10. Sunset

208 40 0
                                    

2 Minggu kemudian........

2 Minggu setelah kejadian itu, Atsumu diperbolehkan pulang dan melakukan rawat jalan. Selama di rumah sakit, nafsu makannya berkurang dan dia sering sekali melamun. Bahkan aku sesekali melihatnya menangis di malam hari.

Sebelum kami pulang, aku mengantarkannya ke atap rumah sakit. Kebetulan sekali kami pulang saat matahari terbenam. Dia sangat menyukainya sejak kecil.

"Tsumu, kenapa kamu suka sama matahari terbenam?".

"Sunset itu indah banget, aku juga suka filosofi nya Sam".

"Maksudnya?".

Itu percakapanku dengannya dahulu ketika kami masih duduk di bangku sekolah menengah. Entah darimana seorang Atsumu mengetahui tentang apa itu filosofi.

"Hari itu ngga akan selalu cerah diterangi oleh cahaya matahari, Sam. Matahari bakal tenggelam ketika senja, langit bakal jadi gelap. Sunset mengajarkan kita kalo tak selamanya hidup akan selalu terang benderang dipenuhi cahaya kebahagiaan. Akan ada saatnya kesedihan bak kegelapan malam menjelang. Dimana ada sunset, pasti ada sunrise. Dimana ada kegelapan, pasti disana ada sepercik cahaya. Walaupun kita harus melewati kegelapan malam, tentu saja esok hari akan ada secercah harapan baru".

Itulah kata-kata indah yang diucapkannya dulu. Tapi entah kenapa hal itu kini tidak berlaku pada dirinya.

Angin sore berhembus pelan menerpa wajahku. Langit di penuhi dengan warna orange, warna khas dari matahari terbenam itu sendiri. Dulu, ketika Atsumu melihat matahari terbenam, dia begitu excited melihatnya. Tapi berbeda dengan sekarang, dia tidak begitu terlihat menikmatinya.

"Sunsetnya indah".

Senyum tipis terukir dari wajah sayunya. Baru kali ini aku melihatnya tersenyum setelah apa yang terjadi padanya. Akankah aku bisa menjaganya tetap tersenyum seperti ini?.

Tetapi entah mengapa, tiba-tiba dia terlihat mengusap air matanya yang mengalir ke pipinya. Aku tak menyadari sejak kapan dia menangis.

"Tsum, lo kenapa? Ada yang sakit?".

"Gue miris lihat keadaan gue sendiri, Sam. Gue ngga bisa ngapa-ngapain lagi. Gimana mau main voli lagi, gue berdiri aja ngga bisa, Sam".

"Lo suka sunset kan? Lo juga pengen lihat sunset terus kan? Makanya lo harus bertahan, Tsum".

Dia tidak menggubris lagi omonganku. Dia kini terdiam di atas kursi rodanya.

"Lo inget ngga dulu, lo ngomong soal filosofi dari sunset?. Lo bilang sunset ngejarin kita kalo bakal ada harapan buat esok hari?".

Aku masih mencoba memotivasi dirinya. Entah ini berhasil atau tidak. Tapi aku harap hal ini bisa menggugah hatinya untuk tetap bertahan di keadaan sulitnya ini.

Kami menikmati sunset tanpa mengucapkan sepatah kata lagi. Setelah langit mulai menggelap, kami pun langsung pulang. Karena besok Atsumu akan langsung menjalani fisioterapi, jadi aku bergegas pulang agar dia bisa beristirahat malam ini.

Sebenarnya aku berniat menemui psikolog malam ini. Jadi aku meminta tolong Rintarou untuk menjaga Atsumu selama aku pergi.
Sejujurnya aku merasa selalu merepotkan Rintarou. Aku sering bertanya apakah dia merasa terganggu karena aku selalu meminta bantuan kepadanya. Tapi jawabannya tetap sama.

"Ngga usah ngerasa sungkan Sam, selama gue ngga ada kesibukan, gue bakal berusaha bantu lo. Hanya gue orang terdekat yang lo punya. Jadi gue pasti bakal bantu lo".

Aku sangat bersyukur memiliki teman seperti dia.

EVANESCENT [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang