Part 29. Rasa Benci

770 80 116
                                    

Sorry for typo:)

Happy Reading
.
.
.

"Dia bukan saudaraku. Aku membencinya, tapi ... ah, lupakan saja."

-Vano-

Tiga hari kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga hari kemudian ...

Di dalam kehidupan ini tidak banyak yang dapat Niel harapkan pada semesta. Karena, ia yakin bahwa semesta sudah menyiapkan sesuatu hal yang terbaik bagi kehidupannya.

Walaupun hidupnya tidak selalu berjalan sesuai ekspektasinya. Mungkin dengan berusaha, alur kehidupannya akan sedikit berubah menjadi lebih baik.

"Ngelamun ae lo, ngab!"

Tepukan di bahunya berhasil membuat Niel tersadar akan lamunan panjangnya. Mata tajamnya langsung menatap mengintimidasi seseorang yang kini berada di sebelahnya.

"Lo nggak pulang?"

Ah, Niel tidak sadar jika sekarang adalah jam pulang sekolahnya. Mengapa bisa ia melamun tanpa mendengarkan bunyi bel sekolahnya? Aish, ia tidak akan melamun seperti ini lagi untuk ke depannya.

"Tuh 'kan! Ngelamun lagi lo!" ucap Martin mulai kesal pada Niel, pasalnya sahabatnya yang satu ini selalu saja melamun di setiap detiknya sejak tadi.

Niel langsung bangkit berdiri kemudian melirik seisi kelasnya yang sudah sepi tak berpenghuni selain ada dirinya dan juga Martin.

"Besok gue nggak sekolah," ucap Niel tiba-tiba pada Martin setelah keduanya keluar dari ruangan kelas lalu berjalan beriringan.

Martin menautkan alisnya bingung, kemudian bertanya. "Lho? Emangnya kenapa?"

"Hari ini bonyok gue pulang dari luar negeri, dan besok gue ada urusan pribadi sama ..."

Martin menunggu kalimat selanjutnya yang akan dilontarkan kembali oleh Niel. Namun, pemuda yang lebih muda darinya itu tak kunjung melanjutkan kalimatnya.

"Lo ada urusan sama siapa, El?"

"Bukan siapa-siapa, intinya besok gue nggak sekolah." Sahut Niel datar seraya memasukkan tangannya ke dalam kantong celananya.

Martin memutar mata malas, kemudian mencibir kesal. "Bikin siyipi-siyipi, intinyi bisik giwi nggik sikilih." Cibir Martin.

Niel langsung menatap nyalang sahabatnya itu yang kini memasang ekspresi yang terlihat begitu menyebalkan bagi dirinya. "Apaan sih?!"

Going Is The Best Choice [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang