Biasanya kalo judulnya begini, banyak yang mampir nih 🗿
.
.
.
.
.
."Rheaaa!" Sontak, Salwa menjauh dari tubuhku sembari menutup mulutnya. "Kamu cium aku?"
"Kenapa?" Matanya masih menampakkan keterkejutan. Baiklah, mungkin setelah ini, Salwa akan marah dan tak mau bicara lagi padaku. "Gak suka, ya?"
"...."
"Maaf."
"A-aku cuma kaget."
Kunaikkan sebelah alisku. "Tapi kamu suka?"
"U-um..." Gerakannya nampak tak tenang. "K-kamu bener-bener ngelakuin itu?"
"Dari dulu aku pengen ngelakuin itu, tapi selalu aku tahan. Aku gak mau bikin kamu ilfeel. Tapi sekarang, aku udah gak bisa nahan lagi."
Perlahan, tangannya turun dar mulutya. Dia menatapku.
"Bahkan dari dulu, aku selalu pengen milikin kamu lebih. Tapi lagi-lagi aku tahan kemauan aku itu."
"..."
"Aku coba hilangin juga, kan gak bisa. Bahkan, aku ngejauh dari kamu aja, aku masih cinta sama kamu." Aku mendekat ke arahnya. "Bertaun-taun aku nahan ini, sampe akhirnya, aku tau kalo cinta aku ini gak bertepuk sebelah tangan. Sekarang, apa lagi yang bisa nahan aku? Aku gak mau terus-terusan ngalah dan relain perasaan aku itu. Entah itu demi orang lain, atau demi persahabatan kita." Kutarik nafas dalam-dalam. "Kamu....mau jalin hubungan lebih sama aku?"
Gadis itu masih saja diam. Nampak pupil matanya yang membulat setelah aku mengatakan kalimat terakhir.
"Mungkin habis ini, semuanya bakal lebih rumit. Tanggung jawab aku juga besar. Kamu punya anak, dan aku pastinya harus nanggung semua keperluan kamu sama anak kamu. Tapi, itu bukan masalah buat aku. Mungkin, masalah yang sebenernya harus kita hadapin, ya respon orang tua kamu nanti."
"M-maksud kamu gimana?"
"Aku pengen jadi pendamping hidup kamu dan milikin kamu seutuhnya."
"K-kamu serius?"
"Apa tampang aku keliatan bercanda?"
"Tapi, aku masih gak percaya."
"Aku juga. Aku gak percaya, akhirnya bisa ngomong kayak gini sama kamu."
Perlahan, mulutnya melengkung membentuk senyuman indah.
"Kamu mau jadi istri aku?" Tanyaku lebih jelas.
Nampak matanya yang berkaca-kaca. "A-aku mau."
Senyuman lebar tidak dapat aku tahan. Aku langsung memeluknya dengan sangat erat. Beberapa detik kemudian, kami pun melepaskan pelukan dan saling bertatapan. "Tapi Rhe, pasti ini bakal susah. Kamu tau sendiri bakal banyak hambatan di depan sana."
"Kita usahain sampe bisa."
"Janji gak akan nyerah?"
"Mana mungkin aku nyerah merjuangin cinta aku buat kamu."
Dia tertawa. "Oke deh."
Kutatap wajahnya sekali lagi. "Masih belum ngantuk?"
Dia menggeleng.
"Kalo kita lanjutin, gimana?"
Dia nampak terkejut. "L-lanjutin apa?"
"Yang tadi."
"A-apa???"
"Yang ini--"
Cup!
Kukecup bibirnya lagi sekilas. Dia masih saja terkejut. Lagi, aku pun mengecupnya, namun dengan waktu yang lebih lama. Dia juga memejamkan matanya, mulai terbiasa akan hal ini. Perlahan, tangannya naik dan mengalung di leherku. Sementara kedua tanganku, bertengger di pinggang rampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Can't I Hold You?
Teen Fiction(Completed) Bersahabat denganmu adalah hal yang paling menyenangkan di dalam hidupku. Namun memilikimu, mungkin akan menjadi hal yang paling terindah di dalam hidupku. Tapi sayang, sebab hal indah itu mungkin tidak akan terjadi. Kau tidak akan bisa...