Part 28

1.8K 124 15
                                    


Holla semuanya, masih pada nungguin cerita ini gak? Oh enggak ya, okay. Bye
Canda- canda

Udah lama ya kita gak ketemu udah berapa minggu? Udah satu bulan lebih ya keknya? Wkwk. Maaf ya, harus dimaafin, buat yang pengen cerita ini segera update komen ya, kalau bisa dm, gak apa2 kok entar aku tanggepin, tenang aja.

Oh ya, gimana kabar kalian?? Baik kan ya.

Makasih yang udah mau nunggu, gak usah banyak basa-basi lagi.

Boleh share ya, supaya lapak ini jadi rame. Hehe, minta tolong buat semuanya🤗

Sorry☺ banyak typo bertebaran Silahkan komen kalau ada typo supaya bisa aku perbaik😆

Minta waktunya sedetik aja untuk Klik Bintang ⭐🌠

Enjoy guys💕

Have a nice day💕

Selamat membaca❤❤






Kini Qia berada di sekolah, seperti biasa Qia duduk di bangkunya. Qia memandang ke luar jendela kelas, namun pikirannya bercabang. Dia memikirkan ucapan Karina. Apakah Karina memiliki penyakit yang tidak bisa disembuhkan? Tidak mungkin kan? Karena Karina terlihat sehat-sehat saja. Rasanya kepala Qia ingin meledak. Memikirkan tentang masalah Viona, Febian, dan sekarang Karina.

Tiba-tiba Qia teringat perkataan orang asing pada dia, semasa menjadi Erika. 'Masalah memang ada, lebih baik jalani saja tidak perlu memikirkannya karena belum tentu masalah itu seberat apa yang kamu pikirkan. Jadi lebih baik jalani dan lihat sendiri seberapa besar masalah itu apakah sebesar seperti pemikiranmu atau mungkin lebih besar lagi? Tapi mungkin lebih kecil dari pemikiranmu.'

Qia menarik napas lalu membuangnya. Dia melakukannya beberapa kali. Setelah dirasa dia telah tenang. Dia tersenyum tipis. 'Akh benar, lebih baik jalani saja tidak perlu berfikir macam-macam,' pikirnya.

Qia kemudian dengan langkah tegas mengambil ponselnya dan menelpon Febian. Dia ingin segera menyelesaikan semua masalah. Dia tidak ingin kabur masalah harus dihadapi bukan dihindari dan sekarang mungkin waktu yang tepat untuk menyelesaikannya.

"Lov?" Suara ragu-ragu Febian terdengar jelas di telinga Qia.

Qia menghela napas kemudian mulai berkata, "Ayo bertemu Bian," ujarnya singkat.

Beberapa detik telah berlalu, namun belum ada balasan dari Febian. Qia menatap layar ponselnya dengan heran. Qia pikir sambungan telepon telah dimatikan tapi ternyata belum.

"Bi?"

"Ah? Iya, Lov. Aku ke sekolah," jawab Febian semangat. Segera setelah itu suara sambungan dimatikan terdengar.

Qia menghela napas, memikirkan kata-kata yang sesuai untuk berbicara dengan Febian.

▪▪▪▪▪▪▪

Brak!

Suara pintu kelas yang dibuka dengan keras membuat semua pasang mata menoleh ke arah pelaku.

Qia melebarkan mata ketika melihat Febian yang berdiri di depan kelas dengan keadaan jauh dari kata rapi. Qia berdiri berjalan ke arah Febian yang memusatkan  fokusnya pada Qia. Hanya Qia yang berada di matanya tidak ada yang lain.

"Bian kok-," ujar Qia sambil mengelengkan kepala tidak tahu harus berkata apa.

Febian menarik tangan Qia, menuntun Qia keluar kelas. Menjauh dari keramaian menuju taman sekolah yang jarang dikunjungi siswa siswi. Qia hanya diam membiarkan Febian menuntunnya entah menuju ke mana sampai akhirnya mereka tiba di taman sekolah.

I'am The Antagonist? Really? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang