CLUMSY?
"Jarak aman mengagumi adalah,
mengagumi diam-diam."***
•••
TANGAN Nadira bergerak lincah di atas sketchbook, menggambar sketsa wajah seseorang yang lagi-lagi menarik perhatiannya. Mata gadis itu melirik ke arah Andra yang sedang duduk beberapa meter dari tempatnya.
Istirahat kedua, Nadira ingin menghabiskan waktu untuk membaca novel di perpustakaan. Namun hal itu tidak jadi dilakukannya ketika melihat sosok Andra yang juga berada di perpustakaan sedang mengerjakan soal-soal yang Nadira tidak tahu soal apa itu? Entah apa yang dilakukan cowok itu di tempat ini, pasalnya jarang sekali Andra menginjakan kakinya ke tempat ini kalau tidak perlu sekali.
Hal itu membuat Nadira jadi memutar balik kembali langkahnya menuju Kelas, untuk mengambil sketchbook dan pensil. Lalu dia kembali ke perpustakaan, kemudian duduk di bangku yang terletak jauh dari pandangan Andra, agar cowok itu tidak menyadari keberadaannya. Beruntung Andra terlalu fokus pada soal-soal, membuat Nadira leluasa menggambar cowok itu tanpa perlu takut ketahuan.
Perpustakaan ini cukup sepi di jam saat ini. Hanya ada beberapa siswa-siswi yang berada di sini. Itu pun mereka hanya fokus dengan kegiatan masing-masing.
Nadira menyunggingkan senyum tipis dengan perasaan senang. Namun hatinya juga sedari tadi berucap maaf berulang-ulang kepada Khansa.
“Gambar Andra?”
Suara di sampingnya itu membuat Nadira tersentak, ditambah bunyi tarikan kursi di sebelahnya, membuat Nadira cepat-cepat menutup sketchbook lalu meletakkan di pahanya. Gadis itu menoleh risih ketika mendapati Erlan yang sudah duduk di sampingnya dengan tatapan datar.
“Lo ngapain ke sini?” Nadira membalas tatapan Erlan yang tampak memandanginya dengan curiga.
Namun bukannya menjawab pertanyaan Nadira, Erlan malah memiringkan tubuhnya ke arah gadis itu dengan tatapan menggoda. “Suka Andra, ya?”
Pertanyaan itu membuat Nadira mengalihkan pandangan sambil membuang napas pasrah. Gadis itu memilih melihat ke arah lain dibanding menjawab pertanyaan Erlan tadi.
Nadira juga bingung ingin menjawab apa? Ingin mengatakan ‘iya’, tidak mungkin juga. Erlan pasti akan berpikir macam-macam tentangnya yang menyukai pacar dari sahabatnya sendiri. Kalau mengatakan ‘tidak’ juga percuma, karena Erlan sudah melihat kelakuannya barusan yang menggambar Andra diam-diam dengan bibir yang terus menyunggingkan senyum. Sudah pasti ‘kan orang menebaknya suka? Sekarang Nadira menyesal dengan tingkah cerobohnya ini.
"Sorry, gue gak bermaksud lancang. Cuman dari tadi gue panggilin lo, eh elo nya malah enggak nyahut. Terus gue penasaran, lo lagi sibuk ngapain? Ternyata, oh ternyata.." Erlan tertawa geli. "Lagi asyik gambar Andra ternyata."
Nadira berdecak. "Lo ada urusan apa? Manggil gue pasti ada yang mau diomongin, kan? Ada apa?"
“Ada apa, yaaa?”
Nadira merenggut mendengar nada suara Erlan yang seperti meledek dirinya.
“Jawab dulu pertanyaan gue tadi. Lo suka sama Andra?”
Nadira memejamkan mata sesaat. Bagaimana ini? Apa nanti Erlan akan membocori perasaannya kepada Andra? Apa nanti Andra akan tahu, lalu jadi membencinya atau lebih buruknya Khansa juga ikut membenci dirinya yang terkesan munafik?
"Tenang aja. Gue gak akan bocorin perasaan lo ke Andra. Asal lo mau jujur. Suka Andra, kan?"
Sial!
Ini namanya pertanyaan menjebak!
"Kenapa juga gue harus jawab pertanyaan lo? Perasaan gue enggak ada urusannya sama lo!" tandas Nadira langsung. Gadis itu berdiri, memeluk erat-erat sketchbook-nya, kemudian tanpa berbicara lagi langsung melangkah pergi.
Erlan hanya diam sambil menatap punggung Nadira yang semakin jauh dari pandangannya. Sejak awal dia sudah mengetahui. Dari gelagat aneh Nadira saat bersama Andra sudah terlihat jelas.
Awalnya Erlan agak ragu, apakah tebakannya itu benar? Namun dua hari yang lalu, saat kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di rumah Nadira, kelihatan sekali gadis itu tidak fokus dan lebih salah tingkah sendiri.
Tadi Erlan berniat mencari buku yang di suruh Bu Lidya di perpustakaan. Namun tanpa di duga, dia malah melihat Nadira yang sedang menunduk serius sambil sesekali matanya memperhatikan Andra dari kejauhan. Terlebih ketika dia mengetahui bahwa Nadira ternyata sedang menggambar Andra. Membuat Erlan merasa perkiraannya tidak melesat.
Ya, walau sebenarnya Erlan sempat suka Nadira.
Walau dulu, tepatnya Kelas sepuluh, saat pertama kali MPLS mereka sekelompok. Diam-diam Erlan memperhatikan gadis yang cenderung pendiam dan selalu menjadi pengamat baik. Setelah tahu gadis itu bernama Nadira, Erlan jadi mengetahui kebiasaan Nadira yang suka menyendiri.
Ah, sudahlah. Lagian waktu itu Erlan tertarik hanya karena penasaran pada gadis introvert berparas memukau itu. Erlan juga tidak menyukai Nadira secara berlebihan. Hanya penasaran.***
HARI ini hari Rabu, dan acara belajar-mengajar itu dilaksanakan setiap hari Senin dan Rabu. Itu sudah menjadi kesepakatan mereka sejak awal.
Namun sekarang Nadira bimbang karena tiba-tiba saja Erlan mendadak tidak bisa ikut belajar karena ada acara. Otomatis Nadira hanya mengajari Andra. Dan sedari tadi gadis itu hanya berdiri dengan bodoh sambil menatap Andra yang sudah duduk di atas motor.
"Lo gak mau naik?"
Pertanyaan itu membuat Nadira bingung harus menjawab apa? Kalau hanya belajar berdua, sudah dipastikan akan canggung besar di antara keduanya. Juga kalau murid-murid di sini berpikiran macam-macam kalau melihat Nadira dan Andra boncengan nanti.
"Ehmm.., belajarnya ditunda dulu aja gimana? Ya, secara Erlan gak ikut. Jadi lebih baik minggu depan aja, biar sekalian sama Erlan." Nadira tersenyum tipis. Jujur dia merasa tidak enak hati saat berbicara seperti ini.
Andra menghela napas. “Besok gue ada ulangan fisika, dan gue masih gak paham sama materi yang baru. Gue minta tolong sama lo untuk ajarin gue, seenggaknya kasih gue rangkuman untuk soal-soal yang diperkirakan bakal keluar besok.”
Nadira menunduk, menatap sepatunya sambil berpikir lagi. Kasihan juga kalau besok Andra tidak mengerti saat ulangan. Nadira hanya mengajari sebisanya saja, kan? Kalau dia bisa kenapa dia harus menolak?
Nadira mendongak. "Hm, bisa." Dia mengangguk sekali dan melanjutkan, "Lo duluan aja, nanti tunggu di depan gerbang rumah. Soalnya gue naik angkot dan mungkin lo duluan yang bakal cepat sampai."
Andra mengernyit lantas tertawa. "Kenapa gak sekalian lo gue bonceng aja? Lebih praktis sekalian dibanding naik angkot segala. Tujuannya juga sama, kan?"
Nadira menggeleng pelan. “Gak usah.”
“Kenapa?”
“Gakpapa.”
“Kenapa dulu?”
Nadira menghela napas. “Lo itu pacarnya Khansa. Dan gue gak mau orang lain berpikiran macam-macam lihat gue di bonceng lo nanti.”
Bibir Andra terkatup rapat. Cowok itu memutar kepalanya ke arah depan. “Kenapa takut? Kita cuma belajar. Gak usah terlalu pentingin omongan orang lain. Lo gak akan bebas nantinya.”
Nadira menimbang-nimbang lagi. “Yaudah iya,” putusnya akhirnya.
Andra menyerahkan helm ke arah Nadira yang disambut dengan tatapan ragu gadis itu. Nadira naik ke atas motor Andra, lalu melihat ke sekeliling.
Beruntung sekolah sudah lumayan sepi, jadi Nadira tidak perlu takut kalau ada yang melihat.***
KAMU SEDANG MEMBACA
NANDRA | TERBIT ✓ |
Teen FictionNadira Ravelia. Gadis penyuka bintang yang hatinya telah tertambat lama pada sosok Andra Rovalno. Si cowok pemilik lesung pipi dan sorot mata hangat yang begitu indah. Bertahun-tahun, Nadira hanya bisa memperhatikan dari jauh. Namun, bagai rasa cint...