If I Could (Part 3)

5K 835 222
                                    

Karya ini hanya saya publish
di aplikasi Wattpad.
Jika kalian membaca
"If I Could" (Tentang Kisah Kita) Karya Adellelia pada aplikasi selain Wattpad, berarti kalian membaca karya bajakan.
*****

Selamat malam, dari aku yang diterror harus update Pratama-Putri.
Hhhh, untung sayang aku sama kelean 😌

Votessss! Komen juga jangan ketinggalan yaw!
****

Go easy on me, baby
I was still a child
Didn't get the chance to
Feel the world around me
I had no time to choose
what I chose to do
So go easy on me
~ Easy on Me - Adelle ~
****

Pratama

"Hah?" Wajah Putri terlihat terkejut. Dahinya mengernyit dan raut wajahnya mulai terlihat pucat pasi. "Maksud Pak Tama, bagaimana ya?" Tanyanya seakan meyakinkan pendengarannya.

But well, yeah... I'm not kidding when I said I want her to sit on my lap. Lagipula, bukankah dia katakan ingin merayu seorang pemilik perusahaan? Bagaimana jika dimulai dariku, bukan?

"Maksud saya,-" jemariku kembali memainkan ujung rambutnya, "-jika memang kamu mau menggaet seorang pemilik perusahaan seperti yang ibumu lakukan dulu. Bagaimana jika kamu mulai dari sekarang, Put," ujarku seperti seorang brengsek tak tahu malu.

Dapat kulihat tubuh Putri menegang. Wajahnya pun terlihat menahan amarah sekuat tenaga. Aku yakin saat ini Putri pasti sedang memakiku nyaring di dalam hati. Tapi, apa peduliku? Bukankah yang ada di otak perempuan-perempuan murahan sepertinya, hanya ada uang di dalamnya? Well, selama aku dapat memberinya uang, mereka akan melakukan apa saja, bukan?

Lagipula, lihat pakaian yang ia kenakan. Blazer hitam dengan dalaman putih berleher rendah yang memperlihatkan belahan dada. Rok berbentuk pensil ketat seperti sengaja memamerkan pinggul dan bokongnya. Oh ya, juga heels lancip hitam mengilat yang semakin membuat penampilannya semakin seksi.

Aku yakin, walau bukan aku yang ditemuinya hari ini, tapi pasti laki-laki lain pun akan beranggapan perempuan ini datang tak hanya untuk presentasi mengenai pekerjaan. Pikiran kotor mereka pasti juga menginginkan treatment lebih. Hanya mungkin, cara memintanya saja yang berbeda. Tak seperti aku yang langsung to the point memintanya.

"Maaf, Pak. Saya kesini mau presentasi menawarkan kesepakatan kerjasama, bukannya mau jual diri," katanya dengan suara ketus dan tatapan yang diliputi emosi. Jemariku yang sedang memainkan helai-helai rambutnya pun ditepis keras. Membuatku spontan mendengkus mendengarnya.

"Loh, saya hanya mencoba membantu kamu, Put. Kamu ingin menaklukkan seorang pemilik perusahaan, bukan? Jika memang iya, silakan dimulai dari saya," tantangku.

"Ck! Lagipula buat apa kamu harus tersinggung sih, Put! Kita berdua sama-sama tahu kalau kamu sudah nggak perawan. Jadi, buat apa lagi kamu sok jual mahal?" Olokku.

"Dan kita berdua sama-sama tahu kalau laki-laki yang mengambil keperawanan saya itu anda-Bapak Pratama Goutama," balasnya ketus.

Aku kembali tertawa mengolok mendengar penuturannya. Menatapnya dengan senyum merendahkan.

"Bukan aku yang mengambilnya, Sayang," ucapku santai. "Tapi kamu yang memberikannya dengan suka rela kepadaku. Well, seingatku.. kamu suka saat aku menyetubuhimu dari belakang." Lalu aku semakin merapatkan tubuhku padanya. Ku condongkan tubuhku mendekatinya lalu berisik. "Seingatku, kamu juga suka saat bergerak naik turun dipangkuanku. Di atas sofa seperti ini," kataku semakin kurang ajar. "And well, ini sudah lima tahun, Putri. Apa suara desahanmu masih seksi seperti dulu? Apa ekspresi wajahmu masih merona malu-malu? Atau mungkin... kali ini kamu sudah semakin menggairahkan karena jam terbangmu semakin tinggi?"

Tentang Kisah Kita Vol.1 (Kumpulan Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang