Holla aku comeback, wkwk
Maaf ya udah bikin kalian nunggu lama. Soalnya otak macet, gak bisa diajak kerja sama😭😭Makasih yang udah mau nunggu, gak usah banyak basa-basi lagi.
Boleh share ya, supaya lapak ini jadi rame. Hehe, minta tolong buat semuanya🤗
Sorry☺ banyak typo bertebaran Silahkan komen kalau ada typo supaya bisa aku perbaik😆
Minta waktunya sedetik aja untuk Klik Bintang ⭐🌠
Enjoy guys💕
Have a nice day💕
Selamat membaca❤❤
"Lo gak boleh gitu, lo harusnya sadar jika yang hidup akan mati dan yang mati takkan bisa hidup kembali." Lovie Qyara Narendra
"Gue sadar tapi sulit buat nerima kalau orang yang gue sayang bakal mati, gue tau kalau manusia itu pasti bakal mati, tapi kenapa tanpa perasaan ninggalin banyak luka. Seakan dengan kematiannya dapat mewujudkan sebuah kebahagian." Indira Myesha
🍁🍁🍁🍁Kabar berita kematian Viona menyebar di SMA Jaya Sakti. Semua siswa siswi termasuk guru terkejut mendengar kabar itu. Ada beberapa orang yang menyayangkan kematian Viona dan ada juga yang senang. Qia dan Dira, kedua teman dari Viona merasa terpukul. Walaupun Qia baru mengenal Viona namun Qia terpukul mendengar berita yang mengejutkan itu.
Dira yang kala itu berada di kamarnya sedang menonton drama korea mendapatkan kabar dari grup angkatan sekolah, Dira sendiri menangis histeris mendengar kabar kematian Viona. Dira teman deket Viona, kemana-mana berdua namun tiba- tiba dia mendapatkan kabar kematian Viona yang nyatanya baru kemarin bersamanya. Dira mengenal Viona lebih dari 6 tahun. Jadi kematian Viona menambah frustasi Dira.
Nyatanya kondisi Dira tidak sebagus kelihatannya. Mentalnya terguncang, apalagi dengan masalah keluarganya, masalah Arzan, dan sekarang kematian Viona seakan menjadi pukulan telak seorang Dira.
Pernah Qia jumpai Dira yang sedang mengores tangannya. Qia pada waktu itu segera berlari mendekat dan berusaha menghentikannya, namun yang Qia dapat justru sebuah penolakan. Setelah Qia akan menghentikan aksi Dira, Dira langsung marah besar. Butuh waktu 2 minggu untuk Qia mendapatkan permintaan maaf.
Dan sekarang yang Qia takutkan adalah Dira yang akan bunuh diri. Qia tidak tahu seberapa besar masalah Dira tapi dilihat dari temuannya, Qia yakin bahwa Dira memiliki masalah serius.
"Moga aja, Dira gak lakuin sesuatu yang bahaya," lirih Qia ketika melihat ke arah Dira.
Kini Qia dan Dira berada di tempat pemakaman umum, menghadiri pemakaman jenazah Viona. Qia dapat melihat raut wajah Dira yang sembab, kantung mata yang terlihat jelas bahwa Dira tidak tidur dengan baik.
Qia berjalan mendekat Dira, sekarang hanya ada Dira dan Qia ditempat pemakaman umum. Yang lainnya telah meninggalkan tempat pemakaman umum beberapa menit lalu.
Qia menepuk bahu Dira sontak membuat Dira menoleh. "Kenapa Qi?"tanyanya lirih dengan suara serak.
"Lo gak mau pulang? Mau ujan nih," ujar Qia pelan menatap Dira lekat.
"Enggak, gue mau nungguin Viona, Viona takut sendiri, dia suka minta gue nemenin dia. Jadi gue mau nemenin dia disini, gue takut nanti Viona marah kalau gue gak nemenin dia," ucap Dira meneteskan air mata. Sungguh rasanya Dira sulit untuk menerima kenyataan jika Viona meninggal. Sahabatnya meninggalkan dia begitu saja tanpa pamit hanya meninggalkan goresan luka.
Qia memandang Dira lalu mengalihkan pandangan ke makam Viona. "Lo gak boleh gitu, lo harusnya sadar jika yang hidup akan mati dan yang mati takkan bisa hidup kembali."
"Gue sadar tapi sulit buat nerima kalau orang yang gue sayang bakal mati, gue tau kalau manusia itu pasti bakal mati, tapi kenapa tanpa perasaan ninggalin banyak luka. Seakan dengan kematiannya dapat mewujudkan sebuah kebahagian," ujar Dira menatap makam Viona.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Kamu gak apa-apa kan, Lov?" tanya Febian memandang Qia yang melamun.
Febian datang ke rumah Qia untuk bertemu kekasihnya namun yang dia dapatkan justru Qia yang sedang melamun. Terlihat Qia yang melamun sambil duduk di atas ranjang tempat tidurnya.
"Hah? Apa? Kenapa?"
Qia yang melamun melonjak kaget ketika Febian menganggu kegiatannya itu. "Kamu dari kapan kesini, Bi?" Qia menyeringit alisnya heran.
Febian mengelengkan kepala pelan berjalan mendekati Qia. "Kamu kenapa sampai ngelamun, hm?" tanyanya.
Qia mengerutkan dahi, memandang kesal Febian. "Kan aku yang nanya duluan harusnya kamu jawab dulu," ujarnya mengerucutkan bibir.
Febian terkekeh pelan, mencubit pipi Qia yang terlihat cubby. "Iya iya, maaf ya. Baru sampai kok," jawabnya.
"Hm, oh gitu," ujar Qia menanggapi jawaban Febian sambil menganggukan kepala paham.
"Imut banget sih pacarnya Bian," ujarnya menahan gemas melihat tingkah lucu Qia.
"Iya lah Qia gitu loh," kata Qia seraya tertawa.
"Jadi kamu ngelamun apa, hm?"
"Bian, Viona meninggal," adu Qia.
Febian menegang, dia kira Qia tidak peduli pada Viona. Tapi ternyata Qia peduli, sekarang bagaimana dia menjawabnya. "Kok bisa?" tanya pelan setelah mengendalikan diri.
"Aku gak tau, sedih aja sih. Meskipun dia cuma temen aku tapi sedih aja gitu pas denger dia meninggal," keluh Qia.
Febian menatap penuh perhatian, mendenger dengan sabar semua perkataan Qia, sesekali Febian menjawab perkataan Qia. "Yang sabar ya Lov, tapi kalau aku bilang yang bunuh gimana?" tanyanya ragu-ragu.
Setelah Febian pikir ulang, lebih baik dia berkata jujur sekarang daripada nanti yang justru hanya akan menambah masalah. Jadi meskipun dia ragu, dia lebih baik mengutarakannya.
"Maksud kamu apa?" tanya Qia tidak paham.
"Jadi kalau aku yang bunuh Viona gimana?" tanya Febian dengan tegas.
Qia menatap Febian terkejut. Jadi yang membunuh Viona Febian. Ternyata kekasihnya seorang pembunuh. Dia terdiam lama, mencerna fakta yang sulit dia terima.
"Aku jujur kalau aku yang bunuh Viona, karena dia pengen kamu mati Lov. Aku kan gak terima jadi aku bunuh aja. Tapi aku bunuh langsung kok, seriusan," jelasnya menatap Qia penuh kesungguhan.
"Maksud kamu, Viona mau bunuh aku gitu?" tanya Qia.
"Iya Lov, yang ngasih tau si caper tentang alergi kamu tuh Viona anjing," ujar Febian geram. Dapat Qia rasa jika Febian menahan amarah.
"Kamu pulang dulu aja Bi, aku butuh waktu sendiri," usir Qia memandang ke arah lain. Tidak memandang Febian.
Febian menatap cemas Qia, mendengar perkataan Qia yang mengusirnya. "Aku salah ya, Lov?" tanyanya gelisah.
"Maaf, aku salah Lov, jangan usir aku dong," rengeknya. Febian memegang lengan Qia lalu mengoyangkan lengan itu maju mundur. "Lov, maaf," ujarnya menatap Qia dengan mata berkaca-kaca, suaranya juga terdengar menahan tangis ketika Qia tidak menanggapi perkataannya.
"Pulang aja sana," usir Qia sekali lagi menyentak tangan Febian yang mengoyangkan lengannya.
Febian menunduk lalu berkata pelan. "Iya aku pulang tapi kamu jangan diemin aku ya?" pintanya menatap penuh harap Qia.
"Sana pulang,"kata Qia tidak menjawab ucapan Febian.
Febian menatap Qia lalu berjalan menjauh, pergi dari kamar Qia. Sesekali menatap Qia sendu. Febian terlihat seperti anak anjing yang diusir dan meminta majikannya untuk tidak mengusirnya.
Qia menengok ke arah pintu memandang lama lalu berkata, "Maafkan aku Bian, aku hanya butuh waktu untuk menenangkan diri," lirihnya.
TBC
14 Oktober 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
I'am The Antagonist? Really?
Teen Fiction[Cerita buatan sendiri] [Bukan novel terjemahan] ▪Kalau vote silahkan vote semua jangan cuma berapa chapter saja😉😝🐺 Erika, seorang gadis penyuka novel. Suka membaca novel sampai lupa waktu. Tiba- tiba mati tengelam namun ketika dia sadar ia bera...