Peaceful Family ✅

2.6K 291 4
                                        


Jisoo berdiri di depan pintu garasi utama mansion keluarga Kim, berniat pergi ke suatu tempat. Saat pintu garasi perlahan terbuka, ia disambut oleh deretan kendaraan mewah yang berjajar rapi-mobil sport, SUV antipeluru, hingga motor-motor eksotis nan futuristik.

Ia berjalan pelan, mengelus beberapa bodi kendaraan sambil mendecak pelan.

"Daeebak... keluarga ini memang tidak pernah main-main. Tapi... bagaimana mungkin mereka bisa memakai semuanya?" gumamnya kagum sekaligus heran.

Hampir satu jam ia berkeliling, mencoba mencari kendaraan yang terlihat sederhana. Tapi nihil. Semua terlalu canggih. Akhirnya, dengan pasrah, ia menjatuhkan pilihan pada satu motor BMW berdesain futuristik-mesin buatan divisi teknologi Kim Tech sendiri.

Dengan napas kasar, Jisoo berdiri di samping motor itu, berkacak pinggang.

"Nona, hendak menggunakan motor ini?" tanya seorang pelayan yang tiba-tiba muncul.

"Oh! Nde, Ahjussi. Bisakah aku minta kuncinya?"

"Tentu saja, nona," jawab si pelayan sembari menyerahkan kunci.

"Terima kasih, Ahjussi," balas Jisoo sopan.

Begitu pelayan pergi, Jisoo mulai kebingungan. Ia mengetuk-ngetuk bagian bodi motor, mencoba mencari lubang kunci. Berkali-kali ia mencolokkan kunci ke tempat yang salah, dari stang, sisi dashboard, bahkan... dekat knalpot.

"Dimana sih lubang kuncinya? Aishh..." keluhnya sambil mengacak rambut sendiri frustasi.

-------------

Sementara itu, Lisa melangkah masuk ke garasi. Langkahnya ringan, tapi penuh percaya diri. Ia langsung menuju motor favoritnya. Namun matanya sempat menangkap sosok Jisoo yang sibuk mengetuk-ngetuk motor seperti sedang bermain tebak-tebakan.

"Bodoh sekali... nemu lubang kunci aja nggak bisa," ucap Lisa pelan, kesal sendiri, lalu mengenakan helm dan bersiap naik motor.

Namun suara berisik dari Jisoo yang makin frustasi membuat Lisa tak tahan lagi. Ia menyalakan motornya, melaju beberapa meter, lalu berhenti tepat di samping kakak tirinya itu.

"Yak! Kau bisa merusak motor-motor ini kalau main asal colok begitu!" omelnya sambil turun dari motor dan merebut kunci dari tangan Jisoo.

Dengan satu gerakan cekatan, Lisa membuka penutup slot tersembunyi dan memasukkan kunci ke tempat yang benar.

"Ini untuk menyalakan, ini pengatur speed, dan ini indikator bensin," jelasnya cepat, lalu kembali ke motornya.

"Tunggu," panggil Jisoo pelan.

Lisa menoleh, malas.

"Terima kasih..." ucap Jisoo tulus, disertai senyum kecil.

Lisa mendengus, memutar bola matanya.
"Lain kali, belajarlah hidup di level atas. Meski aku membenci kalian, tetap saja kita satu keluarga. Aish... jangan bikin malu keluarga Kim dengan keluguan kalian," ocehnya lalu pergi melaju cepat, meninggalkan Jisoo dalam kesunyian.

Jisoo diam sejenak.
"Padahal aku nggak minta bantuanmu..." gumamnya lirih. Ia menatap motor itu, lalu tersenyum samar.
"Btw... itu pertama kalinya dia bicara padaku. Anak itu... benar-benar sulit dijangkau."

Ia pun mengenakan helm, naik ke motor, dan mengendarainya dengan hati-hati.

---

Di sisi lain mansion, Chaeyoung melangkah pelan di koridor panjang. Bosan berada di kamarnya, ia memutuskan menjelajahi rumah megah itu. Tatapannya jatuh pada satu pintu tua di pojok koridor. Didorongnya perlahan...

Cahaya lembut menyambutnya. Di dalam, puluhan alat musik tersusun rapi. Tapi matanya langsung tertuju pada satu benda: sebuah grand piano hitam mengilap berdiri anggun di tengah ruangan.

Binar cerah muncul di wajahnya. Ia melangkah mendekat, duduk, dan mulai memainkan nada-nada pelan. Jemarinya dengan fasih memetik melodi "River Flows in You" karya Yiruma. Musik memenuhi ruangan, lembut dan menyentuh.

Tak disadarinya, dari balik pintu, Jennie berdiri diam. Baru saja hendak memarahi penyusup yang berani masuk ke ruang musik pribadinya, langkahnya terhenti saat mendengar alunan yang mengalun merdu itu.

Ia melangkah masuk, perlahan.
"Lumayan," ucapnya datar.

Chaeyoung tersentak kaget. Ia langsung berdiri, membungkuk sopan.

"Mianhae... aku nggak tahu kalau ini ruanganmu... aku akan pergi," ucapnya cepat. Ia mengambil tongkatnya dan melangkah dengan gugup.

Namun baru beberapa langkah...

"Tunggu," panggil Jennie.

Chaeyoung berhenti. Tubuhnya menegang.
"Nn... nde Jennie-ssi?" tanyanya dengan suara kecil.

Jennie berjalan mendekat, mendekap aura dominan seperti biasanya.
"Kau pikir setelah masuk begitu saja ke ruangan pribadiku, bisa keluar semudah itu?" katanya tajam.

Chaeyoung menunduk, panik.
"Mianhae... aku... aku harus bagaimana untuk menebusnya?"

Jennie mendekat. Dengan satu jari, ia mengangkat dagu Chaeyoung, membuat gadis itu terpaksa menatap langsung ke matanya.

"Nyanyikan satu lagu untukku. Lakukan itu... dan kau boleh pergi."

Chaeyoung terdiam, matanya membulat bingung.

"N-nnde?" ucapnya pelan.


The BrightestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang