29

56 10 0
                                    

"Kenapa lo bilang hal kayak gitu? Seolah - olah lo mau ninggalin gue Tar"

---

Kini Mentari sedang merenung, merenungkan perkataannya tadi kepada Bumi. Entah kenapa, tapi Mentari merasa bersalah kepada Bumi.

Pikirannya terus teringat akan kejadian di masa lampau, dimana pada saat itu Mentari ternyata berhasil menyelamatkan 3 nyawa manusia.

"Tante, tolong selamatin adik - adik saya" Pinta seorang anak lelaki kepada Cahaya. Cahaya menyerngitkan keningnya, ia mengusap puncak kepala anak lelaki tersebut.

"Ada apa nak?" Tanya Cahaya.

"Mama tadi marah, dia bilang mau habisin adik - adik saya" Jawabnya. Cahaya tentu saja terkejut bukan main. Ia mengangguk dengan cepat.

"Kalau kamu bagaimana? Kamu juga ikut ke rumah tante ya?" Anak itu menggeleng.

"Tolong jagain adek saya ya tante? Saya mau nenangin dulu mama, nanti saya jemput mereka kalau mama udah gak marah"
"Bumi.. Venus.. Kalian baik - baik ya di rumah tantenya, jangan nakal!" Perintah Mars.

"Abang mau kemana?" Tanya Bumi yang tengah kebingungan.

"Abang lagi ada urusan, nanti abang jemput kalian ya kalau urusannya udah selesai" Bumi dan Venus mengangguk.

"Dek, makasih ya" Ucapnya kepada Mentari. Mentari tersenyum.

"Kalau kayak gitu, saya pulang dulu ya"

---

Hari ini, Mentari memutuskan untuk kembali bersekolah setelah kondisinya membaik, dan Cahaya menyuruh Mentari agar berangkat sekolah bersama Bumi.

Kini mereka berada di dalam mobil, Bumi memutuskan untuk menjemput Mentari dengan mobil supaya lebih nyaman saja.

"Lo mau jadi apa?" Tanya Bumi membuat Mentari menyerngitkan keningnya.

"Maksud lo?"

"Cita - cita lo"

"Dokter" Setelah mendengar jawaban Mentari, Bumi mengangguk - anggukan kepalanya.

"Gak ganti ganti nih? Biasanya orang - orang tuh suka ganti cita - cita" Mentari terdiam sebentar mendengar perkataan Bumi.

"Mungkin gue bukan orang" Jawab Mentari jutek. Sebenarnya, mood Mentari pagi ini sedang buruk, terlebih lagi pagi ini cuacanya mendung, tambah membuat Mentari tidak nyaman.

"Lo ada masalah apa sih?" Tanya Bumi. Mentari menggeleng.

"Bohong"

"Gak ada masalah apa - apa kok, mending lo fokus nyetir gih, gue gak mau mati, gue mau jadi dokter dulu" Ujar Mentari membuat Bumi terkekeh pelan.

"Ngapain ketawa?!" Tanya Mentari ketus.

"Yaelah galak amat lo, padahal gue baik tau, gue tanya keadaan lo" Mentari tidak menanggapinya, ia malah mengeluarkan airpods dari saku cardigannya dan memasangnya di kedua telinganya, sementara Bumi, ia menggeleng - gelengkan kepalanya melihat kelakuan Mentari yang tidak berubah itu.

Saat berhenti di lampu merah, Bumi menatap Mentari yang tengah mengangguk - anggukkan kepalanya mendengarkan lagu dari airpodsnya. Mentari cantik. Satu kalimat itu yang muncul di pikiran Bumi. Siapa sih cowok yang gak suka sama Mentari? Bumi yakin, banyak orang yang menyukai Mentari, namun mereka lebih memilih untuk memendamnya karena sikap Mentari yang bodo amat itu. Karena merasa di perhatikan, Mentari menengok ke arah Bumi yang tengah menatapnya, alisnya terangkat sebelah sembari mengerutkan keningnya seolah - olah berkata 'apa lo?'. Bumi terkekeh melihat ekspresi wajah Mentari, ia pun mengalihkan fokusnya ke depan. Sementara Mentari, ia memalingkan wajahnya yang merah dan memilih untuk menatap ke arah jendela, Mentari salting. Gadis itu sangat pandai memainkan ekspresi.

---

Bumi langsung merebahkan dirinya diatas kasur selepas pulang sekolah. Ia mengingat perkataan - perkataan yang Mentari lontarkan saat pulang sekolah.

"Bumi, lo harus cari temen lagi, gak mungkin lo cuman berteman sama gue, banyak yang mau temenan deket sama lo bum" Ucap Mentari kepada Bumi secara tiba - tiba membuat Bumi menghentikan mobilnya di tepi jalan.

"Ngapain lo bahas hal kayak gituan?" Tanya Bumi kesal.

"Bumi, asal lo tau aja, gue gak akan mungkin selamanya sama lo, gue juga punya urusan dan dunia gue sendiri bum, lo juga harus punya temen deket yang bukan gue aja, please lo harus ngerti bum" Jawab Mentari yang tak kalah kesalnya. Bumi tertawa meremehkan, ia menatap Mentari lekat - lekat.

"Maksud lo, gue itu berkegantungan sama lo gitu? Apa lo pikir gue itu beban buat lo? Gue sama lo temenan dan lo pikir gue itu beban Tar?" Tanya Bumi dengan wajah yang serius berhasil membuat Mentari susah payah menelan salivanya. Mentari baru melihat ekspresi wajah Bumi yang satu ini setelah sekian lama.

"B-bukan gitu"

"Thanks ya Tar udah jujur, setidaknya gue jadi sadar diri" Ucap Bumi sembari tersenyum kecut.

"Bum, maksud gue bukan gitu, gue cuman mau ngingetin lo doang kalo gue gak mungkin selamanya sama lo" Tegas Mentari.

"Kenapa lo bilang hal kayak gitu? Seolah - olah lo mau ninggalin gue Tar" Mentari terdiam mendengar perkataan Bumi.

"Lo sebenernya kenapa Tar?" Mentari terdiam, ia tidak ada niat untuk menjawab pertanyaan Bumi. Ia malah menundukkan kepalanya. Bumi menghela nafas ketika Mentari tidak mau menjawab pertanyaannya itu, mungkin Mentari butuh waktu untuk bisa menceritakannya? Atau memang hal yang sangat privasi dan tidak bisa diceritakan siapapun? Entahlah.

---

Jangan lupa vomment yaa makasih





Mentari Untuk Bumi || JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang