43

461 57 17
                                    

Aku update lagi, karna mau tidur siang, dan suka males update sore pas bangun tidur hihi.

______

Alta menemui ibunya ke rumah yang dulu sempat di tempati, yaitu rumah Zera. Namun saat berada disana, rumah itu telah di sita. Kemana ibunya?

Ia sudah mencoba menanyakan pada orang sekitaran, namun tidak ada yang tahu keberadaan ibunya. Sungguh Alta membutuhkan ibunya, untuk membicarakan bahwa Alta belum membunuh Zera, dan tepat 2 hari lagi gadis itu berulangtahun, Alta akan membunuhnya.

Alta kembali ke apartemen, ia bingung dengan pikirannya sendiri. Di sisi lain ia terus terbayang masalalu penderitaannya, tapi di sisi lain ia sangat mencintai Zera dan tidak tega menghabisinya.

Gadis itu masih duduk di kursi roda, memakan roti berisi selai stowberry yang sudah Alta sediakan. Percayalah, Zera seperti boneka yang di isi baterai, hanya diam, menggeleng dan mengangguk seperlunya.

"Ze," Alta memeluk Zera, melingkarkan tangannya di leher gadis itu. "Lo kenapa diem aja? Takut sama gue? Kalau lo nurut, gue gak akan jahatin lo Ze!"

Zera tak merespon. Bahkan ia merasa luka di tangannya tidak ada apa-apanya di bandingkan perasaannya yang sudah benar-benar mati karena lelaki di belakangnya ini.

Alta mendorong kursi roda ke arah cermin, "Dulu kita saling sayang. Kenapa sekarang lo beda?"

Apakah Alta tidak pernah berfikir, apa yang membuat Zera seperti sekarang? Gadis itu depresi, ia sudah seperti kehilangan akal sehatnya, kehilangan selera hidup dan bahkan seluruh perasaannya sudah mati.

Hatinya terluka, kakinya lumpuh, tubuhnya di penuhi goresan pisau, wajahnya hancur akibat bekas luka yang belum kering, Zera sudah seperti ayam dalam kandang, ia tak mendapati udara segar untuk menikmati dunia, ia hanya tinggal di apartemen dengan segala bentuk siksaan dari Alta.

Memang benar mimpinya dulu hidup berdua dengan Alta di apartemen, bahkan Zera menyerahkan seluruh hidupnya untuk Alta, rela Alta sentuh, bahkan jika Alta menginginkan kehormatan'nya, akan Zera berikan. Tapi saat dimana ia tahu, Alta adalah awal dari segala deritanya, saat itu pula perasaannya hancur!

"Gue harus bisa bahagiain lo sebelum lo mati Ze" lirihnya mengusap wajah Zera. Nampaknya Zera pasrah-pasrah saja.

"Lo dandan ya? Yang cantik, karna malem ini kita bakalan pergi diner" Zera mengangguk.

Alta sudah mempersiapkan make up untuk gadis itu, juga gaun yang cukup indah. Sayang'nya Zera tak merasa senang sama sekali, bahkan untuk tersenyumpun tidak. Senyum yang dulu sering Alta lihat hampir setiaphari, kini seolah menghilang dan sulit di dapatkan kembali.

Apa Zera udah rusak mental?

°°°°°

Alta benar-benar membawa Zera diner ke tempat yang sudah di dekorasi, seindah apapun tempat tersebut, tetap saja tidak ada senyum yang terlintas dari bibir gadis itu.

Zera hanya diam saja, dia percis sekali seperti boneka yang hanya di pakai sebagai pajangan.

"Mau makan apa?" Zera diam. "Gimana kalau kue? Lo suka kue kan? Disini gak ada nasi padang" Zera mengangguk.

Seperti itulah kira-kira Zera yang sekarang, gadis itu mengalami depresi berat, mental'nya terganggu dan bisa kapan saja ia mengubah ekspresinya ketika merasa tidak nyaman dengan keadaan.

5 menit kemudian makanan tersedia, "Gue suapin ya?" Zera hanya mengangguk dan menerima suapan itu.

"Sebentar lagi lo ulangtahun, lo mau minta kado apa dari gue?"

Kematian. Aku mau kematian.

Alta mendengus kasar, percuma saja bicara dengan Zera sudah hampir setara dengan bicara dengan tembok.

Di balik diner itu, seorang pria bersembunyi pada jarak yang lumayan jauh. Ia tersenyum menyeringai, menunggu sang target lengah dan bisa mengambil alih Zera dalam pelukannya.

Sayangnya Alta tidak mudah lengah, ia slalu mengawasi Zera. Belakangan ini juga Alta merasa ada yang mengikutinya, namun ia gagal membuktikan itu.

Pria itu menatap miris gadis yang duduk di atas kursi roda dengan pandangan datarnya. Ia tak menyangka jika Zera akan semenderita itu. 'Tenang Ze, sebentar lagi gue bakalan bawa lo jauh dari si saiko itu!' gumamnya geram dan mengepal tangannya menahan emosi.

Selesai diner, mereka kembali ke apartemen. Mungkin hari ini pria itu gagal, tapi lain kali ia akan berhasil. Setidaknya ia bisa mengawasi Zera meskipun dari jarak jauh.

"Sayang, tidur ya?" Alta membaringkan gadis itu ke atas ranjang, "Ze gue sebenernya gak tahan pengen lampiasin hasrat gue sama lo, tapi gue gak bisa!" lirihnya pelan yang masih dapat Zera dengar.

Yang membuat Alta tak bisa melakukannya adalah perubahan sikap Zera, nafsunya hilang melihat keadaan Zera yang seperti ini.

"Besok gue panggilin dokter terapi, biar kaki lo cepet bisa di gerakin." Walaupun waktunya gak akan cukup karna dua hari lagi, lo bakalan mati.

Alta mengatakan itu hanya memancing ekspresi Zera saja, namun gadis itu hanya diam sama sekali tak merespon apapun, bahkan matanya sudah tertutup hendak lelap dalam mimpinya.

"Good night, sayang" Alta mencium kening Zera. Tanpa ia sadari, matanya sudah berkaca-kaca karna merasa tak akan kuat kehilangan gadis itu untuk selamanya. Logika'nya meminta segera habisi gadis itu, namun hatinya seolah berkata sebaliknya.

Apa ini cinta? Ya, Alta mengakui ia teramat mencintai Zera. Tapi, apa harus ia berhenti dengan niatan membunuh gadis itu? Belum sampai pisau tertusuk pada bagian ulu hati gadis itu saja sudah membuat Alta merasa nyesek, apalagi jika nanti benar-benar tangannya menusukan pisau pada gadis itu.

ALTA! LO UDAH JANJI BAKALAN LENYAPIN ZERA, JANGAN PERNAH LO INGKARIN JANJI LO SAMA DIRI LO SENDIRI CUMAN KARNA CINTA KONYOL YANG LO PUNYA BUAT CEWEK ITU. -

TEROR MAWAR HITAM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang