Keesokan Harinya
Hari ini adalah hari libur. Udara terasa lebih dingin dari biasanya.
Jisoo menyesap sedikit hot chocolate buatan tangannya. Setelah dirasa pas, ia membawa dua cangkir ke ruang keluarga. Senyuman cerah menyambutnya saat ia datang.
"Yeayy, udah jadi!" seru Chaeyoung dengan mata berbinar, menyambut cangkir hangat dari sang kakak.
"Minumlah, udara sedang dingin," ucap Jisoo lembut.
Chaeyoung menangkup cangkir itu dengan kedua tangannya, menghirup uap panasnya sebelum menyeruput sedikit isinya. Momen tenang seperti ini selalu menjadi favoritnya.
Namun, suasana damai itu tiba-tiba terganggu oleh suara mobil yang berhenti di depan rumah. Jisoo refleks bangkit dan mengintip dari balik jendela.
Sementara itu, di dalam mobil...
Seorang wanita paruh baya menghela napas berat. Tangannya bergetar ringan di atas pangkuan.
"Ada apa, Hyori? Apa kau masih ragu?" tanya seorang pria di sampingnya, menatap penuh kekhawatiran.
"Aku takut, Jiyong... Aku takut anak-anak tidak akan menerima. Terutama Jisoo. Dia cukup tahu tentang masa lalu kita... tentang sidang dan ayahnya. Aku takut ini akan melukai hatinya lagi," ucap Hyori pelan.
Jiyong menggenggam tangan Hyori erat, menatapnya dengan penuh penyesalan.
"Aku mengerti, Hyori. Aku pun merasa bersalah. Tapi aku ingin memperbaiki semuanya... demi kita dan anak-anak."
Hyori hanya mengangguk pelan. Ia menarik napas dalam, membuka pintu, lalu keluar dari mobil.
"Sampai jumpa, sayang. Hubungi aku apapun hasilnya nanti," ujar Jiyong, mencoba tersenyum meski sorot matanya tak bisa menyembunyikan kegelisahan.
"Maafkan kesalahan keluargaku, Hyori. Aku janji... akan memperbaiki semuanya," bisiknya lirih, menatap punggung wanita yang kini perlahan menjauh.
Di dalam rumah, Jisoo kembali ke ruang keluarga.
"Ada apa, Eon?" tanya Chaeyoung heran.
Jisoo menggeleng pelan. "Bukan apa-apa."
Tak lama kemudian, terdengar suara pintu dibuka.
"Bunda pulang~" sapa Hyori ceria.
"Yeay, hai Bunda!" seru Chaeyoung antusias.
Sementara Jisoo hanya tersenyum samar, pikirannya masih terpaku pada siapa yang tadi mengantar sang ibu.
Malam itu, mereka duduk bersama di meja makan. Tak ada percakapan, hanya denting alat makan yang terdengar.
Chaeyoung merasakan suasana yang berbeda.
"Jisoo, Chaeng... Eomma ingin menyampaikan sesuatu," ucap Hyori pelan.
"Ada apa, Eomma?" tanya Chaeyoung, disusul Jisoo yang menoleh dengan penuh rasa ingin tahu.
Hyori tampak gugup, tangannya saling menggenggam.
"Bagaimana jika... eomma menikah lagi?" tanyanya, hampir tak terdengar.
Kedua anaknya membelalak, saling berpandangan.
"Aku kira... itu tak masalah, Eomma. Asal Eomma bahagia," jawab Chaeyoung terlebih dahulu, mencoba tersenyum.
Jisoo masih diam. Pergulatan batin tampak jelas di matanya.
"Yah, kan Eonnie?" Chaeng menoleh, menanti persetujuan sang kakak.
Jisoo tersentak dari lamunannya. Ia memaksa tersenyum.
"Y-ya, aku nggak masalah... Memangnya, Eomma akan menikah dengan siapa?"
Hyori kembali gugup. "Tuan Kim Jiyong..."
Deg.
Dada Jisoo seketika terasa sesak. Ia mengenal pria itu lebih dari siapapun.
"Wah... Tuan Kim? Yang orang kaya itu?" Chaeyoung tampak terkejut tapi kagum.
Hyori mengangguk pelan.
Jisoo menahan napas panjang, lalu bangkit. "Aku selesai, Eomma..." katanya singkat, lalu berjalan pergi menuju kamar.
Chaeyoung menggenggam tangan ibunya. "Kalau itu membuat Eomma bahagia, aku setuju. Tapi... beri waktu untuk Eonnie. Dia pasti akan menerima."
Hyori mengelus lembut rambut pirang putrinya. "Terima kasih, Chaeng..."
--------------------------
Jisoo meringkuk di tempat tidurnya. Tidak ada air mata, hanya dada yang begitu sesak.
"Bagaimana bisa Eomma memilih pria yang telah menghancurkan Appa? Bagaimana bisa aku menerima gadis itu... Lisa Kim..." batinnya penuh luka.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka pelan.
"Eonn?" suara lembut Chaeyoung terdengar.
Gadis itu berjalan perlahan menggunakan tongkat, lalu duduk di samping Jisoo.
"Apa Eonnie tidak setuju Eomma menikah dengan Tuan Kim?" tanyanya to the point.
Jisoo menarik napas dalam. Ia tak bisa memberi tahu alasan sebenarnya.
Ia bangkit, lalu memeluk sang adik erat.
"Kata siapa Eonnie nggak setuju? Eonnie setuju, kok. Hanya saja... Eonnie tiba-tiba keingat Appa," jawab Jisoo, memaksakan senyum.
Chaeng menarik napas kasar, lalu memeluk Jisoo lebih erat.
"Kenapa nggak bilang dari tadi? Chaeng juga rindu Appa... Tapi Chaeng setuju karena... Chaeng juga rindu sosok seorang ayah, Eonnie."
Jisoo mengusap punggung adiknya. "Eonnie mengerti..."
Sementara itu, dari ambang pintu, Hyori berdiri tanpa suara. Air matanya hampir jatuh saat melihat kedua anaknya saling menguatkan.
"Kau memang anak yang kuat, Soo-ya... Jiyong, tolong... penuhi janjimu. Jangan sakiti mereka." batinnya penuh harap.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Brightest
Mystery / ThrillerBebek berenang mungkin terlihat tenang, namun siapa sangka kakinya terus bergerak cepat untuk menjaganya agar tidak tenggelam. ---------------------------- "Terlalu banyak hal yang membuat pikiranku ingin meledak rasanya." -Jisoo- "Akan kutunjukkan...