Panic

8.1K 725 33
                                        

Pagi itu Jeonghan membuka mata dan tidak mendapati Seungcheol di sebelahnya. Sisi ranjang tempat alphanya itu tidur sudah rapi, bahkan terasa dingin. Ia segera beberes dan keluar, langsung mendapati Hansol yang duduk nyaman di ruang keluarga lantai atas.

"Hansol ah."

"Ya, hyung?" jawab sang alpha muda tanpa menoleh. Iya, Hansol dengan percaya diri mendeklarasikan diri sebagai alpha, padahal belum mencapai kedewasaan.

Jeonghan tersenyum, melihat wajah Hansol benar-benar membuatnya bahagia, anak itu sangat imut. Masih bau-bau wolf muda.

"Seungcheol hyung dimana?" tanyanya to the point. Ia melangkah mendekat dan duduk di samping Hansol, mendapati calon adik iparnya itu tengah asik dengan ponsel yang miring, game.

"Wait – wait!" Hansol memekik, meminta Jeonghan menunggu sembari ia menyelesaikan gamenya yang sudah mau selesai. Timnya sudah akan mendapat kemanangan. Dan Jeonghan hanya patuh, belum ada jam 6 pagi omong-omong, dapur juga masih sepi sepertinya.

Hansol mengerutkan keningnya dalam-dalam, serius menggerakkan jempolnya di atas layar ponsel dan berakhir dengan pekikan kemenangan.

"YES! MENANG!" ia berteriak heboh, abai dengan keadaan pagi yang masih sepi. Matahari saja masih mengintip malu-malu.

Jeonghan hanya menggeleng maklum, ia tidak terbiasa bermain ponsel jadi tidak terlalu paham.

"Oh, maaf hyung. Jadi ada apa?" Hansol kini memberikan seluruh atensinya pada Jeonghan, meletakkan ponselnya di atas meja.

"Seungcheol hyung dimana?" tanya Jeonghan lagi. Hansol mengerutkan keningnya, "Lah, Seungcheol hyung tidak pamit?"

"Pamit?" Jeonghan ikut mengerut bingung. Seungcheol tidak berbicara apa-apa mengenai kepergian alpha itu pagi ini.

Hansol mengangguk heboh, "Kukira Seungcheol hyung sudah pamit kalau pagi ini menemani appa ke pack sebelah. Ada masalah katanya."

Jeonghan hanya diam, ia tidak membalas kalimat Hansol dan langsung berlalu, Kembali ke kamar untuk mengambil ponsel.

"Yah, malah ditinggal. Lanjut nge game ajalah, mumpung belum jam 7."



˚* ❀˚* ❀˚* ❀˚* ❀˚* ❀˚* ❀˚* ❀˚* ❀˚* ❀˚*



Jeonghan panik. Tambahkan kata sangat di depannya. Sangat panik.

Kemana Seungcheol pergi? Ada urusan apa? Kenapa tidak pamit dengannya? Dengan siapa? Dan yang paling penting, apakah Hong Jisoo ikut?

Jeonghan merasakan tangannya bergetar saat meraih ponsel di atas meja nakas. Matanya memanas dan nafasnya memburu, begitu panik hingga matanya mulai tak focus. Dengan terburu Jeonghan segera mencari kontak Seungcheol, berniat untuk menelponnya langsung.

Tuut tuut tuut

Namun sampai nada dering tunggu berakhir Seungcheol tidak mengangkat panggilannya. Membuat berbagai pikiran memenuhi otak Jeonghan. Segala kemungkinan buruk mengenai Seungcheol dan Jisoo tanpa bisa ia cegah merangsek keluar, menjejali otaknya tanpa permisi.

Nafasnya semakin memburu, membuat Jeonghan memutuskan untuk duduk di sisi ranjang. Tangan kirinya mencengkeram dadanya yang sesak. Oksigen seakan menghilang dari sekelilingnya. Ia kesulitan bernafas, kepalanya pening, dan tubuhnya melemas. Matanya mulai berkunang-kunang, dan itu semua bukan bertanda baik.

My Pack [JEONGCHEOL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang