DIA ANDRA
"Diam adalah cara terbaik untuk menyukai seseorang secara rahasia."
***
•••
PUKUL empat sore. Goresan pena di atas sketchbook terdengar. Dengan seorang gadis yang masih setia duduk di bangku yang terhalang tembok pembatas menuju lapangan. Pandangannya begitu fokus pada buku yang digenggamnya. Sesekali pupil matanya melirik seseorang di tengah-tengah lapangan.
Nadira tersenyum. Tadinya dia sudah berniat pulang. Namun langkah kakinya membawa Nadira ke arah lapangan. Dia langsung melihat jelas sosok cowok pemikat hatinya sedang berlatih futsal bersama teman-temannya yang lain.
Awalnya dia hanya mengamati dari jauh sosok itu. Karena terlalu asyik, dia memilih mengamati sambil duduk di bangku. Beruntung depan bangku itu terhalang tembok yang membuat dirinya tidak perlu takut terlihat sedang memperhatikan.
Lalu Nadira berpikir untuk menggambar sosok itu. Dari kecil, gadis itu memang sangat senang menggambar. Awalnya hanya biasa saja, hingga lama-lama menjadi hobi kesukaannya.
Setelah menghabiskan waktu tujuh menit, Nadira menutup sketchbook-nya setelah selesai menggambar sketsa wajah seseorang. Nanti akan dia rapikan di rumah. Kemudian matanya kembali mengamati sosok itu dari kejauhan.
Cowok itu tersenyum.
Nadira ikut tersenyum melihatnya. Ah, melihat dia sebahagia itu saja sudah membuat dirinya merasa tenang. Nadira dapat melihat sosok itu tertawa bersama teman-temannya. Hal tersebut membuat gadis itu lega tanpa alasan. Lalu beberapa detik kemudian Nadira mengukir senyum kecut.
Kapan, ya?
Kapan Nadira bisa tertawa dengan sosok itu? Kapan ya, mereka bisa dekat, mengobrol, layaknya seperti teman biasa tanpa menyangkut rasa. Tidak terus-terusan memandang dari kejauhan. Tidak terus-terusan diam ketika berpapasan, meski rasa ingin menyapa kadang selalu menghantui setiap mereka bertemu.
Tiga menit berlalu, Nadira berbalik, bersiap pulang. Hari sudah mulai petang, dia harus sudah sampai rumah sebelum malam tiba. Sebelum dirinya benar-benar keluar dari gerbang sekolah, Nadira menyempatkan sekali lagi untuk melihat sosok itu.
Namun dirinya hanya bisa mematung ketika sepasang mata dari kejauhan itu bertemu dengan matanya. Sorot mata hitam legam itu menyorot tajam mata Nadira yang sayu. Kejadiannya hanya lima detik sebelum akhirnya Nadira memutuskan kontak mata mereka. Dia kembali melanjutkan langkah keluar dari area sekolah dengan terburu-buru, juga dengan hati yang tak karuan.
Ada perasaan senang dan gelisah bercampur menjadi satu.
Senang, karena setidaknya cowok itu melihat Nadira walau cuma seperkian detik. Gelisah, karena Nadira takut kalau cowok itu tahu kalau sedari tadi Nadira sedang mengamatinya dari jauh. Lagi-lagi Nadira bernapas kesal menyadari dirinya masih sepengecut ini.
Nadira hanya hati yang mengagumi sosok itu dari jauh, dan parahnya hanya bisa terjebak bersama renyah senyuman manis itu tanpa tahu caranya untuk keluar.
***
SUDAH tujuh tahun lamanya Nadira menyukai Andra.
Ya, Andra.
Cowok pemilik lesung pipi itu berhasil menarik perhatian seorang gadis introvert. Berawal dari masa MPLS SMP hingga Nadira tidak pernah menyangka bahwa rasa yang dianggap hanya sekadar cinta monyet itu bisa bertahan sampai selama ini.
Beranjak SMA, Nadira juga tidak pernah menyangka dipertemukan kembali dengan Andra.
Kalau ditanya alasan menyukai cowok itu karena apa? Nadira juga tidak tahu. Yang jelas, ini pengalaman pertama kali dirinya menyukai lawan jenis. Dari dulu gadis itu selalu menutup diri dari pertemanan. Kesulitan bersosialisasi membuat Nadira memilih menyendiri. Karena hanya dengan sendiri, gadis itu merasa tenang.
Andra Rovalno Garendra.
Pemilik sorot mata tajam. Memiliki sifat friendly. Termasuk cowok popular di kalangan SMA nya membuat Nadira tidak berani unjuk diri di hadapan cowok itu. Anak XII IPA 3, cowok futsal yang banyak di gemari perempuan di SMA Haleef.
Bukan merasa insecure dengan cewek-cewek yang banyak menyukai Andra, hanya saja Nadira hanya sosok gadis pemalu yang selalu menghindar ketika berpapasan dengan cowok itu. Bukan hanya pemalu, Nadira juga pendiam, dia lebih suka menjadi pengamat ketimbang banyak bersuara.
Nadira juga tidak pernah mengerti dengan dirinya yang mudah sekali menyukai sosok cowok yang bahkan tidak pernah bertegur sapa dengannya. Bahkan Nadira sendiri tidak yakin kalau Andra akan mengenalinya meski sudah bertahun-tahun bersekolah dengan tempat yang sama dengannya.
Mereka tidak pernah mengobrol. Tidak pernah bertukar pesan. Tidak pernah saling mengabari. Ketika berpapasan saja Nadira langsung buru-buru lanjut berjalan, berusaha sebisa mungkin untuk menghindari kontak mata dengan Andra.
Tidak pernah Nadira menyalakan tanda yang akan membuat Andra tahu kalau Nadira menyukainya. Melihat Andra tersenyum atau tertawa saja, seperti ada suatu letupan bahagia yang hanya bisa Nadira rasakan sendiri tanpa membaginya dengan orang lain.
Nadira senang menulis. Terlebih menulis puisi. Gadis itu sering sekali membuat puisi dengan beberapa untaian paragraf tentang sosok cowok itu. Berlembar kertas telah Nadira habiskan dengan satu objek tulisan, Andra.
Berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tidak ada yang tahu Nadira menyukai Andra. Dia memilih memendamnya sendiri. Tidak pernah bercerita kepada siapapun itu. Nadira memilih menuangkan segala perasaan yang dimilikinya untuk cowok itu melalui buku cokelat yang telah kokoh selama tujuh tahun.
Berisi seruntut puisi yang telah Nadira rangkai dengan indah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
NANDRA | TERBIT ✓ |
Teen FictionNadira Ravelia. Gadis penyuka bintang yang hatinya telah tertambat lama pada sosok Andra Rovalno. Si cowok pemilik lesung pipi dan sorot mata hangat yang begitu indah. Bertahun-tahun, Nadira hanya bisa memperhatikan dari jauh. Namun, bagai rasa cint...