23. Apology

175 36 0
                                    

Akhirnya kami tiba di rumah dua jam kemudian. Tadi di perjalanan kami sempat mampir ke tempat print untuk mencetak foto kami tadi. Kami tiba di saat warna langit mulai berubah menjadi oranye.

“Pas banget, Sam. Sunset!!! Anterin ke rooftop dong. Warnanya bagus banget ngga seperti biasanya.”

“Yaelah sunset perasaan warnanya itu-itu doang.”

“Dipikiran lo cuma ada onigiri, onigiri, dan onigiri. Ya mana lo bisa tahu.”

“Jadi ngga nih?”

“Jadi dong, cepet gendong gue.”

“Lo duduk di kursi dulu. Gue mau ambil kursi roda Lo. Berat njir kalo harus bawa dua-duanya”.

“Katanya gue ringan..”

“Ya kalo bawa kursi roda jadi berat lah.”

Aku mengambil kursi roda itu di bagasi mobil. Lalu aku membawanya ke atap rumah. Setelah itu aku menghampiri Atsumu untuk menggendongnya ke sana juga.

“Wuihh sumpah ini bagus banget gue ngga bohong. Gradasi warnanya, semuanya....”

“Serah lu dah.”

“Lo yang ngga ngerti diem aja disitu. Ngga usah komen.”

Aku duduk di samping kursi rodanya. Aku memandang sunset itu tanpa memperdulikan racauan tidak jelas dari Atsumu.

“Sam...”

“Hmmm....”

“Gue... Minta maaf.”

“Ngga biasanya lo minta maaf duluan. Biasanya juga gue duluan yang minta maaf.”

“Ngga tau sih. Mungkin karena hari ini gue ngerasa bahagia banget. Gue jadi tobat.”

Aku diam mendengarkan kata-katanya. Sepertinya aku berhasil membuat dirinya bahagia lagi.

“Gue minta maaf. Selama ini gue udah repotin lo. Maafin gue karena gue ga bisa jadi kakak yang baik buat lo.”

“Ngga usah dipikirin. Udah kewajiban gue...”

“Baguslah kalau lo udah maafin gue. Gue jadi lega. Seenggaknya gue udah ga punya utang maaf sama lo.”

“Gue juga minta maaf kalau gue punya salah sama lo.”

“Udah gue maafin... Apa sih yang ngga buat adek yang baik banget kaya lo. Lo pantes bahagia.”

“Heh lo ngomong gitu kek mau pergi jauh aja.”

Dia tertawa setelah mendengar balasanku. Aku tersenyum melihatnya bisa tertawa lepas seperti itu. Aku harap permintaan maafnya tadi bukan karena akan terjadi hal yang buruk kedepannya.

“Pemandangan indah kek gini ngga lengkap kalau ngga difoto.”

Aku paham maksudnya. Aku segera mengambil handphone di sakuku. Tetapi ternyata tidak ada di sana. Mungkin tertinggal di mobil.

“Tsum, gue turun bentar mau ngambil hp. Lo tadi katanya mau foto sunset kan? Kebetulan hp gue ketinggalan di mobil. Lo diem disini, jangan kemana-mana.”

“Hmm.”

Aku turun ke bawah untuk mengambil handphone
ku. Dan benar saja, handphoneku tertinggal di mobil. Aku segera mengambilnya. Ternyata pesanku tadi sudah di balas oleh psikolog tersebut. Aku segera membukanya.

Psikolog tersebut membalas pesanku. Dia mengatakan kalau ternyata Atsumu memang sedang mengalami halusinasi, tanda depresi yang dialaminya semakin berat. Dia mengatakan untuk tidak meninggalkan Atsumu sendirian, karena halusinasi tersebut bisa saja membahayakan nyawa penderitanya. Aku baru sadar, aku meninggalkan Atsumu di rooftop. Sialan, aku sangat ceroboh.

EVANESCENT [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang