19. Invisible Stars

172 36 0
                                    

Keesokan harinya pada sore hari..

Aku menggendong Atsumu ke atap rumah. Atau lebih tepatnya rooftop. Walaupun aku harus bolak-balik untuk mengambil kursi rodanya juga karena tidak ada kursi di sana. Hanya ada pembatas rooftop. Sangat berbahaya jika kami duduk di sana mengingat akhir-akhir sering hujan. Yang menyebabkan pembatas tersebut terasa licin .

Kami kesini berawal dari Atsumu yang tiba-tiba bercelatuk ingin melihat sunset lagi. Hal yang dia sukai. Padahal sudah lama dia tidak melakukannya.

Sam, gue bosen. Nanti sore ke atas kuy, lihat sunset.

Itulah hal yang dia ucapkan kepada ku tadi pagi. Akhir-akhir ini dia mulai banyak bicara kembali, tidak seperti sebelumnya. Walaupun kebiasaannya barunya, melamun dan menangis setiap malam belum juga hilang. Dan nafsu makannya juga kembali turun setelah beberapa hari yang lalu normal kembali. Setidaknya ada sedikit kemajuan dari sisi kejiwaannya.

Kami menikmati suasana sunset yang indah ini dalam diam. Atsumu sangat terlihat menikmatinya. Dia beberapa kali tersenyum, tersenyum tipis. Aku bahagia saat dia bisa tersenyum seperti sekarang.

Langit mulai menggelap. Matahari sepenuhnya terbenam. Sebagian dari langit ditutupi awan hitam tanda hujan akan segera turun. Aku mengajak Atsumu turun. Tapi dia mencegahku.

“Bentar Sam, gue juga pengen lihat bintang”.

“Tapi lihat, mendung kan? Bintangnya ga bakalan kelihatan”.

“Tunggu bentar lah, nanti juga kelihatan”.

Aku mengangguk dan menurutinya. Tapi bagaimana bisa langit yang tertutup awan hitam akan menampilkan bintang-bintang yang bertebaran? Rasanya tidak mungkin.

Terhitung setengah jam sudah aku menunggunya. Kakiku terasa pegal, sehingga aku duduk bersila tanpa alas dan menyenderkan kepalaku di kursi roda Atsumu. Tapi tidak ada satupun bintang yang terlihat di langit. Hanya ada awan hitam. Bahkan bulan pun tidak menampakkan wujudnya.

Aku melihat sekilas ke wajah Atsumu. Matanya terlihat berbinar-binar. Tapi aku bingung, matanya berbinar karena apa? Tidak mungkin kan hanya karena melihat awan mendung yang tidak mempunyai sisi menariknya sedikitpun.

“Tsum lo lihat apa? Lihat mendung? Aneh banget sih lo”

“Gue lagi lihat bintang. Lo ngaco banget sih. Awan mendungnya udah hilang dari tadi.”

Bintang?

Aku mengucek kedua mataku untuk memastikan apakah penglihatanku yang salah. Tapi tetap saja, hanya ada awan hitam di atas kami.

“Bintang dari mana. Lihat? Ngga ada bintang sama sekali”.

“Wah sepertinya lo harus makai kacamata ya mulai besok.”

“Kacamata? Buat apa? Penglihatan gue normal.”

“Ya biar jelas penglihatan lo. Udah jelas ada bintang di atas. Banyak malah. Kenapa lo bilang ada awan mendung?”.

“Serah lo deh”.

Aku mengakhiri perdebatan diantara kami. Aku mengalah karena aku tahu tidak ada gunanya berdebat dengan Atsumu. Dia terlihat kukuh dengan pendapatnya.

Setelah dua jam kemudian, kami turun. Atsumu masih saja meracau tentang keberadaan bintang tadi. Aku menghiraukannya. Setelah mengantarkannya ke kamar, aku langsung tidur karena tubuhku terasa sangat lelah hari ini.

EVANESCENT [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang