18. You're Not Alone

176 34 0
                                    

Setelah Atsumu sadar, kami langsung pulang. Dia menerima beberapa jahitan di pergelangan tangan kirinya. Tangan kirinya diperban sampai siku. Kami pulang dalam keheningan. Dia tidak mau berbicara sedikitpun denganku. Sedangkan Rintarou sejak tadi pulang terlebih dahulu karena ada kepentingan mendadak.

Rentang beberapa menit setelah kami sampai di rumah, psikolog yang menangani Atsumu datang.

“Selamat siang..”

“Siang”.

“Tangan kiri Atsumu, kenapa diperban?”.

“Tadi dia sempet ngekaluin self-harm dan mau bunuh diri lagi”.

Psikolog tersebut mengangguk. Setelah itu dia pergi menemui Atsumu. Dia nampak berbincang-bincang dengan Atsumu. Tetapi hari ini Atsumu tidak banyak bicara seperti biasanya.

Setelah semuanya selesai, dia menghampiriku.

“Sebenarnya, kalau saja hari ini dia tidak melakukan percobaan bunuh diri, aku akan mengatakan padamu kalau level depresinya menurun. Karena beberapa gejala depresi mayor yang dia alami sudah mulai perlahan menghilang. Tapi kenyataan berkata lain, ternyata dia masih mengalami tingkat depresi yang sama seperti bulan kemarin”.

Psikolog tersebut diam sejenak. Kemudian dia melanjutkan ucapannya.

“Kalau boleh tau, kenapa dia sampai bisa melakukan hal seperti itu?”

“Ada dua penyebab, menurutku. Pertama, dia mengetahui fakta bahwa... Dia sudah tidak memiliki harapan lagi. Dia didiagnosis akan mengalami lumpuh seumur hidup. Dia sudah kehilangan harapannya. Dia sudah menyerah akan semua ini. Dan aku pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku bingung harus berbuat apa lagi”.

“Aku turut berduka mendengarnya. Lalu yang kedua?”.

“Sebenarnya yang kedua ini salahku.  Aku tidak mau memberitahu keadaannya. Aku memiliki maksud agar dia tidak mengetahuinya terlebih dahulu. Karena aku takut dia akan melakukan hal-hal yang tak terduga. Tapi ternyata dia mendengar percakapanku dengan temanku di telepon dan terjadilah kesepahaman”.

“Yahhh ini bukan sepenuhnya salahmu juga. Kamu punya maksud baik. Tapi ternyata dia salah tangkap akan maksudmu”.

Setelah semua selesai, psikolog tersebut pamit undur diri.

Aku mencoba mendekati Atsumu. Aku ingin menjelaskan semuanya kepadanya.

“Atsumu...”

Aku memanggil namanya. Tapi dia tidak menoleh sedikitpun. Aku sudah menduganya dari awal.

Aku berjalan menuju hadapannya. Aku mencoba memegang tangannya. Tapi dia menepis tanganku. Aku berlutut di depannya mencoba mensejajarkan posisi kami.

“Tsumu. Gue mau jelasin sesuatu tentang tadi. Plis jangan abaikan gue”.

Dia tidak merespon ucapanku. Walaupun begitu dia tetap menatapku. Tapi dengan tatapan yang dingin.

“Gue ngga ada maksud buat nertawain lo tadi. Gue juga minta maaf karena gue gamau jujur sama lo. Gue hanya mau beritahu keadaan lo pada waktu yang tepat. Ketika lo sudah mulai tenang. Hanya itu. Gue ngga ada satupun maksud yang buruk buat lo.”

Dia tertawa setelah mendengar penjelasku tadi. Bukan tawa bahagia. Tapi sebuah tawa yang tidak ingin kudengar. Tawa frustasi dan perasaan kecewa.

“Percuma. Mau lo ngasih tau gue besok, lusa, satu bulan lagi, bahkan satu tahun lagi, semuanya percuma. Semua itu gabakal ngerubah kenyataan kalo gue emang udah gabisa jalan lagi, Sam. Percuma.”

Dia menutup matanya. Akuu mendengar sebuah isakan  dari mulutnya. Saat aku mencoba membuka tangannya, dia sudah berlinang air mata. Aku kemudian memeluknya. Mencoba menenangkannya.

“Ada gue, Tsum. Gue janji bakal ada disamping lo. Ada gue. Lo nggak bakal sendirian. Gue yang bakal jagain lo. Lo harus bertahan, oke”.

“Gue ga bisa janji, Sam. Gue ga tau apa gue bakalan kuat ngehadapin semua ini”.

“Ngga. Gue yakin lo bisa. Gue yakin. Tapi plis lo harus bertahan buat gue”.

Dia semakin memelukku erat-erat. Tangisannya semakin menjadi-jadi. Tapi aku biarkan dia menangisi semua itu. Aku tahu dia memiliki beban yang berat. Barangkali dengan menangis, bisa sedikit mengurangi bebannya.

Aku membawanya ke kamar karena dia ketiduran. Ada suara notifikasi dari teleponku. Dari psikolog tadi. Dia mengatakan bahwa dia tidak bisa melakukan konsultasi secara langsung, karena dia harus melakukan penelitian dengan teman-temannya dua Minggu ini. Dia mengatakan untuk bertanya saja lewat pesan jika ada hal yang ingin ditanyakan. Dia juga sempat menyarankan untuk mencari psikolog lain, jika terjadi keadaan darurat.

EVANESCENT [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang