngomong apasi?" Aku pun meleguk minumanku untuk menghindari kegugupan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Can't I Hold You?
Teen Fiction(Completed) Bersahabat denganmu adalah hal yang paling menyenangkan di dalam hidupku. Namun memilikimu, mungkin akan menjadi hal yang paling terindah di dalam hidupku. Tapi sayang, sebab hal indah itu mungkin tidak akan terjadi. Kau tidak akan bisa...