30

43 10 2
                                    

"Bumi yang selalu pura - pura untuk terlihat kuat udah gak ada"

--


Mentari terkejut setelah mendapat kabar dari Cahaya. Kaki Mentari melemas, pandangannya kosong.

"Tari" Cahaya berusaha menenangkan Mentari. Ia mengusap punggung Mentari. Sementara Mentari, ia masih terkejut dengan apa yang terjadi.

"Bunda, ayo kita ke sana" Ajak Mentari dengan mata yang berkaca - kaca. Cahaya mengangguk, lalu ia mengajak Kira dan Surya.

Surya memarkirkan mobilnya di pekarangan yang luas. Cahaya meminta Surya untuk diam di mobil bersama Kira, Cahaya takut kalau ada sesuatu yang tak terduga di dalam rumah tersebut.

Mentari dan Cahaya langsung memasuki rumah besar bercat putih itu. Mereka terkejut ketika melihat pecahan kaca yang berserakan hampir di seluruh sudut ruangan.

"Bumii" Teriak Mentari mencari keberadaan lelaki tersebut.

"Tari, kamu cari Bumi ya, bunda mau beresin dulu pecahan kacanya, bahaya, kamu juga hati - hati" Mentari mengangguk mendengar perkataan Cahaya, dengan berhati - hati ia berjalan menuju lantai dua, menuju kamar Bumi.

"Bumi" Setelah memasuki kamar Bumi, Mentari menyerngitkan keningnya, lelaki tersebut tidak ada di kamarnya. Lantas, dimanakah dia?

Mentari menyusuri seluruh ruangan yang berada di lantai dua, namun batang hidung Bumi sama sekali tidak terlihat. Ia pun memutuskan untuk mencari Bumi di halaman belakang.

Kedua mata Mentari menangkap sesosok lelaki yang masih mengenakan seragam sekolah tengah duduk dengan kepala yang tertunduk, kaki yang ditekuk dan kedua tangan menjambak rambutnya.

"Bumi" Panggil Mentari, namun lelaki itu tetap tidak menoleh. Mentari pun menghampiri Bumi.

"Bumi, lo jangan kayak gini dong Bum" Ucap Mentari berusaha menenangkan Bumi.

"Mana Bumi yang selalu kuat? Mana?"

"Bumi yang selalu pura - pura untuk terlihat kuat udah gak ada" Jawab Bumi yang masih menundukkan kepalanya.

"Bumi, gue tau lo kuat Bumi, jangan gini dong"

"Bacot" Satu kalimat tersebut lolos dari mulut Bumi, berhasil membuat Mentari terkejut.

"Jangan sok - sok an peduli sama gue" Kini Bumi mendongakan kepalanya sehingga bertatapan dengan Mentari. Mentari melihat ada rasa lelah, sakit dan sedih dalam raut wajah Bumi. Mentari paham, itu pasti sangat menyakitkan.

"Bum--"

"Mending lo pergi!" Titah Bumi.

"Bum--"

"Gue bilang pergi Tar!!" Bentak Bumi berhasil mengundang perhatian Cahaya yang tengah membereskan pecahan kaca di ruang tamu. Namun, Cahaya memilih untuk melihat mereka dari ambang pintu halaman belakang. Mata Mentari memanas mendengar bentakan dari Bumi.

"Cengeng" Ujar Bumi membuat perasaan Mentari bergejolak hebat.

Plak

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Bumi.

"Brengsek, gue cuman mau nenangin lo, gue salah apa Bumi?" Tanya Mentari dengan emosi.

"Salah lo? Lo kenal gue" Jawab Bumi dengan entengnya berhasil membuat air mata Mentari lolos begitu saja. Mentari menggeleng - gelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang dikatakan Bumi.

Cahaya yang merasa situasinya sudah semakin memanas pun menghampiri mereka.

"Mentari, kamu ini apa - apaan?!" Tanya Cahaya marah. Mentari terdiam tidak menjawab pertanyaan Cahaya, matanya terus menatap tajam Bumi yang terus mengalihkan pandangannya, tidak mau eye contact dengan Mentari.

"Bunda, Tari pulang aja, nanti Kira sama Tari aja naik ojek online" Ucap Mentari beranjak dari halaman belakang sembari mengusap air matanya.

"Eh? Tari, katanya mau ikut nganterin Bumi ke pemakaman" Mentari tidak mendengarkannya ia terus berjalan.

Bertepatan dengan Mentari yang keluar dari halaman belakang, tangisan Bumi pun pecah di pelukan Cahaya. Tangisan yang sedari tadi ia tahan, karena tidak mau terlihat lemah. Cahaya menepuk - nepuk punggung Bumi.

"Sabar ya Bumi, kamu kuat, bunda tau itu"

---

"Kak Tari, bunda mana sih?" Tanya Kira.

"Bunda lagi ada urusan sama Kak Bumi" Jawab Mentari singkat.

"Kira kenapa? Laper?" Kira menggeleng.

"Kata Bang Surya, Mama sama Papanya Kak Bumi lagi ke surga ya?" Tanya Kira dengan polosnya.

"Bang Surya yang bilang?" Kira mengangguk.

"Surga itu dimana sih kak?" Mentari terdiam, tidak menanggapi perkataan Kira, dari raut wajahnya Mentari tampak kebingungan karena ia tidak tau harus menjawab apa.

"Eumm--"

"Surga itu jauh pokoknya Kira, surga itu tempat yang paling nyaman dan enak, kalau Kira mau ke surga, Kira harus berbuat baik, menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda" Jawab Mentari pada akhirnya. Kira hanya mengangguk - anggukan kepalanya saja, setelah itu ia kembali dengan dunia imajinasinya. Sedangkan Mentari, ia merenung, memikirkan Bumi.

"Maafin gue Bum"

---

Mari vomment







Mentari Untuk Bumi || JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang