Ponsel Alta bergetar saat Alta sedang berada di dalam kamar mandi. Zera yang tadinya tak ingin tahu, ia merasa penasaran sendiri dan langsung mengambil pelan ponsel Alta dari atas nakas hendak memeriksa siapa yang mengiriminya chat.
Tertera nama Jesica. Dan Zera jelas ingat bahwa nama itu adalah nama kekasihnya Alta.
Zera belum membuka pesan chat'nya, namun meskipun tak terbuka, jelas pesan chat itu terbaca karna muncul dari notifikasi.
Al, aku bentar lagi sampe apart. Kam....
Al, kok lama?
Al?
Jadi kan?Zeta tak berani membuka chat itu, ia hanya diam seraya menyeimbangkan perasaannya yang mulai kacau. Hatinya berdenyut sakit sekali, lalu apa yang bisa ia lakukan saat ini?
Pria itu sudah selesai dengan kegiatannya, ia kemudian menghampiri Zera dan duduk di samping Zera. "Kenapa?" tanyanya.
"Gapapa. Kamu gak kemana-mana kan Al? Kamu disini kan nemenin aku? Aku takut nanti peneror itu dateng lagi,"
"Iya gue disini" Alta menarik Zera dalam dekapannya. Tangannya meraih ponsel yang berada di atas meja, lalu membaca isi chat dari Jesica.
"Al? Kamu gak kemana-mana kan?" tanya Zera lagi, memastikan.
Alta kembali meletakan ponselnya, tanpa berniat membalas chat dari Jesica. Bahkan ia sengaja mematikan ponselnya agar wanita itu tak terus menerus mengganggunya.
"Gue gak kemana-mana Zera. Btw, soal peneror itu, lo sempet tau muka'nya? Atau ciri-ciri benda yang dia pake?"
"Nggak Al, tiba-tiba ada bunga mawar hitam itu lagi. Anehnya pas aku panggil bi Yati buat meriksa, eh bunganya gak ada. Al, aku yakin kok kalau aku gak lagi halusinasi. Semua itu nyata," bibir Zera mulai bergetar. Ia mulai merasakan ketakutan itu lagi, namun dengan cepat Alta memeluknya, mengusap pelan punggung gadis itu.
"Jangan takut. Secepatnya gue bakalan cari tau"
"Al, dia kaya'nya ngincer kematian aku. Ak-aku padahal ngerasa gak punya masalah sama orang lain deh."
"Jangan di pikirin ya? Gue ada buat lo, dan biar ini jadi urusan gue, gue bakalan cari tau." Zera mengangguk pelan, ia kemudian menenggelamkan kepalanya di bidang dada Alta.
Yang Zera rasakan jika berada di samping Alta, adalah rasa nyaman. Ia tak pernah merasakan kenyamanan semenjak bunda'nya pergi begitu saja bersama suami barunya. Bahkan untuk sekedar memeluk Zera-pun tidak, hanya ada beberapa yang bunda'nya tinggalkan saat itu, yaitu kartu keluarga, foto keluarga, dan foto-foto saat dimana Zera masih kecil, masih dalam pangkuannya.
Zera sangat ingat, dimana bunda'nya meninggalkan semua itu di dalam laci kamarnya. Kemudian sepotong surat Zera baca, bahwa bunda'nya tak tega jika langsung mengucapkan perpisahan padanya, itulah sebabnya ia hanya bisa menulisnya dalam surat.
Zera sayang, bunda sayang banget sama kamu. Tapi, bunda harus pergi. Bagaimanapun bunda harus ikut bersama mas Pram, bunda akan hidup bersama mas Pram, dan tinggal di luar negeri. Kita masih bisa berkomunikasi lewat telfon, dan bunda akan slalu bertanggungjawab atas kebutuhan kamu di indonesia. Rumah itu sudah menjadi milik kamu, tinggal'lah disana bersama bi Yati, orang kepercayaan bunda yang akan menjaga kamu. Maafin bunda, jangan marah sama bunda, apalagi benci sama bunda ya sayang. Love you.
Jika oranglain beranggapan itu hal yang buruk, maka berbeda dengan Zera yang tidak bisa marah atas langkah yang bunda'nya ambil. Karna saat itu pula Zera memutuskan untuk ikhlas.
Setiap kali Zera mencoba menghubungi bunda-nya, nomernya tak pernah aktif/kadang di luar jangkauan. Terakhir kali bunda'nya mengirim pesan chat soal uang yang sudah di transfer ke rekening bi Yati untuk kebutuhan Zera. Padahal Zera lebih membutuhkan bunda'nya daripada uang yang setiap bulan slalu bunda'nya beri untuknya.
"Kok nangis?" Menyadari airmata jatuh membasahi tangan Alta, maka pria itu segera mengangkat sedikit kepala Zera. "Kenapa nangis?"
"Kangen bunda,"
"Ada gue. Bunda lo juga disana pasti kangen lo"
"Bunda gak lupa kan sama aku Al?"
"Orangtua mana yang lupain anaknya gitu aja? Jangan nangis ya, bunda sayang banget sama lo Ze"
Hanya Alta yang slalu berhasil membuat Zera tersenyum dan yakin bahwa bunda-nya akan slalu menyayanginya, ia juga yakin bunda-nya akan kembali ke indonesia untuk menemuinya.
°°°°
Tengah malamnya Zera terbangun, ia tak mendapati Alta di sampingnya, sementara suara petir tendengar mengerikan di luar sana. Hujan turun deras, lalu Alta dimana? Mengapa tidak ada di samping Zera?
Padahal pria itu sudah berjanji tidak akan meninggalkannya sendirian, tapi di hari ini juga, ia mengingkarinya. "Kenapa kamu bohong Al," bulir airmata keluar dari sudut mata Zera. Gadis itu terlalu mudah menangis jika menyangkut Alta.
Zera mengambil jaket, kemudian ia keluar dari kamar. Niatnya, ia akan pergi mencari Alta. Entahlah, hatinya berkata seperti itu.
Untung saja bi Yati sudah tidur, jadi Zera bisa keluar rumah dengan leluasa. Ia memakai payung untuk menghindari rintikan hujan itu, yang meskipun mungkin tetap saja tubuhnya terkena percikan air hujan.
"Loh, non Zera mau kemana?" tanya pak Tono khawatir.
"Ma-mau--mau--MAU BELI PULSA! Ya, Zera mau beli pulsa dulu ke depan pak"
"Ini udah jam 1 malem non, emang konter depan masih buka? Hujan pula, mending non balik lagi ke dalem"
"Masih buka pak, 24 jam. Sebentar doang kok pak,"
Karna tak bisa melarang majikan'nya, maka pak Tono menurut saja, membiarkan gadis itu keluar sendirian malam-malam dalam keadaan hujan deras.
Zera berjalan menelusuri jalanan, ia mencari-cari taxi yang lewat, namun tak juga kunjung datang.
Saat sedang berdiri di depan halte, ada seorang pria di sebrang jalan memakai pakaian serba hitam, tak lupa wajahnya yang di tutupi topeng mengerikan. Pria itu menatap Zera, bahkan memberikan kode dengan mengacungkan jari telunjuk yang ia gerakan pada lehernya seolah memberi kode Zera akan mati.
Zera melotot ketakutan. Tubuhnya bergetar dan semakin merasakan panas dingin. Di sebrang sana, pria itu memperlihatkan bunga mawar hitam, membuat Zera semakin ketakutan.
Karna merasa panik, Zera menerobos saja berjalan di pinggiran jalan dengan nafas memburu tak karuan. Ia terus berjalan hendak kembali ke arah rumahnya.
Si peneror itu menyamai langkah Zera, meskipun jaraknya di sebrang sana, tapi Zera tetap saja ketakutan dan terlihat jelas bahwa si peneror sengaja membuatnya takut.
"Aku harus berani!"
Zera yang sudah bertekad harus melawan rasa takutnya itu, ia hendak menyebrang jalanan menghampiri pria bertopeng itu. "AKU AKAN BONGKAR SIAPA KAMU!" teriak Zera di sebrang jalan, membuat beberapa pengendara menoleh ke arahnya namun detik kemudian mereka melajukan kembali kendaraannya.
Zera buru-buru menyebrang jalan, namun karna tak berhati-hati....
BRAKKKKKKKKK!!
Gadis itu celaka. Pengendara mobil menabrak tubuhnya yang langsung terpental arah.
Beberapa pengendara lainnya yang menjadi saksi mata gadis itu celaka, langsung menghentikan kendaraannya dan membawa Zera ke rumah sakit.
Pria itu membuka topengnya, dan tertawa terbahak. Ia puas karna melihat gadis itu celaka. Meskipun begitu, ia tak akan membiarkan gadis itu mati secara langsung. Ia lebih suka bermain-main, tanpa menimbulkan jejak kriminal. "Gue harap lo masih bisa selamat Ze, karna gue belum puas liat lo menderita" gumamnya tersenyum menyeringai.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEROR MAWAR HITAM ✓
Tajemnica / ThrillerGenre : Fiksi remaja, Thriller, Romance. ________ Semenjak adanya teror mawar hitam, membuat Zera seperti orang tak waras yang kadang berteriak tidak jelas ketika mengingat apa yang sudah terjadi padanya. Entah kesalahan apa yang membuat Zera terli...