Part 27

1.8K 141 19
                                    

Holla all, aku back nih. Ini buat kalian, hehe. Dah lama banget keknya ku gak up. Maaf ya, ku gak ada ide.

Plus juga kagak ada yang ingetin, ku lupa kalau ada cerita yang perlu di up gak ada yang minta sih yaudah makin lama deh upnya.

Ini aja aku inget gara2 adek online aku chat. Ngomong selingkuhannya dia gimana. Aku bingung dong selingkuhannya dia siapa eh ternyata si Febian😭. Lah terus aku kepikiran mau lanjut, mana aku ngetiknya di rc wa aku ama adek online aku😭😭. Aku ngetik di rc dapat inspirasi walaupun agak gimana gitu idenya😥.

Jadi curhat. Eh kalau adek online ku baca chapter ini selamat anda masukin  ke bagian cerita Febian dan Qia.

Oh ya, gimana kabar kalian?? Baik kan ya.

Makasih yang udah mau nunggu, gak usah banyak basa-basi lagi.

Boleh share ya, supaya lapak ini jadi rame. Hehe, minta tolong buat semuanya🤗

Sorry☺ banyak typo bertebaran Silahkan komen kalau ada typo supaya bisa aku perbaik😆

Minta waktunya sedetik aja untuk Klik Bintang ⭐🌠

Enjoy guys💕

Have a nice day💕

Selamat membaca❤❤

"Aku bertahan hanya untuk menjagamu, namun aku tak menyangka bisa sampai memilikimu. Aku sangat berterimakasih padamu karena sudah menoleh ke belakang, berbalik menghampiriku mengenggam tanganku ketika aku sudah merasa putus asa untuk berjuang." Febian Mikko Narendra

"Kenangan itu terus datang menghantuiku menguncang kewarasanku." Lovie Qyara Raissa

Febian, cowok itu berdiri diam ditengah-tengah hujan deras. Seakan tidak merasa kedinginan, Febian menatap lurus ke depan. Pandangannya kosong. Air matanya menetes.

Febian pikir harusnya tidak seperti ini, Qia harusnya tidak marah padanya. Qia harusnya tidak mengusirnya. Dia kan hanya membantu Qia memusnahan orang yang mencelakai kekasihnya itu. Apa kah Febian salah?

"Hahaha, ha...ha... ha, gue salah ya? Kenapa Qia ngusir gue?" lirihnya tertawa datar.

Suara deringan panggilan masuk diabaikannya. Pikirannya hanya tertuju pada saat Qia mengabaikannya. Seharusnya tidak begini, sekalipun dia membunuh Viona, bukan salahnya. Dia hanya ingin memusnahkan semua ancaman yang mengancam hidup Qia tidak lebih.

Febian berjalan pulang ditemani hujan deras. Sampai di depan rumah sudah terlihat suasana gelap rumah bertingkat itu.

Tap tap tap!

"Aku pulang," ucapnya lirih sambil membuka pintu rumah. Hening. Hanya gelapnya rumah yang menyambutnya.

Febian memandang ke sekeliling, tatapan kesepian terpancar dari bola matanya. Selalu seperti ini, semenjak kematian kedua orang tuanya dia dijauhi keluarga besar ayah dan ibunya. Mereka menyalahkannya atas kematian orang tuanya. Ya memang dia pantas disalahkan. Dia tidak pantas untuk hidup. Namun Qia adalah hidupnya. Qia adalah cahayanya. Membuat Qia bahagia adalah tugasnya.

Febian melangkahkan kakinya menuju kamarnya menaiki tangga. Sampai akhirnya dia bisa di kamarnya.

Cklek!

I'am The Antagonist? Really? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang