Keesokan harinya
Ahh sudah pagi
Aku terbangun. Ini sudah pagi. Aku berjalan menuju jendela yang ada di samping ranjang Atsumu dan membuka kordennya. Cahaya matahari menembus kaca dan mengenai netraku. Aku terdiam sejenak. Memandang suasana kota di pagi hari yang penuh dengan orang yang berlalu lalang. Namun konsentrasiku buyar karena sebuah suara.
“Sam, gue dimana?”
Itu suara Atsumu. Di sisi lain aku senang dia sadar secepat ini. Di sisi lain aku khawatir dan takut.
“Lo di rumah sakit. Kemarin lo kecelakaan”.
“Ahh ya ya ya gue inget”, ucapnya sambil memegang kepalanya.
“Lo gapapa?”.
“Ngga, gue ngga papa. Cuma pusing doang. Btw ngga biasanya lo se care ini sama gue Sam. Biasanya lo dingin banget kek batu es. Batu es malah kalah dingin sama lo hahaha”.
Dia sepertinya belum sadar akan keadaan yang menimpanya. Dan barusan dia tertawa. Mungkin itu tertawa dia yang terakhir kali sebelum semua ini merenggutnya. Aku ingin menjaga semua senyuman dan keceriaannya setelah dia tahu keadaan sebenarnya. Tapi aku gatau. Apa aku bisa?
“Ya gitu-gitu gue biasanya juga care. Cuma nggak gua koar-koarin aja”, sahutku.
“Idih nyenyenyenye”, sambungnya sambil memasang muka konyol.
Apa ini juga bakal jadi yang terakhir kali?
“Sam gue pengen ke WC. Anterin gih”, ucapnya sambil menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya
Sepertinya dia akan mengetahuinya. Aku takut. Aku takut dia gabakal Nerima keadaannya.
“Loh Sam, kaki gua kok ngga bisa digerakin?”
Jantungku berdegup kencang. Dia menatapku mencari jawaban. Aku takut mengatakan hal sebenarnya. Aku tahu dia masih terpukul akan kematian kedua orang tua kami. Bahkan setelah berbulan-bulan lamanya. Aku takut hal ini akan semakin menggoncang jiwanya.
“Sam jawab sam, kaki gua kenapa!!!”
Nadanya mulai meninggi. Apa aku harus mengatakannya sekarang?
“Tsum, kaki lo....”
“Kaki gua kenapa??!!!!!”
“Kaki lo lu.. lumpuh Tsum. Karena kecelakaan yang nimpa lo. Lo kena cedera otak. Cedera otak itu yang buat kaki lo lumpuh”.
Atsumu terdiam sejenak. Dia sepertinya sedang mencerna semuanya.
“Sam, lo ngga bercanda kan?”, ucapnya lirih.
“Ngga Tsum. Ngga ada gunanya gua bercandain lo kek gini”.
“Ngga ngga ngga ngga. Lo. Pasti. Bercanda. Lo pasti bercanda kan??? Jawab Sam!!!”.
Setelah mengatakan hal itu. Dia mencoba berdiri. Dia ingin membuktikan omonganku. Benar atau salah. Namun sesuai dengan dugaanku, dia tidak bisa berdiri dan ambruk seketika. Beberapa selang yang tertanam di tubuhnya lepas. Tangannya juga berdarah karena selang infus yang terlepas secara paksa.
BRUKKK!!!!
Suara tubuhnya yang jatuh ke lantai terdengar keras. Tubuhnya gemetar. Matanya berkaca-kaca. Dia menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak percaya.
“NGGA MUNGKIN SAM. NGGA MUNGKIN GUA LUMPUH. INI MIMPI KAN INI MIMPI”, ucapnya sambil menampar-nampar pipinya.
Tak terasa air mataku mengalir begitu saja.
“Ngga Tsum ini bukan mimpi. Maaf”.
“SAM KALO GUA LUMPUH, GIMANA GUA BISA MAIN VOLI LAGI. GIMANA??? LO TAU KAN SECINTA APA GUA SAMA VOLI. TAPI KENAPA. KENAPA GUA HARUS DERITA HAL KEK GINI. KENAPA SAM. KENAPAAAA”, Ucapnya sambil menangis tersedu-sedu.
Aku menghampirinya. Aku memeluknya dan mencoba menenangkannya. Entah kenapa dia harus mengalami hal seperti ini. Kenapa bukan orang lain?
“SAM GUA GABISA KEK GINI. GUA NGGA BISA. GUA MATI AJA SAM. LEBIH BAIK GUA MATI AJA”
“Ngga Tsum. Lo jangan bilang gitu. Tarik ucapan Lo Tsum!!!”
“NGGA. GUA GABAKAL NARIK UCAPAN GUA. GA ADA GUNANYA GUA HIDUP KALO GUA KEK GINI. LEPASIN GUA SAM. LEPASIN GUAAA!!”
Dia mencoba mendorongku agar pelukanku lepas. Tapi dia tidak bisa. Dia terlalu lemah untuk melakukan hal itu.
“Ngga Tsum. Jaga ucapan Lo. Gua yakin Lo bisa sembuh. Gua yakin Lo bisa main voli lagi”.
“NGGA SAM NGGA. GUA GABAKAL BISA SEMBUH. LEPASIN GUA SEKARANG. INI LANTAI DUA KAN. BIARIN GUA LONCAT KE BAWAH SAM. GUA PENGEN MATI AJA. LEPASIN!!!”
Dia tetap bersikukuh melepaskan pelukanku. Dia ingin bunuh diri. Aku tidak akan membiarkan dia melakukan hal itu. Aku tidak mau kehilangan lagi. Aku yakin dia masih punya kemungkinan untuk sembuh.
Karena dia semakin memberontak. Aku berusaha memencet tombol darurat yang ada di ranjangnya. Dia harus diberi obat penenang atau apalah yang mencegah dia untuk melakukan bunuh diri.
Tidak lama kemudian dokter datang. Dia memberikan suntikan ke lengan Atsumu. Syukurlah setelah itu dia bisa tenang dan tertidur kembali.
Kemudian aku membantu untuk meletakkan kembali tubuh Atsumu ke ranjangnya. Setelah itu aku keluar ruangan. Aku menyenderkan punggungku ke dinding. Air mataku masih mengalir. Aku tidak bisa membayangkan. Apakah dia akan kembali menemukan semangat hidupnya dan tersenyum kembali?.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVANESCENT [Completed]
FanficMiya Atsumu, seorang atlet voli yang mengalami kejadian tragis yang mengubah hidupnya. Kini ia menjadi pribadi yang berbeda dengan dirinya sebelumnya. Bisakah adik kembarnya, Miya Osamu, mengembalikan Miya Atsumu kembali menjadi dirinya sebelumnya?