8. That's Hurt

3.9K 515 70
                                    

Sontak, aku diam mematung.

"Aku takut habis nikah, aku-nya yang malah gak ada waktu buat ketemu kamu."

"Sama siapa?" Tanyaku akhirnya.

"Sama cowok yang aku cinta."

Aku berusaha untuk menahan rasa sakit ini. "Aku kenal?"

Dia menggeleng. "Dan alasan aku ngajak kamu main hari ini, nemenin kamu kemanapun kamu mau, ya karena besok aku sibuk..." Dia menjeda kalimatnya. "...Lusa-- Lusa dia mau ngelamar aku."

Hatiku mencelos mendengarnya.

"Kalo sesuai rencana, dia bakal nikahin aku setelah kelulusan aku nanti."

Air mata seperti mendesak untuk keluar. Ini sakit sekali! Selama ini aku mencintai Salwa diam-diam, dan berharap bahwa gadis ini akan menjadi milikku. Tapi, harapan itu kini sirna saat tahu dia akan menikah dengan pria yang dicintainya. Memang benar, aku sudah menduga dari awal bahwa hanya aku yang cinta di sini. Dan aku juga harusnya sadar, bahwa rasa cintaku ini tidak akan terbalaskan.

Dia merogoh saku jaketnya, mengeluarkan sesuatu dari balik sana. "Kamu jadi orang pertama yang aku undang." Sebuah kartu undangan berwarna coklat, terpampang nyata di hadapanku. Ada nama Salwa dan nama si pria itu. Karena tak kunjung menerima undangan itu, Salwa pun menarik pelan tanganku, lalu meletakkan benda itu di atas telapak tanganku. "Minggu depan kita lulus. Dan aku harap, sehari setelah kelulusan kita nanti, kamu mau dateng ke acara pernikahan aku."

Katakan ini tidak nyata. Katakan ini hanyalah mimpi buruk. Tolong bangunkan aku dari mimpi yang menyakitkan ini.

"Kamu mau dateng, 'kan?"

"K-kenapa secepet ini?" Pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari mulutku.

Salwa tersenyum tipis. "Aku cuma gak mau nunda lebih lama lagi. Toh, habis lulus aku gak akan kuliah juga. Dan cowok itu, bakal nafkahin aku. Jadi ya, aku juga gak harus kerja. Lagipula, aku cinta sama dia, dan pengen cepet-cepet nikah sama dia. Sebuah keberuntungan, dia mau nikahin aku secepetnya."

"..."

"Kamu nangis, Rhe?"

Sial! Aku tak sengaja menjatuhkan satu bulir air mataku. Segera saja ku hapus, lalu tersenyum padanya. "Aku nangis terharu. Seneng denger kamu bakal nempuh hidup baru dan bahagia kayak gini."

"Maaf ya aku nikah duluan, hehehe. Semoga kelak, pas kamu juga udah nikah, kita bisa main bareng sama keluarga masing-masing. Pasti lebih asyik kan daripada cuma kita berdua aja?"

Aku mengangguk pelan.

"Oh iya, kamu belum jawab. Kamu mau kan dateng ke nikahan aku?"

Diam beberapa saat, akhirnya aku pun menjawab dengan berat hati. "Iya, aku dateng." Jawabku disertai senyuman pahit.

"Jangan lupa juga, lusa dateng di acara lamaran aku. Kamu kan udah aku anggap sebagai keluarga sendiri."

Aku hanya menjawab dengan anggukan. Rasanya, lidah pun terasa kelu untuk mengeluarkan kalimatnya.

***

Wednesday

Mencintai, menemani, dan berharap selama beberapa tahun, tapi akhirnya, aku malah dikasih kabar kalo kamu mau nikah. Hidup selucu ini, ya. Sebelumnya, bahkan kita saling terbuka soal apapun. Tapi ternyata, aku bahkan gatau soal cowok itu. Kenapa kamu gak cerita, Sal? Kenapa kamu gak ngasih tau dari awal kalo kamu cinta sama cowok itu? Kenapa kamu kasih tau aku, pas kalian bentar lagi bakal resmi jadi pasangan suami istri? Apa karna aku gak punya hak? Really? Bahkan hal se-penting dan se-gak penting apapun, kamu bakal cerita. Atau soal ini, kamu emang sengaja gak mau aku tau? Apa aku bakal dianggap pengganggu dan pengacau kalo aku tau soal hubungan kalian?

Why Can't I Hold You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang