"gue takutnya indonesia resesi aja sih, iya sekarang bangun infrastruktur gede-gedean tapi coba pikir balik harga cabe naik, minyak goreng naik bahkan kertas nasi sama kantong plastik aja naik cuy!" oceh yuna siang itu di depan kipas angin sambil corat-coret kertas sketsa, "kalau di logika sama aja yang bayar infrastruktur rakyat."
"tapi nggak bisa gitu lah dek," sanggah ryujin yang tengah menghitung uang sambil memegang kalkulator di dekat tumpukan dokumen, "infrastruktur itu sangat berpengaruh terhadap orang pelosok indonesia yang sebelum ini belum pernah tersentuh fasilitas. contoh kecil aja nih, jalan tol. dulu kalau ke kampung nenek saya di wonogiri paling nggak kita harus naik bus 24 jam, sekarang 11 jam aja nyampe. apa nggak menghemat waktu banget tuh."
"maksud saya, pembangunan infrastruktur bukan sesuatu yang darurat untuk saat ini. coba deh tengok contoh pembangunan kereta cepat yang molor, biayanya membengkak dan di prediksi bakal mangkrak. kenapa harus di bangun kereta cepat sedangkan alternatif transportasi sudah banyak, krl, bus, mrt dll. mobil juga bisa di ingat sekarang jalan tol sudah mulus lancar jaya. bagus sih kalau indonesia terlihat seperti negara yang banyak fasilitas mewah tapi lihat utang negara udah triliunan."
"eh setuju nih," sambung jaehyuk yang berdiri di depan pintu sambil nyedot es cekek, "kalau beneran resesi takutnya sembarang hal yang lo beli semua jadi kena pajak. dan lebih takutnya lagi kalau sektor pendidikan, kesehatan sama bahan pangan udah di pajakin. beuh, mantep makin mendelep nggak tuh rakyat menengah ke bawah."
"apaan bangke! emak gue tadi pagi beli minyak goreng 2 liter hampir 40 ribu, parah! biasanya harga yang kemasan 2 liter kisaran 28 ribu doang." sahut jeongin emosi, "bisa bisa jualan ayam bapak gue cuma balik modal kalau gini mah."
"iya kalau balik modal, kalau rugi. tapi kan bapak lo udah kaya, jeong."
"aaminn.. semoga bapak gue jadi miliarder."
"sing sabar, kak. kita ikuti dulu kebijakan pemerintah gimana. gue yakin mereka pasti memikirkan yang terbaik buat rakyatnya. ingat, indonesia itu negara yang berdaulat, tenang aja kita nggak akan mati kelaparan.." ujar jake yakin, "yang penting kita jadi manusia produktif."
"iya dek, gue sebagai rakyat kecil emang cuma bisa sabar karena protes pun tak akan didengar. udahlah mending gue diem, takut di tangkap tukang batagor."
jake menghela nafas pelan, siang ini jakarta beneran panas. matahari seperti terbang di atas ubun-ubun. pemuda itu membolak-balik kertas dokumen yang baru saja ia ambil dari rektorat, lantas tersenyum senang. akhirnya satu job terlewati.
mengabaikan ocehan rekan-rekannya yang masih berisik membahas negara tercinta ini, jake mengambil tasnya lalu beranjak dari sana. ia harus bertemu jay siang ini.
setelah memakai sepatu, ia mendongak danㅡ
duagh!
ㅡpohon hias sialan. siapa suruh nongkrong di depan pintu?
"hati-hati."
jake menengok dan mendapati sungchan yang tersenyum sambil menahan punggungnya. si surai coklat itu buru-buru menegakkan badan serta mengelus atas kepalanya sendiri yang barusan kepentok batang pohon hias, hampir saja kejengkang kalau tidak ada yang menahan.
"hehe makasih kak." jawabnya sambil cengengesan.
"sama-sama. lain kali tengok atas bawah dulu kalau mau berdiri."
melihat betapa baiknya si ketua pelaksana itu membuat jake teringat izinnya tempo hari, "btw kak soal yang kemarinㅡ"
"jangan dibahas dulu."
"eh... oke deh." jake mengangguk kemudian teringat tujuan awalnya ke kampus setelah kelas hari ini, "saya duluan ya, mau ke teknik."
"hati-hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
pengabdi mantan | sungjake
Fanfiction"gimana gue bisa move on kalau bentukan lo aja kayak gini?"